Indonesia Darurat Narkoba
Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH
Peredaran narkoba di Indonesia saat ini begitu menghawatirkan, hal ini terlihat dari banyaknya kurir ataupun bandar narkoba yang ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan aparat penegak hukum lainnya. Tidak hanya menjadi sarang peredaran saja, bahkan saat ini Indonesia sudah menjadi salah satu negara produsen narkoba terbesar dengan banyak ditemukannya pabrik-pabrik pembuatan obat-obatan terlarang tersebut dalam skala besar. Menurut data BNN, pengguna narkoba di Indonesia saat ini mencapai 2,2 persen atau 3,8 juta dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sungguh ironis apabila kita melihat angka tersebut karena seolah-olah negara kita menjadi surga bagi para bandar narkoba. Tidak hanya kalangan remaja yang menjadi korban, tetapi juga kalangan artis, pilot, anggota DPR, pejabat pemerintah bahkan terakhir kejaksaan yang membuat kita semakin miris melihatnya.
Semakin meningkatnya kasus kejahatan narkoba seharusnya menjadi perhatian yang lebih dari pemerintah. Hal ini dikarenakan dampak negatif yang diakibatkan oleh kejahatan yang termasuk dalam kategori extra ordinary crime ini sangat berbahay dan mengancam masa depan bangsa. Narkoba dapat merusak masa depan pemuda bangsa karena mengkonsumsi narkoba dapat berakibat fatal bagi kesehatan kita. Seperti adanya penyakit HIV/AIDS, gangguan pada otak, gangguan sistem syaraf, gangguan jantung, gangguan paru-paru dan pencernaan. Di sisi lain mengkonsumsi narkoba dapat berdampak sosial dan ekonomi bagi penggunanya. Kerugian-kerugian tersebut seharusnya menjadikan pertimbangan bagi pemerintah untuk lebih serius dalam memberantas kejahatan narkoba.
Kebijakan pemerintah baru-baru ini yang memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba menjadi hukuman seumur hidup patut disesalkan. Alasan kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia tidak bisa dibenarkan, karena lebih tidak manusiawi apabila kita membiarkan generasi bangsa kita menjadi pesakitan karena mengkonsumsi narkoba. Tidak hanya itu, tidak jarang mereka harus meregang nyawa sia-sia karena overdosis sehingga alasan karena melanggar hak untuk hiduppun tidak bisa dibenarkan. Secara konstitusi juga sudah jelas bahwa negara kita memperbolehkan hukuman mati apalagi terjadi pada kasus extra ordinary crime. Kebijakan presiden memberi grasi pada terpidana bandar narkoba jaringan internasional tersebut sangat disayangkan, karena menjadikan semangat memberantas kejahatan narkoba menjadi hilang.
Ketidak pastian hukum yang ada di negara kita akan menjadikan peredaran narkoba semakin merajalela di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih ada celah hukum untuk lolos dari sanksi pidana yang telah ditetapkan. Ketika seorang pencuri singkong dihukum berat dan pencuri ayam sampai meregang nyawa karena dihakimi massa, tetapi disisi lain seorang bandar narkoba yang merugikan bangsa dan merenggut banyak nyawa justru mendapat keringanan hukuman. Tidak seimbang memang ketika kita melihat kasus diatas. Kelalaian pemerintah dalam memberikan grasi kepada bandar narkoba harus menjadi pelajaran agar kejadian serupa tidak terulang kembali sehingga semangat memberantas kejahatan narkoba terus berkobar untuk menyelamatkan masa depan bangsa.
