Tuhan Tidak Suka Penyair
“Adonis pernah memaparkan kegelisahannya ihwal persinggungan antara sastra dan agama (Islam). Bagi penyair masyhur kelahiran Suriah itu, sastra dan agama adalah dua sisi yang bersihadap. Sastra adalah pertanyaan dan agama adalah jawaban. Pernyataan ini seolah mendapat legitimasi dari al-Qur’an surat asy-Syu’araa yang memaklumatkan ketidaksukaan Tuhan kepada penyair, bahkan menyuruh manusia agar menghindari penyair yang kata-katanya dituntun oleh setan,” kata Shohifur Ridho Ilahi dalam acara Forum Apresiasi Sastra (FAS) #59 dengan tema Sastra dalam al-Quran pada Rabu, (15/6/2016).
Lebih lanjut, Ridho—panggilan akrabnya, mengatakan bahwa pada almanak 13 Februari 1993, dalam wawancara di majalah Tempo, HB Jassin berkumandang, “Tuhan memang tidak suka kepada penyair, kecuali orang yang bertakwa.”
Ungkapan Jassin setidaknya membuka pintu perjumpaan itu bahwa sastra dan agama tidak harus bersihadap-lawankan, tetapi saling bertukar tangkap dengan lepas, mengisi ruang-ruang kosong dan saling melengkapi.
Mengutip dari buku Sastra dan Religiositas (1982), Y.B. Mangunwijaya membuka tulisannya dengan sederhana namun tegas, “Pada awal mula, segala sastra adalah religius.”
Kalimat ini, kata Ridho, telah menjembatani sebuah perjumpaan yang sesungguhnya cukup rumit dipertemukan dan cenderung problematik; sastra (atau seni pada umumnya) dan agama.
Menurut lelaki kelahiran Madura ini, sastra merupakan aktivitas kreatif yang menuntut kebebasan sebagai prasyaratnya, sementara agama cenderung dianggap sebagai kekuatan doktrinal yang abstrak, statis, formalistik, yang berpotensi menghambat tumbuh-kembangnya kreativitas dalam kehidupan sastra.
Acara menarik ini merupakan agenda rutin yang berlangsung di hall kampus II atas bekerja sama dengan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Acara yang moderator Hairini Nur Hanifah tersebut sekaligus mengadakan buka bersama.