milad_ke-57_uad_gelar_wayangan_semalam_suntuk.jpeg

Milad ke-57, UAD Gelar Wayangan Semalam Suntuk

“Universitas Ahmad Dahlan (UAD) senang memiliki mahasiswa yang punya keahlian ndalang. Profesi dan keahlian ini sudah sangat langka. Wayang merupakan media yang bagus untuk berdakwah. Ki Anom Teguh Purwocarito merupakan satu dari 24 ribuan mahasiswa UAD yang bisa ndalang,” terang Rektor UAD, Dr. Kasiyarno, M.Hum., saat memberi sambutan dan membuka pagelaran wayang semalam suntuk di kampus 4 UAD, Jln. Ringroad Selatan, Tamanan, Bantul, Yogyakarta.

 

Pagelaran wayang yang dilangsungkan Sabtu (10/2/2018) dengan lakon “Semar Mbangun Kayangan” merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan Milad UAD ke-57. Saat ini, Ki Anom tercatat sebagai mahasiswa semester IV Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Agama Islam (FAI) UAD.

 

Menurut Kasiyarno, UAD memiliki kewajiban mengenalkan dan memopulerkan mahasiswanya yang memiliki bakat seperti Ki Anom. Dalam beberapa kesempatan, dalang muda ini pernah ditampilkan saat Program Pengenalan Kampus (P2K) UAD, milad, dan kegiatan lain. Ia juga pernah mementaskan pagelaran wayang di Cilacap, Semarang, Klaten, serta beberapa wilayah di Yogyakarta.

 

Salah satu yang perlu digarisbawahi menurut Kasiyarno, meskipun UAD kampus Islam, tetapi tidak anti terhadap seni dan budaya. UAD memiliki berbagai macam kesenian dan budaya yang dilestarikan. Di antaranya kelompok gamelan, tari, teater, dan musik.

 

“Saat ini UAD juga sedang dalam proses membuat sebuah film. Khusus di bidang seni, sudah banyak wadahnya. Banyak juga mahasiswa yang berprestasi.”

 

Sementara, Ki Anom Teguh Purwocarito yang saat ini tinggal di Pondok Pesantren Al Maun Tegalayang, Caturharjo, Pandak, Bantul, mengatakan kemampuan ndalang diperoleh dari keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Saat kecil, ia sering diajak nonton wayang oleh kakeknya. Laki-laki kelahiran Klaten ini mengaku sudah mulai belajar ndalang sejak kelas V SD.

 

“Di pondok, kemampuan saya lebih terasah. Selain mempelajari ilmu agama, saya terus mengembangkan kemampuan ndalang. Saya ingin melanjutkan cita-cita perjuangan Walisanga (Sunan Kalijaga). Dakwah Islam menggunakan media wayang,” ungkapnya yang belajar ndalang secara autodidak ini.

 

Sebagai orang Jawa, ia mengimbau masyarakat untuk melesarikan budaya. Dalang berusia 21 tahun ini tidak terima jika kebudayaan Jawa diklaim oleh negara lain. Hal yang membuatnya lebih tidak terima adalah ketika orang Jawa tidak melestarikan kebudayaannya sendiri. (ard)