Memulai (Kembali) Generasi Baby Boomers
Dani Fadillah*
Dulu kita pernah mendengan istilah generasi baby boomers, sebuah generasi yang diramalkan adalah generasi yang akan menggebrak dunia karena memiliki kemapanan dalam hal ekonomi hingga kesehatan dan gaya hidup pada usia produktif mereka. Jika kita runut dari asal muasalnya, seharusnya person-person generasi baby boomers sudah mulai bermunculan sekarang. Di beberapa negara, generasi ini sudah mulai tampak, bagaimana dengan di Indonesia?
Menjadi generasi memiliki kemapanan dalam hal ekonomi hingga kesehatan dan gaya hidup bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja tanpa adanya kerja keras ketika ada dalam usia produktif. Mentalitas yang muncul adalah mentalitas ‘owner’, namun berapa tinggikah minat masyarakat kita, khususnya para youngster untuk menempuh jalan hidup sebagai seorang wirausahawan.
Asumsi menurut psikologi yang bersifat komunal, pada umumnya akan minim minat masyarakat menjadi entrepreneur pada negara bekas jajahan. Dan indonesi yang secara tekstual di berbagai buku pelajaran sekolah diceritakan mengalami penjajahan selama lebih dari 350 tahun, membawa dampak buruk terhadap berbagai sisi kehidupan masyarakat, salah satu yang telah rusak dalam ruh masyarakat kita yang pernah dijajah ini adalah jiwa entrepreneurship. Memang tidak semua bermental seperti ini, namun tidak sedikit yang seperti ini.
Ketika dijajah dahulu pribumi diposisikan sebagai pihak kelas pekerja, yang mengakibatkan jiwa kewirausahawan dalam diri masyarakat menjadi minim. Dan bahayanya seolah posisi kelas pekerja yang dibangun oleh para penjajah itu diturunkan pada anak cucu dalam bentuk mentalitas. Faktanya adalah masih sangat sedikit masyarakat indonesia yang menjadikan wirausaha sebagai pilihan utama dalam hidupnya.
Kenyataan selanjutnya dapat kita lihat pada saat dibukanya pendaftaran penerimaan calon pegawai negeri sipil (PNS), luar biasa peminatnya. Padahal posisi yang tersedia untuk PNS baru tidak sebanyak para pendaftar. Hingga jadilah kemudian banyak bermunculan cerita pilu para calon PNS, seperti ada yang menjadi korban penipuan padahal telah membayar puluhan hingga ratusan juta rupiah demi meraih cita-cita menjadi PNS.
Coba kita lihat perkembangan para entrepreneur tanah air dengan para wirausahawan dari negara-negara tetangga, mengutip hasil survei entrepreneur yang digelar Bank Dunia 2008 silam, menunjukkan perkembangan wirausahawan di Malaysia tercatat 4% dari total penduduk, dan Singapura mencapai 7,2% dari jumlah penduduk. Sementara Indonesia,baru tercetak sekitar 1,65% dari 240 juta penduduk.
Melihat fakta ini setidaknya dapat kita petakan enam kategori yang menghambat pertumbuhan wirausaha di Indonesia; Pertama, adanya masalah dalam aturan main. kerapnya mengalami gangguan keamanan dan berbagai pungutan liar adalah tanda-tanda kematian bagi pertumbuhan wirausaha. Kedua, kalkulasi bisnis para wirausahawan yang cukup dipengaruhi oleh kestabilan ekonomi makro. Ketiga, adalah permasalahan infrastruktur memiliki pengaruh signifikan khususnya dalam urusan biaya. Keempat, terkait permasalahan regulasi yang harus harus mendukung iklim entrepreneurship sehingga bisa bertumbuh dengan baik. Kelima, perlunya terjalin relasi yang harmonis antara pelaku wirausaha dengan institusi perbankan selaku pihak yang memiliki kebijakan untuk memberikan dukungan finansial. Kemudian yang keenam, permasalahan ketersediaannya SDM yang telah terasah kemampuannya.
Penulis yakin, pemerintah sebenarnya telah memetakan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku entrepreneur, bahkan lebih mendalam dari apa yang penulis sempat pikirkan. Lantas apa sekiranya kendala kita untuk mengatasi pertumbuhan wirausaha yang masih tertatih-tatih, bukankah kita semua sepakat kalau kaum wirausaha adalah motor pertumbuhan dan penyelamat ekonomi nasional? Pemerintah memang memiliki kewajiban untuk memuluskan tumbuhnya para wirausahawan di tanah air, namun inisiatif awal untuk menjadi seorang entrepreneur harus kita tumbuhkan terlbeih dahulu sembari mendesak agar pemerintah menjalankan fungsinya dengan baik bagi para pelaku wirausaha.
*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan
Dani Fadillah*
Dulu kita pernah mendengan istilah generasi baby boomers, sebuah generasi yang diramalkan adalah generasi yang akan menggebrak dunia karena memiliki kemapanan dalam hal ekonomi hingga kesehatan dan gaya hidup pada usia produktif mereka. Jika kita runut dari asal muasalnya, seharusnya person-person generasi baby boomers sudah mulai bermunculan sekarang. Di beberapa negara, generasi ini sudah mulai tampak, bagaimana dengan di Indonesia?
Menjadi generasi memiliki kemapanan dalam hal ekonomi hingga kesehatan dan gaya hidup bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja tanpa adanya kerja keras ketika ada dalam usia produktif. Mentalitas yang muncul adalah mentalitas ‘owner’, namun berapa tinggikah minat masyarakat kita, khususnya para youngster untuk menempuh jalan hidup sebagai seorang wirausahawan.
Asumsi menurut psikologi yang bersifat komunal, pada umumnya akan minim minat masyarakat menjadi entrepreneur pada negara bekas jajahan. Dan indonesi yang secara tekstual di berbagai buku pelajaran sekolah diceritakan mengalami penjajahan selama lebih dari 350 tahun, membawa dampak buruk terhadap berbagai sisi kehidupan masyarakat, salah satu yang telah rusak dalam ruh masyarakat kita yang pernah dijajah ini adalah jiwa entrepreneurship. Memang tidak semua bermental seperti ini, namun tidak sedikit yang seperti ini.
Ketika dijajah dahulu pribumi diposisikan sebagai pihak kelas pekerja, yang mengakibatkan jiwa kewirausahawan dalam diri masyarakat menjadi minim. Dan bahayanya seolah posisi kelas pekerja yang dibangun oleh para penjajah itu diturunkan pada anak cucu dalam bentuk mentalitas. Faktanya adalah masih sangat sedikit masyarakat indonesia yang menjadikan wirausaha sebagai pilihan utama dalam hidupnya.
Kenyataan selanjutnya dapat kita lihat pada saat dibukanya pendaftaran penerimaan calon pegawai negeri sipil (PNS), luar biasa peminatnya. Padahal posisi yang tersedia untuk PNS baru tidak sebanyak para pendaftar. Hingga jadilah kemudian banyak bermunculan cerita pilu para calon PNS, seperti ada yang menjadi korban penipuan padahal telah membayar puluhan hingga ratusan juta rupiah demi meraih cita-cita menjadi PNS.
Coba kita lihat perkembangan para entrepreneur tanah air dengan para wirausahawan dari negara-negara tetangga, mengutip hasil survei entrepreneur yang digelar Bank Dunia 2008 silam, menunjukkan perkembangan wirausahawan di Malaysia tercatat 4% dari total penduduk, dan Singapura mencapai 7,2% dari jumlah penduduk. Sementara Indonesia,baru tercetak sekitar 1,65% dari 240 juta penduduk.
Melihat fakta ini setidaknya dapat kita petakan enam kategori yang menghambat pertumbuhan wirausaha di Indonesia; Pertama, adanya masalah dalam aturan main. kerapnya mengalami gangguan keamanan dan berbagai pungutan liar adalah tanda-tanda kematian bagi pertumbuhan wirausaha. Kedua, kalkulasi bisnis para wirausahawan yang cukup dipengaruhi oleh kestabilan ekonomi makro. Ketiga, adalah permasalahan infrastruktur memiliki pengaruh signifikan khususnya dalam urusan biaya. Keempat, terkait permasalahan regulasi yang harus harus mendukung iklim entrepreneurship sehingga bisa bertumbuh dengan baik. Kelima, perlunya terjalin relasi yang harmonis antara pelaku wirausaha dengan institusi perbankan selaku pihak yang memiliki kebijakan untuk memberikan dukungan finansial. Kemudian yang keenam, permasalahan ketersediaannya SDM yang telah terasah kemampuannya.
Penulis yakin, pemerintah sebenarnya telah memetakan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku entrepreneur, bahkan lebih mendalam dari apa yang penulis sempat pikirkan. Lantas apa sekiranya kendala kita untuk mengatasi pertumbuhan wirausaha yang masih tertatih-tatih, bukankah kita semua sepakat kalau kaum wirausaha adalah motor pertumbuhan dan penyelamat ekonomi nasional? Pemerintah memang memiliki kewajiban untuk memuluskan tumbuhnya para wirausahawan di tanah air, namun inisiatif awal untuk menjadi seorang entrepreneur harus kita tumbuhkan terlbeih dahulu sembari mendesak agar pemerintah menjalankan fungsinya dengan baik bagi para pelaku wirausaha.
*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan