Mendampingi Anak pada Awal Masuk Sekolah

 

Tahun ajaran baru merupakan saat yang menggembirakan sekaligus menakutkan bagi sebagian anak, khususnya anak usia dini di mana ia mulai belajar melepaskan diri dari ketergantungan bersama orang tuanya. Masa yang menegangkan ketika ia harus bergabung dengan teman baru yang jumlahnya lebih banyak dari kelompok bermainnya. Berbagai perasaan bahagia muncul manakala anak melihat banyaknya mainan dan seragam warna-warni yang dikenakan oleh kawan-kawan yang belum ia kenal, guru-guru  yang belum pernah  pernah ia dijumpai. Ada perasaan cemas, apakah sekolahku juga sebaik rumahku? Apakah guruku juga sebaik ibu bapakku? Kecemasan seperti itu seringkali terjadi pada anak ketika awal masuk sekolah. Sehingga suasana sekolah, perangai guru, teman sebaya, alat permaianan, metode mengajar sangat menentukan keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri pada tahap pertama masuk sekolah. Jangan pernah mengabaikan masa ini, sebab sangat menentukan perjalanan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan sekolahnya. Kegagalan awal masuk sekolah dapat berakibat panjang sehingga memunculkan phobia terhadap sekolah (School phobia).

Kebiasaan yang ada di rumah, urutan kelahiran, suasana rumah, interakasi yang terjalin dalam keluarga, teman bermain dalam lingkungannya sangat berperan penting yang menyumbang bagi adaptasi anak dalam lingkungan baru. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga harmonis, dengan jalinan interaksi dua arah dan terbuka, perhatian dan kasih sayang yang tulus dari orang tua menjadikan anak berfikiran positif seperti apa yang dialaminya, sehingga memandang lingkunga baru terasa nyaman seperti yang ada di dalam rumahnya. Ia memiliki keyakinan bahwa teman-temannya baik, guru-gurunya juga baik seperti bapak ibunya, meski perasaan cemas apada awal masuk sekolah terjadi, namun bagi anak yang dibesarkan oleh situasi demikian akan mudah dalam merubah suasana negatif menjadi positif seperti pengalaman yang pernah dialami bersama keluarganya. Sebab pengalaman akan membentuk skema berfikir yang mempengaruhi suasana hati dan perilaku. Demikian sebaliknya jika pengalaman bersama keluarga penuh negatif dan kebencian, kurangnya kasih sayang, banyak tekanan serta rendahnya penghargaan terhadap anak. Pengalaman tersebut juga akan membentuk skema berfikir yang negative, skeptic dan penuh kecurigaan sehingga menjadikan anak kecemasannya lebih tinggi dan takut dengan lingkungan baru yang akan dimasukinya. Ia berfikiran bahwa teman, gurunya juga sama dengan apa yang didapatkan dalam hidupnya.

Anak bukanlah manusia dewasa yang bertubuh kecil, melainkan ia adalah makhluk yang baru tumbuh dan belajar mengenal diri dan lingkungannya. Maka jadikan mereka anak-anak yang nantinya tumbuh dan berkembang menjadi pribadi mandiri dan bertanggung jawab. Untuk itu, peran orang tua sebagai figure dalam mengukir masa depan adalah sangat menentukan. Keluarga bagi anak adalah surga, taman bermain pertama yang mengukir kenangan indah. Orang tua adalah guru pertama bagi anak yang dapat meyakinkan anak dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal selanjutnya.

Sekolah merupakan taman bermain kedua setelah di rumah  bersama orang tunya, sehingga guru di sekolah adalah ibu pengganti orang tua, sehingga figure seorang guru harus mencerminkan ibu yang penuh pengasuhan terhadap anak. Jika kedua taman indah berjalan seiring maka akan tumbuh dan berkembang berbagai potensi anak secara maksimal. Bagi orang tua yang bertanggung jawab, mempersiapkan anak pada tahun awal sekolah bukanlah sesuatu yang instan, melainkan penuh rancangan serta pemikiran yang kritis serta hati-hati. Mulai dari memilih sekolah, pilihlah sekolah dengan mempertimbangkan visi luarannya, melihat pengasuh atau gurunya, pengalaman dan metode mengajarnya, lingkungan sekitarnya serta jangan lupa melihat karakter anak sendiri. Pilih sekolah yang tepat sesuai dengan karakter anak, bukan keinginan orang tua. Banyak orang tua memasukkan sekolah anak karena kinginan dirinya sehingga yang muncul adalah anak yang bermasalah bagi perkembangan psikologisnya. Anak merasa tertekan, tidak nyaman sehingga terhambat dalam melakukan adaptasi. Bantulah anak dalam penyesuaian diri di awal masuk lingkungan baru. Amati dulu keberanian anak dalam beradaptasi dengan teman, guru serta lingkungan sehingga merasa nyaman.

Setelah itu sedikit demi sedikit ditinggal. Jika memang belum memiliki keberanian, temani dahulu beberapa saat sehingga tumbuh keyakinan. Beri informasi positif mengenai teman bermain, guru serta suasana yang menyenangkan di sekolah sehingga anak semakin nyaman dan merindukannya. Menanyakan suasana sekolah, apa yang diajarkan oleh gurunya adalah penting. Di sinilah anak merasa dihargai di samping mengajarkan anak untuk menguatkan ingatan serta kemampuan konsentrasi. Memberikan support serta reward merupakan penguat yang disarankan agar anak dapat mengulang perilaku positif  yang telah diajarkan oleh gurunya.

Penguat positif sangat diperlukan bagi anak yang masih dini usianya, penghargaan bagi anak adalah prestasi yang mendatangkan kegembiraan, meskipun hanya berupa pujian, acungan jempol, ciuman kasih sayang serta menempel hasil karya di sudut kamar atau ruang yang bisa dilihat orang banyak. Menyimpan atau mendokumentasikan hasil karya anak adalah sangat positif, kelak jika dewasa ia akan melihat kembali karya indah yang pernah dibuatnya, ia akan mengenang kembali masa kecilnya yang penuh ukiran kelembutan serta kasih sayang yang tulus dari orang-orang yang didambakannya. Yakni orang tua dan gurunya.

 

Alif Mu’arifah

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta