Keseruan Semifinal, Perebutan Juara Tiga, dan Final Piala Rektor UAD 2017

Pada partai semifinal pertandingan pertama Piala Rektor UAD 2017, Minggu (19/3/2017), UAD sebagai juara grup A kalah dalam drama adu penalti dengan UNY yang merupakan runner up grup B. Dalam dua babak yang dipertandingkan, skor tetap bertahan hingga harus dilanjutkan dengan babak adu penalti yang berakhir 3-1 untuk keunggulan UNY.

Pertandingan semifinal kedua mempertemukan UGM dan UNSIL yang berakhir dengan skor 2-1 untuk keunggulan UNSIL. Lapangan yang dipakai untuk pertandingan semifinal menggunakan Lapangan Potorono, tidak lagi menggunakan Lapangan Gamelan yang sudah dijadikan sebagai tempat penyisihan grup.

Pada pertandingan puncak, perebutan juara pertama yang digelar di SSA Bantul, UNY, dan UNSIL saling adu di partai final. Kemudian pada penentuan juara, ketiga UAD bertemu UGM.

Hal yang patut dicermati dalam kedua pertandingan ini adalah fakta bahwa partai final mempertemukan runner up dari masing-masing grup, sedangkan juara grup akan saling bertemu memeperebutkan juara ketiga.

Kick off partai puncak pertandingan pertama, UAD berhasil mengalahkan UGM dengan skor 2-1 dan memastikan menjadi juara ketiga. Dua gol UAD dicetak oleh Guntur Sugandi dan Tri Hendro. Pada babak pertama, UAD sudah unggul dua gol. Di babak kedua, UGM berhasil menipiskan kedudukan dengan mencetak satu gol.

Pada pertandingan final, UNSIL mengalahkan UNY lewat pertandingan yang cukup ketat. Satu-satunya gol UNSIL diciptakan di babak kedua. Saat injury time UNY mendapat harapan untuk menyamakan kedudukan lewat titik putih, tetapi peluang ini gagal dimaksimalkan oleh eksekutor dan sampai akhir hasil 1-0 tetap bertahan memastikan UNSIL sebagai juara Piala Rektor UAD 2017. (erd)

 

Hasil Piala Rektor UAD 2017

Piala Rektor UAD 2017 yang diselenggarakan sejak 13-20 Maret 2017 resmi ditutup dengan penyerahan trofi dan hadiah kepada para pemenang di Stadion Sultan Agung (SSA) Bantul, Senin (20/3/2017). Turut hadir dalam acara tersebut Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Dr. Kasiyarno, M.Hum. yang didampingi beberapa staf, serta Bupati Bantul Drs. H. Suharsono dan Ketua DPRD Kabupaten Bantul Hanung Raharjo, S.T.

Keluar sebagai juara pertama Universitas Siliwangi (UNSIL) Tasikmalaya yang mengalahkan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan skor 1-0 di partai final. Posisi ketiga ditempati UAD yang mengandaskan perlawanan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan skor 2-1. Penghargaan lain diberikan kepada top skor turnamen atas nama Rizki Alfa Ridho (UGM).

Juara pertama, UNSIL berhak atas hadiah 5 juta rupiah, disusul UNY sebagai juara kedua mendapat hadiah 3 juta, serta UAD sebagai juara ketiga mendapat 2 juta. Sementara itu, 300 ribu rupiah diberikan kepada pencetak gol terbanyak. (ard)

 

Fajar Mahmudi: Membagi dan Menempatkan Waktu pada Tempatnya

“Saya hanya ingin berbagi kebaikan. Daripada mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat, maka lebih baik saya mencoba mengerjakan yang bermanfaat bagi orang lain. Mengajar dan berdakwah misalnya.” Begitulah prinsip Fajar Mahmudi. Baginya, seorang muslim harus bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Fajar merupakan salah satu calon wisudawan terbaik Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dengan Indeks Prestasi Kumuluatif (IPK) 3,97, yang akan diwisuda pada 1 April 2017 dan seorang Hafiz al-Qur’an. Saat ini, laki-laki kelahiran Palangkaraya ini menjadi salah satu santri dan pengajar di Pondok Pesantren Tahfidz al-Qur’an (PPTA) Harun Asy-Syafi’i. Pondok ini terletak di Desa Karangkajen, RT 55/RW 15, Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta.

“Sebelum pindah ke Yogyakarta, saya pernah menimba ilmu di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo dan melanjutkan studi di Institut Studi Islam Darussalam (ISID) mengambil program studi Aqidah Filsafat. Setelah beberapa semester kuliah, nilai saya terpuruk sampai IPK terendah 1,8,” ungkap Fajar ketika ditemui Jum’at (17/3/2017).

Baginya, tidak ada harapan yang pupus, dia bepikir tidak akan lulus dengan IPK rendah. Kemudian, Fajar mencoba keluar dan mencari ketenangan. Pindah dari satu pondok ke pondok lain karena latar belakang agamanya. Menurut penuturannya, sebenarnya dia tidak berani pindah dari Ponorogo. Tetapi, karena keinginan yang kuat untuk menenangkan pikiran  dan ingin tinggal di lingkungan yang kondusif,  dia memutuskan untuk nyantri PPTA Harun Asy-Syafi’i.

Salah satu alasannya tinggal di pondok adalah untuk menghafal al-Qur’an. Seiring berjalannya waktu, laki-laki yang akan berulang tahun pada 23 Maret ini memutuskan untuk kuliah lagi karena agenda di pondok tidak terlalu padat.

“Saya hanya membagi waktu dan menempatkannya pada tempatnya. Saya tidak mengacaukan urusan yang satu dengan urusan yang lain. Sambil menghafal al-Qur’an, saya membantu mengajar di pondok. Kuliah saya hanya sampingan saja. Dulu kuliah saya pernah kandas, makanya saya kuliah lagi agar orang tua tidak kecewa,” ungkapnya.

Menurut penjelasan anak pertama dari tiga bersaudara ini, dia tidak begitu tertarik dengan organisasi kampus karena punya kesibukan di pondok. Selain itu, dia sangat memercayai jika waktunya disibukkan dengan membaca al-Qur’an, maka waktunya akan barokah.

“Itu sudah janji Allah. Saya belajar hanya di kampus, di pondok saya menghafal al-Qur’an. Alhamdulillah, IPK saya tetap bagus,” lanjutya.

 

Gagal Itu Biasa! Bangkit dari Kegagalan, Itu yang Luar Biasa!

Pondok pesantren mempunyai sebuah tradisi yang dinamakan “masa pengabdian”. Masa ini merupakan sebuah bentuk ungkapan terima kasih seorang santri kepada pondoknya. Salah satu santri yang menjalaninya adalah Fajar Mahmudi.

Fajar merupakan salah satu calon wisudawan terbaik Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Dia akan diwisuda pada 1 April 2017 mendatang dengan Indeks Prestasi Kumuluatif (IPK) 3,97. Selain itu, Fajar juga dikenal sebagai Hafiz al-Qur’an.

Sebelum masuk UAD, Fajar telah mondok di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Ketika lulus dari sana, ia melanjutkan studi ke Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Saat itulah bertepatan dengan masa pengabdiannya untuk pondok pesantren. Fajar mengabdi dan dipercaya menjadi supervisor di sebuah pabrik roti besar. Dari penuturannya, omzet pabrik itu sampai ratusan juta per bulan.

“Saya mengurus pabrik, mengajar dari pukul 07.00 sampai 13.00 WIB, sorenya kuliah, malamnya mengajar lagi di pondok. Saya jadi seperti robot, belum lagi kalau ada tugas kuliah, dan jam 3 pagi harus bangun lagi. Dari ketiganya, memungkinkan ada yang kalah, dan saat itu yang kalah kuliah saya. Entah tenaga habis atau dosen saya di kampus ISID galak-galak,” ujar Fajar bercanda.

Bahasa pengantar kuliahnya pada saat itu menggunakan bahasa Mesir. Dia merasa cukup kesulitan ketika harus memelajari beberapa mata kuliah. Tetapi, menurutnya, rendahnya IPK yang didapat bukan karena faktor tersebut, melainkan karena lelah. Saat itu juga, kemudian dia berpikir untuk mencari tempat menepi dan belajar mengaji.

Fajar mengetahui di PPTA Harun Asy-Syafi’i dan UAD berkat bantuan googling. “Saya masuk UAD dengan ijazah yang sudah basi. Kalau ke universitas negeri, batas maksimal kan dua tahun, sedangkan ijazah saya sudah masuk tahun ketiga. Waktu itu juga, ijazah saya masih menggunakan bahasa Arab dan belum diterjemahkan.”

Setelah memutuskan menetap di Yogyakarta,  Fajar mengambil konsekuensi keluar Pondok Modern Darussalam Gontor melalui perizinan yang cukup rumit. Dia menyampaikan secara baik-baik kepada pengurus pondok perihal keinginannya. Dia juga memutuskan keluar dari ISID.

Di UAD, Fajar mengambil kuliah reguler, membiayai kuliah dari hasil mengajar di beberapa tempat dan mengisi majelis kajian agama.

Alhamdulillah, orang tua saya masih sayang, mereka masih mengirim walau saya tidak meminta.”

Putra dari H. Sa’aduddin dan Hj. Mukarramah ini pernah mendapat beasiswa dari UAD ketika semester 2 dan beasiswa Kementerian Agama (KEMENAG) kategori Hafiz al-Qur’an 15 juz.

Terkait dengan pembelajaran di kampus, Fajar selalu fokus pada materi yang diterangkan dosen, menganalisa yang disampaikan. Jika ada beberapa materi yang diulang-ulang, maka menurutnya itu penting dan harus diingat. Dia belajar dengan cara mengumpulkan materi dan meringkasnya serta tidak pernah belajar sampai suntuk. Kemudian, dia menandai materi penting dan sekiranya akan keluar saat ujian.

Laki-laki yang pernah belajar di Cordoba Academy, Ilmu Riwayat Hadis, Cyberjaya, Malaysia ini mengaku tidak begitu sering membaca buku. Tetapi, dia selalu membaca melebihi apa yang disarankan oleh dosen di mata kuliah. Banyak referensinya dari bahasa Arab dan bahasa Inggris, karena dia menguasai kedua bahasa tersebut. Sekarang, Fajar sedang memelajari bahasa Turki dan memiliki keinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri.

“Saya banyak belajar dari bahasa Arab dan bahasa Inggris, sehingga pemahaman saya terhadap bahasa Indonesia tidak begitu bagus. Mungkin ini yang menjadi salah satu penyebab IPK saya tidak sempurna, karena mata kuliah bahasa Indonseia saya dapat nilai B,” jelas Fajar.

Ketika di pondok, setiap dua minggu dia harus belajar menggunakan bahasa Arab dan dua minggu berikutnya menggunakan bahasa Inggris. (ard)

 

BK-UAD Mendapat Kunjungan dari HIMA PPB UNY

Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Ahmad Dahlan (BK-UAD) mendapat kunjungan dari Himpunan Mahasiswa (HIMA) Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta (PPB-UNY), Sabtu (18/3/2017).

Penyambutan dan pertemuan dari dua pihak dilaksanakan di ruang sidang kampus 2 UAD Jalan Pramuka 42, Sidikan, Yogyakarta. Turut hadir dalam acara tersebut  Ariadi Nugraha, S.Pd. selaku perwakilan dosen BK.

Sekitar 40 mahasiswa dari HIMA PPB UNY mengikuti kunjungan ini. Memasuki rangkaian acara, terdapat pemaparan perihal Prodi BK oleh Ariadi dan penjelasan program kerja oleh Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) BK, Wahid Aditiono.

Menurut penuturan Isa Almutia selaku Ketua HIMA PPB, tujuan dari kunjungan ke Prodi BK-UAD adalah untuk srawung BK dan sharing program kerja antarhimpuanan mahasiswa. Selain itu, dengan adanya kunjungan ini, dia ingin membangun relasi positif antar BK di regional Yogyakarta dan Jawa Tengah.

“Dengan kunjungan semacam ini, kami berusaha menambah relasi positif. Terima kasih kepada Prodi BK UAD dan HMPS BK atas sambutan dan antusiasme yang luar biasa,” lanjutnya.

Dari pihak BK-UAD, Ariadi menjelaskan bahwa adanya kunjungan semacam ini dapat menjaga silaturahmi antarkedua lembaga.

“Kebetulan kedua perguruan tinggi ini mempunyai program studi yang memiliki akreditasi sama-sama A. Kami ingin ada suatu kerja sama, terutama pada pengembangan kemahasiswaan. Di Yogyakarta, ada sekitar 7 universitas yang memiliki Prodi BK, kami akan memelopori kemitraan ini dari UAD-UNY dulu, setelah itu  baru menggandeng perguruan tinggi lain,” terangnya. (ard)

Resmi, UAD Menjadi Sponsor Utama PSIM

Jumat (17/3/2017) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dan Perserikatan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) resmi bekerja sama dengan ditandatanganinya nota kesepahaman (MoU) antarkedua belah pihak.

Penandatanganan MoU dilakukan oleh Dr. Kasiyarno, M.Hum. sebagai perwakilan dari UAD dan Agung Damar selaku perwakilan Manajemen PSIM.

“UAD berkomitmen untuk membantu sebagai sponsor utama,” jelas Kasiyarno saat menyampaikan sambutan pada pertemuan tersebut.

Lebih lanjut, Kasiyarno menjelaskan bahwa UAD memiliki misi untuk memajukan pendidikan, salah satunya lewat kerja sama dengan lembaga tertentu. Penandatanganan MoU dengan PSIM ini adalah langkah awal untuk membantu pembinaan dan pendidikan, khususnya di ranah sepakbola.

“Harapan kami dengan adanya kerja sama ini, UAD bisa lebih dikenal oleh masyarakat, kemudian untuk PSIM semoga lebih berprestasi di kancah nasional maupun internasional. Semoga bisa memberikan prestasi yang menggembirakan bagi para suporter dan masyarakat Yogyakarta,” terang Kasiyarno.

Tidak menutup kemungkinan, hubungan baik antarkedua pihak bisa memberikan ruang bagi para pemain berkualitas dari UAD FC maupun ORION UAD untuk bergabung bersama PSIM.

Menurut pernyataan Agung Damar, UAD sebagai sponsor utama akan diberikan space depan di jersey PSIM. Selain itu, Manajemen PSIM juga selalu siap untuk memberikan coaching clinic bagi para pemain UAD.

"Kami juga berharap, dengan kerja sama ini, barangkali UAD berkenan memberikan beasiswa bagi para pemain muda yang berprestasi.”

Di akhir pertemuan, Kasiyarno menjelaskan bahwa UAD membuka jalur pendaftaran calon mahasiswa baru  yang berprestasi di bidang olahraga dengan syarat menunjukan sertifikat prestasi. Jadi, bukan tidak mungkin para pemain muda PSIM bisa kuliah di UAD.

“Apabila memungkinkan, timbal balik dari kerja sama ini PSIM juga akan menjadi laboratorium penelitian bagi mahasiswa maupun dosen UAD. Semisal penelitian psikologi pemain, kesehatan, maupun di bidang pendidikan,” pungkas Kasiyarno sebelum foto bersama dengan Manajemen PSIM. (ard)

Literasi Harus Dikenalkan sejak Dini

Sejak masih kanak-kanak, Sudaryanto, S.Pd., M.Pd., memiliki kebiasaan yang berbeda dengan dua saudara laki-lakinya. Dia memiliki kesenangan membaca buku dan majalah anak-anak. Menurut penuturannya, hobi ini diturunkan dari ayahnya yang juga suka membaca. Selain membaca, laki-laki yang akrab dipanggil Yanto ini juga memiliki bakat menggambar.

“Saya ingat betul, dulu waktu masih kecil, Ayah sering membelikan buku bacaan, terutama majalah Bobo dan Tomtom,” terangnya ketika ditemui di ruang Dekanat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan (FKIP-UAD) Yogyakarta.

Selain senang membaca, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UAD ini juga giat dalam menulis. Sampai 2017, dia sudah menghasilkan 12 buku. Buku pertamanya yang terbit berjudul Ayo Meresensi Buku (2008).

Pada 2006, saat masih menempuh pendidikan S1 di salah satu universitas di Yogyakarta dan aktif dalam pers mahasiswa, tulisan pertama Yanto terdokumentasikan dalam sebuah buku antologi biografi seorang tokoh. Sejak saat itulah dia mulai meningkatkan kemampuan menulis dan menerbitkan buku.

Bagi laki-laki kelahiran Jakarta ini, motivasi dia menulis adalah agar tulisannya bisa dibaca oleh orang lain dan dapat memberikan dampak positif bagi orang yang membacanya.

“Saya suka menulis, bagi saya yang terpenting adalah apresiasi terhadap tulisan. Saya tidak begitu mementingkan royalti maupun insentif.”

Buku-buku Sudaryanto yang sudah terbit umumnya buku bidang linguistik pendidikan dan penulisan kreatif. Coraknya juga beragam, ada buku ajar maupun kumpulan tulisan, baik artikel maupun makalah.

Menurut penjelasannya, daripada tulisan dan makalah hasil penelitiannya tergeletak begitu saja serta memenuhi rak-rak buku, dia berinisiatif untuk menyusun ulang kemudian menerbitkan menjadi sebuah buku.

“Dalam bentuk buku, akan lebih banyak orang yang membaca tulisan-tulisan saya. Saya ingin karya saya diapresiasi, terlepas dari kekurangan maupun kelebihannya,” ungkap anak sulung dari tiga bersaudara ini.

Dalam proses menulis buku, Yanto memiliki sistem nyicil. Dia akan mengerjakan bab demi bab dan mulai mengerjakan dari yang paling mudah dulu. Tidak setiap hari dia menulis, hanya ketika ada waktu luang saja. Setiap kali menulis minimal ada lima lembar yang dihasilkan. Terget setiap tahun minimal menerbitkan 2 buku.

Sebagai salah satu dosen muda di UAD, Yanto pernah memiliki pengalaman mengajar di China, di Guangxi University. Ia mengajar sebagai dosen tamu di Fakultas Kajian Bahasa dan Budaya Asia Tenggara, Program Studi Bahasa Indonesia.

“Menyenangkan bisa mengajar di China, mahasiswa di sana memiliki ketekunan yang luar biasa dalam hal belajar. Saya kira mahasiswa UAD perlu juga memiliki ketekunan yang demikian,” ujarnya sambil berkelakar.

Laki-laki yang pernah memperoleh penghargaan sebagai dosen berprestasi tahun 2013 ini menerangkan bahwa mahasiswa UAD harus lebih giat lagi untuk meningkatkan sinergi dalam membaca dan menulis (bidang literasi).

“Kita tidak bisa menyalahkan siapa pun terkait rendahnya tingkat literasi mahasiswa, karena menurut saya, terkait dengan literasi seharusnya sudah dikenalkan kepada anak sejak dini. Artinya pengenalan literasi pertama diperoleh di dalam keluarga.”

Salah satu upaya yang Yanto lakukan untuk menggairahkan budaya literasi di UAD adalah dengan membimbing mahasiswa yang ingin belajar menulis, entah itu karya sastra, artikel, makalah, maupun karya tulis ilmiah.

“Saya selalu membuka diri untuk mahasiswa yang mau belajar, misalnya untuk menulis di media masa. Proses semacam ini, jika dilakukan secara berkesinambungan akan menumbuhkan budaya literasi. Namun, semua dikembalikan kepada mahasiswa, apakah mereka mau membuka diri dan pikiran untuk mulai menekuni literasi,” pungkasnya saat ditemui Rabu (15/3/2017). (ard)

UAD Tugaskan 13 Dosen ke USANT Filipina

Sebanyak 13 dosen dari berbagai fakultas yang ada di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta ditugasi Pimpinan untuk memperdalam kemampuan bahasa Inggris di Universitas Saint Anthony (USANT) Filipina. Menurut Dr. R.A.  Noer Doddy Irmawati, M.Hum., selaku koordinator dan pendamping, pelaksanaan kegiatan ini dilatarbelakangi adanya MoU antara UAD dan USANT.

“Tujuan utama penugasan ini agar para dosen memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih terkait bahasa Inggris. Selain itu, Filipina merupakan salah satu negara yang menggunakan English Speaking Country. Jadi, akan lebih mudah bagi mereka untuk belajar,” terang Kepala Program Studi Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris UAD ini.

Dosen yang diberi kesempatan untuk ke Filipina diharapkan bisa aktif di 4 skil bahasa Inggris. Harapannya, nantinya para tenaga pendidik ini bisa melanjutkan studi ke luar negeri untuk meningkatkan kompetensi agar bisa bersaing di kancah internasional.

Menurut penjelasan Doddy, selama 29 hari di Filipina, 13 dosen tersebut tidak hanya mendalami bahasa Inggris. Mereka juga diminta menjadi pembicara dalam Seminar Internasional di universitas swasta yang berlokasi di kota Iriga wilayah Bicol ini.

Seminar digelar di beberapa fakultas yang berbeda, Fakultas Liberal Arts mengusung tema “From Novel to Film: Exploring the Heart of Modern Humanities”. Kemudian di Fakultas Pendidikan Maritime, Fakultas Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Business Education, dan Fakultas Teacher Education.

Ketiga belas dosen yang yang menjadi pembicara antara lain Drs. Umarino, M.Hum.; Mariana Ulfah, M.Si.; Hendra Darmawan.S.Pd. M.A.; Muhammad Aziz, S.T., M.Cs.; Azis Ikhsanudin,  M.Sc., Apt.; Yuniar Wardani, S.KM., M.P.H.; Dr. Kintoko, S.F.,M.Sc.,Apt.; Wita Setyaningrum, SH., LL.M.; Siti Fatmawati Fatimah M.Sc.,Apt.; Sucipto, M.Pd. B.I.; Muh. Ragil Kurniawan, M.Pd.; Aan Hendroanto, S.Pd., M.Sc.; dan Nur Rifai Akhsan, M.Ed.

Selain belajar bahasa Inggris dan menjadi pembicara di acara seminar, kegiatan lain yang dilakukan di Filipina berupa pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan diawali dengan seminar bertema “The Study of Alternative Herbal Medicine”. Acara ini dihadiri oleh guru, murid, dosen, para pegawai kecamatan, dosen, serta karyawan USANT. Bertindak sebagai pengisi materi adalah tiga dosen Farmasi UAD, Dr. Kintoko, M.Sc.Apt.; Azis Ikhsanudin, M.Sc.,Apt.; dan Siti Fatmawati Fatimah, M.Sc.Apt.

Sebagai koordinator dan pendamping, lebih lanjut Doddy menjelaskan bahwa dengan diadakannya penugasan ini nantinya ada timbal balik yang diperoleh oleh UAD.

“Kalau dosen kompeten dan memahami bahasa Inggris, bisa diteruskan untuk mengajari mahasiswa maupun guru-guru di sekolah binaan UAD.”

“UAD dan pihak Pimpinan benar-benar serius dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas dosen. Pembiayaan selama penugasan ke Filipina semua dibiayai oleh universitas. Jadi, 13 dosen terpilih ini benar-benar memaksimalkan kepercayaan yang telah diberikan oleh Pimpinan. Kelebihan lain dari kunjungan ke Filipina adalah karya-karya mereka yang disampaikan di Seminar International sudah mendapat review, artinya siap publish di jurnal international,” lanjut Doddy.

Pihak USANT selaku tuan rumah sangat mengapresiasi UAD. Dari penjelasan Doddy ketika ditemui di ruang rektorat, UNSANT menganggap UAD sebagai guru.

“Dulu mereka tidak tahu adanya pertukaran pelajar serta kolaborasi dengan universitas di luar negeri. UAD adalah yang pertama dan mereka menyambut positif dan sangat antusias.” (ard)

MADAPALA UAD: Cinta Alam, Cinta Sosial

Biasanya, pecinta alam identik dengan kegiatan yang bersinggungan dengan alam dan diklatsar yang dekat dengan kekerasan. Namun, hal itu berbeda dengan MADAPALA. Pecinta Alam UAD  ini ternyata memiliki desa binaan di Kulon Progo. Mereka sering mengadakan kerja sama terkait dengan kegiatan sosial.

“Kami tidak hanya tanam pohon, bersih gunung, bersih sungai, tetapi kami juga aktif di Search And Rescue (SAR) Yogyakarta. Prioritas utama kami sekarang berkaitan dengan kemanusiaan. Bahkan beberapa tahun yang lalu, kami pernah malakukan penelitian Uji Kualitas Air (UKA) di Giricahyo, Gunungkidul,” ujar Ainun ketika ditemui di sekretariat MADAPALA.

Menurut Ainun, terkait dengan permasalahan diklatsar yang identik dengan kekerasan, dia menjelaskan bahwa tidak semua pecinta alam seperti itu. dia menambahkan bahwa proses diklatsar ada regulasinya dan jalurnya.

“Jelas, kami menolak segala tindakan yang berkatian dengan kekerasan. Pelaksanaan itu ada prosedurnya, mulai dari persertujuan pihak universitas, izin Ketua MADAPALA, panitia, dan koordinator lapangan. Agenda harus apa yang telah disepakati.”

Dari penjelasannya, dia sangat menyayangkan terjadinya kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa pada kegiatan diklatsar yang dilaksanakan di salah satu universitas di Yogyakarta. Menurutnya kejadian tersebut menjadikan citra pecinta alam menurun.

“Dari segi penampilan kami, terkadang masyarakat sering menilai negatif. Tetapi itu tidak masalah, yang penting kami memberi bukti ke masyarakat. Penampilan itu bukan nomor satu, yang penting aksinya. Kami tetap berpegang teguh dengan kode etik pecinta alam. Konsentrasi kami sekarang dikerucutkan di kegiatan sosial tanpa mengesampingkan alam, dan keorganisasian,” pungkas Ainun. (ard)

 

MADAPALA: Dekat dengan Masyarakat dan Alam

                                                                        

 

Bekerja sama dengan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesa (PERDAMI) dan Yayasan Dharma Bakti Sosial (DHARMAIS), Mahasiswa Ahmad Dahlan Pecinta Alam (MADAPALA) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mengadakan operasi katarak gratis. Pelaksanaan kegiatan ini akan dilangsungkan dua tahap, tahap pertama berupa screening di kampus 1 UAD, Sabtu (22/4/2017). Sedangkan tahap kedua operasi katarak di Rumah Sakit (RS) Holistika Media, Minggu (23/4/2017).

“Sebenarnya kegiatan ini tidak masuk di program kerja. Kebiasaan kami di MADAPALA sering diskusi dan gitaran sampai malam. Dari begadang, terkadang kami mendapat ide untuk mengadakan suatu kegiatan. Sampai suatu waktu saat sedang diskusi, kami melihat orang terkena penyakit katarak. Kemudian muncul gagasan untuk mengadakan operasi katarak,” terang Ainun Irvanto mantan ketua MADAPALA yang kini menjabat sebagai Dewan Pertimbangan.

Dari penjelasan Ainun, sebelum menyampaikan gagasan terkait kegiatan operasi katarak kepada Pimpinan UAD, mereka melakukan survei mengenai penyakit ini. Survei dilakukan untuk memertimbangkan apakah kegiatan operasi katarak perlu dilakukan atau tidak.

“Saat melakukan survei, kebetulan kami menemukan ada salah satu orang tua teman kami yang terkena katarak, ada juga dari teman Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sepakbola.”

“Pasca survei data, ternyata penderita penyakit ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Saat itu juga kami memutuskan untuk ‘mengeksekusinya’. Kemudian kami memerkirakan biaya operasi, ternyata biaya sekali operasi katarak cukup mahal. Dari permasalahan dana ini, kami mencoba menggandeng donatur dari yayasan maupun lembaga untuk diajak bekerja sama,” lanjut laki-laki kelahiran Lamongan ini.

Setelah beberapa kali mencari donatur dan berdiskusi dengan Pimpinan Universitas, MADAPALA resmi bekerja sama dengan PERDAMI sebagai pelaksana teknis dan DHARMAIS sebagai pihak yang menanggung biaya operasi. Selain itu kerja sama juga dilakukan dengan rumah sakit milik UAD, RS Holistika Media sebagai penyedia tempat.

“Kalau disangkutpautkan dengan kegiatan kami yang biasanya terjun ke alam, itu sangat berbeda. Tetapi kegiatan ini merupakan salah satu pengabdian masyarakat yang masuk dalam Tridarma Perguruan Tinggi,” jelas Ainun.

Sampai saat ini, calon pasien operasi katarak gratis yang terdaftar sekitar 90-an orang yang didominasi usia lebih dari 50 tahun. Pendaftar paling banyak dari Kotagede, selebihnya dari lingkup Jawa Tengah dan beberapa dari Sumatera dan Kalimantan.

Nantinya, tidak semua pendaftar bisa dioperasi, bergantung pada proses screening yang dilakukan. Proses operasi sendiri dibatasi hanya 50-60 orang karena kendala waktu yang hanya satu hari. Pasien yang tidak bisa dioperasi di RS Holistika Media akan dirujuk ke rumah sakit lain oleh PERDAMI dengan biaya yang ditanggung oleh DHARMAIS. (ard)