Perlu sinergisitas antar lembaga penegak hukum dan pemerintah, sehingga tidak lagi melakukan blunder dalam setiap kebijakannya. Ke depan pemerintah dalam memberikan keringanan hukuman kepada terpidana narkoba juga harus mendapat rekomendasi dari BNN tidak hanya MA (Mahkamah Agung), karena lembaga itulah yang lebih memahami setiap kasus narkoba dibanding lembaga yang lain. Adanya sinergisitas dan koordinasi antar lembaga dapat memperkuat pemerintah dalam upaya memberantas kejahatan narkoba. Prestasi yang selama ini diraih BNN dan Menkumham dalam membongkar kasus-kasus besar peredaran narkoba tidak boleh lagi dinodai oleh kebijakan pemberian keringanan hukuman bagi para kurir ataupun bandar narkoba.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH
Peredaran narkoba di Indonesia saat ini begitu menghawatirkan, hal ini terlihat dari banyaknya kurir ataupun bandar narkoba yang ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan aparat penegak hukum lainnya. Tidak hanya menjadi sarang peredaran saja, bahkan saat ini Indonesia sudah menjadi salah satu negara produsen narkoba terbesar dengan banyak ditemukannya pabrik-pabrik pembuatan obat-obatan terlarang tersebut dalam skala besar. Menurut data BNN, pengguna narkoba di Indonesia saat ini mencapai 2,2 persen atau 3,8 juta dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sungguh ironis apabila kita melihat angka tersebut karena seolah-olah negara kita menjadi surga bagi para bandar narkoba. Tidak hanya kalangan remaja yang menjadi korban, tetapi juga kalangan artis, pilot, anggota DPR, pejabat pemerintah bahkan terakhir kejaksaan yang membuat kita semakin miris melihatnya.
Semakin meningkatnya kasus kejahatan narkoba seharusnya menjadi perhatian yang lebih dari pemerintah. Hal ini dikarenakan dampak negatif yang diakibatkan oleh kejahatan yang termasuk dalam kategori extra ordinary crime ini sangat berbahay dan mengancam masa depan bangsa. Narkoba dapat merusak masa depan pemuda bangsa karena mengkonsumsi narkoba dapat berakibat fatal bagi kesehatan kita. Seperti adanya penyakit HIV/AIDS, gangguan pada otak, gangguan sistem syaraf, gangguan jantung, gangguan paru-paru dan pencernaan. Di sisi lain mengkonsumsi narkoba dapat berdampak sosial dan ekonomi bagi penggunanya. Kerugian-kerugian tersebut seharusnya menjadikan pertimbangan bagi pemerintah untuk lebih serius dalam memberantas kejahatan narkoba.
Kebijakan pemerintah baru-baru ini yang memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba menjadi hukuman seumur hidup patut disesalkan. Alasan kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia tidak bisa dibenarkan, karena lebih tidak manusiawi apabila kita membiarkan generasi bangsa kita menjadi pesakitan karena mengkonsumsi narkoba. Tidak hanya itu, tidak jarang mereka harus meregang nyawa sia-sia karena overdosis sehingga alasan karena melanggar hak untuk hiduppun tidak bisa dibenarkan. Secara konstitusi juga sudah jelas bahwa negara kita memperbolehkan hukuman mati apalagi terjadi pada kasus extra ordinary crime. Kebijakan presiden memberi grasi pada terpidana bandar narkoba jaringan internasional tersebut sangat disayangkan, karena menjadikan semangat memberantas kejahatan narkoba menjadi hilang.
Ketidak pastian hukum yang ada di negara kita akan menjadikan peredaran narkoba semakin merajalela di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih ada celah hukum untuk lolos dari sanksi pidana yang telah ditetapkan. Ketika seorang pencuri singkong dihukum berat dan pencuri ayam sampai meregang nyawa karena dihakimi massa, tetapi disisi lain seorang bandar narkoba yang merugikan bangsa dan merenggut banyak nyawa justru mendapat keringanan hukuman. Tidak seimbang memang ketika kita melihat kasus diatas. Kelalaian pemerintah dalam memberikan grasi kepada bandar narkoba harus menjadi pelajaran agar kejadian serupa tidak terulang kembali sehingga semangat memberantas kejahatan narkoba terus berkobar untuk menyelamatkan masa depan bangsa.
Perlu sinergisitas antar lembaga penegak hukum dan pemerintah, sehingga tidak lagi melakukan blunder dalam setiap kebijakannya. Ke depan pemerintah dalam memberikan keringanan hukuman kepada terpidana narkoba juga harus mendapat rekomendasi dari BNN tidak hanya MA (Mahkamah Agung), karena lembaga itulah yang lebih memahami setiap kasus narkoba dibanding lembaga yang lain. Adanya sinergisitas dan koordinasi antar lembaga dapat memperkuat pemerintah dalam upaya memberantas kejahatan narkoba. Prestasi yang selama ini diraih BNN dan Menkumham dalam membongkar kasus-kasus besar peredaran narkoba tidak boleh lagi dinodai oleh kebijakan pemberian keringanan hukuman bagi para kurir ataupun bandar narkoba.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta