Membangun Sikap Guru
Sule Subaweh
Tentu masih terekam dalam ingatan kita tentang perilaku para siswa akhir-akhir ini. Beberapa waktu yang lalu, sebuah tragedi terbunuhnya siswa SMA akibat tawuran. Diberbagai media terlihat sikap anarkis siswa seolah menjadi budaya baru dalam benak mereka. Tentu ini menjadi catatan serius bagi para pendidik.
Melihat realitas itu peran guru menjadi sangat penting dalam hal mendidik dan membentuk sikap siswa agar tidak melakukan tindakan anarkhis. Agar guru memiliki manfaat lebih besar untuk mengatasi tawuran siswa, maka perlu melakukan evaluasi diri. Bisa jadi tawuran yang mengancam dirinya sendiri dan orang sekitar. Seperti tawuran bukan atas kemauan siswa, tetapi karena guru belum sepenuhnya bisa memahami sikap siswa.
Mengapa sikap penting untuk diperhatikan ? Sikap bisa membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter dalam dunia pendidikan. Slameto berpendapat bahwa sikap merupakan faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa dan merupakan sesuatu yang dipelajari, dan juga sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Tentu hal tersebut banyak tidak disadari oleh guru.
Dalam membentuk sikap, seharusnya guru memberikan tauladan yang baik pada siswa. Namun guru kadang tak mampu menunjukan sikap yang baik. Hal ini dapat dilihat pada beban persoalan guru masih dibawa di sekolah. Misalnya persoalan dengan istrinya dan anak-anaknya terimbas kepada murid di sekolah sebagai pengalihan.
Mengembangkan sikap
Dengan begitu guru harus mampu membangun sikap yang baik. Seperti bisa melakukan kontrol diri dan terampilan dalam memahami kehidupan mentalnya sendiri. Proses ini dapat berdampak positif pada guru untuk bisa menunjukkan kearifan dalam membimbing murid-muridnya dan lebih sayang terhadap mereka.
Rasa sayang ini tumbuh karena guru mengetahui kondisi batiniah yang mempengaruhi kelakuan siswa. Barangkali siswa melakukan tindakan agresif, melanggar aturan, dan bolos sekolah bukan atas kemauan sendiri, tetapi dipengaruhi oleh fakto-faktor lain yang dapat berpengaruh pada perkembangan jiwanya. Ketika guru mampu memahami akan kondisi mental atau faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut tidak serta merta menganggap siswa sebagai anak yang nakal, nambun bisa jadi mereka menjadi brutal karena sebagai korban dari pengaruh lingkungan negatif.
Oleh karena itu dalam mengatasi problem siswa guru perlu meneliti kondisi psikologis yang menyebabkan menyebabkan siswa berperilaku negatif. Mereka berperilaku negatif apakah dari kondisi lingkungan yang bertindak represif atau mendapat perlakuan cara-cara otoriter ? Atau faktor penyebab yang lain ?
Sesudah memahami kondisi siswa baru dilakukan pendekatan secara personal. Seperti membuat kegiatan kreatif untuk penyaluran energi, memberi pengertian perihal memberi dan menerima. Hal lain yang bisa dilakukan adalah menggunakan diskusi sebagai ganti dari perintah, larangan dan peraturan keras.
Proses itu tak disadari secara perlahan siswa meniru cara gurunya. Dengan begitu meski tak secara langsung guru memberi petuah, membikin siswa dengan sendirinya akan mengubah perilaku menjadi siswa yang baik, bahkan menjadi istimewa. Merujuk pada pendapatnya Yung bahwa bawah sadar mengandung dorongan-dorongan dan pengalaman-pengalaman yang diwarisi. Sehingga pada dasarnya guru adalah pewaris sifat dan sikap yang paling besar di sekolah.
(Artikel ini dimuat di Suara Merdeka)
Penulis adalah pengelola WEB Universitas Ahmad Dahlan
Sule Subaweh
Tentu masih terekam dalam ingatan kita tentang perilaku para siswa akhir-akhir ini. Beberapa waktu yang lalu, sebuah tragedi terbunuhnya siswa SMA akibat tawuran. Diberbagai media terlihat sikap anarkis siswa seolah menjadi budaya baru dalam benak mereka. Tentu ini menjadi catatan serius bagi para pendidik.
Melihat realitas itu peran guru menjadi sangat penting dalam hal mendidik dan membentuk sikap siswa agar tidak melakukan tindakan anarkhis. Agar guru memiliki manfaat lebih besar untuk mengatasi tawuran siswa, maka perlu melakukan evaluasi diri. Bisa jadi tawuran yang mengancam dirinya sendiri dan orang sekitar. Seperti tawuran bukan atas kemauan siswa, tetapi karena guru belum sepenuhnya bisa memahami sikap siswa.
Mengapa sikap penting untuk diperhatikan ? Sikap bisa membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter dalam dunia pendidikan. Slameto berpendapat bahwa sikap merupakan faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa dan merupakan sesuatu yang dipelajari, dan juga sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Tentu hal tersebut banyak tidak disadari oleh guru.
Dalam membentuk sikap, seharusnya guru memberikan tauladan yang baik pada siswa. Namun guru kadang tak mampu menunjukan sikap yang baik. Hal ini dapat dilihat pada beban persoalan guru masih dibawa di sekolah. Misalnya persoalan dengan istrinya dan anak-anaknya terimbas kepada murid di sekolah sebagai pengalihan.
Mengembangkan sikap
Dengan begitu guru harus mampu membangun sikap yang baik. Seperti bisa melakukan kontrol diri dan terampilan dalam memahami kehidupan mentalnya sendiri. Proses ini dapat berdampak positif pada guru untuk bisa menunjukkan kearifan dalam membimbing murid-muridnya dan lebih sayang terhadap mereka.
Rasa sayang ini tumbuh karena guru mengetahui kondisi batiniah yang mempengaruhi kelakuan siswa. Barangkali siswa melakukan tindakan agresif, melanggar aturan, dan bolos sekolah bukan atas kemauan sendiri, tetapi dipengaruhi oleh fakto-faktor lain yang dapat berpengaruh pada perkembangan jiwanya. Ketika guru mampu memahami akan kondisi mental atau faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut tidak serta merta menganggap siswa sebagai anak yang nakal, nambun bisa jadi mereka menjadi brutal karena sebagai korban dari pengaruh lingkungan negatif.
Oleh karena itu dalam mengatasi problem siswa guru perlu meneliti kondisi psikologis yang menyebabkan menyebabkan siswa berperilaku negatif. Mereka berperilaku negatif apakah dari kondisi lingkungan yang bertindak represif atau mendapat perlakuan cara-cara otoriter ? Atau faktor penyebab yang lain ?
Sesudah memahami kondisi siswa baru dilakukan pendekatan secara personal. Seperti membuat kegiatan kreatif untuk penyaluran energi, memberi pengertian perihal memberi dan menerima. Hal lain yang bisa dilakukan adalah menggunakan diskusi sebagai ganti dari perintah, larangan dan peraturan keras.
Proses itu tak disadari secara perlahan siswa meniru cara gurunya. Dengan begitu meski tak secara langsung guru memberi petuah, membikin siswa dengan sendirinya akan mengubah perilaku menjadi siswa yang baik, bahkan menjadi istimewa. Merujuk pada pendapatnya Yung bahwa bawah sadar mengandung dorongan-dorongan dan pengalaman-pengalaman yang diwarisi. Sehingga pada dasarnya guru adalah pewaris sifat dan sikap yang paling besar di sekolah.
(Artikel ini dimuat di Suara Merdeka)
Penulis adalah pengelola WEB Universitas Ahmad Dahlan