Perjumpaan Religiusitas dalam Puisi
“Dalam puisi, kita dapat mengalami perjumpaan religiusitas. Perjumpaan-perjumpaan itu, terdapat pada karya-karya Hamzah Fansuri, Hamka, Amir Hamzah, Chairil Anwar, AA. Navis, Kuntowijoyo, Sutardji Coulzum Bachri, Danarto, dan Abdul Hadi WM,” ucap Shohifur Ridho Ilahi dalam acara Forum Apresiasi Sastra (FAS) #59 dengan tema Sastra dalam al-Qur’an pada Rabu, (15/6/2016).
“Di Yogyakarta sendiri, pada tahun-tahun 1980-an hingga 1990-an, karya-karya yang mengambil spirit religiusitas dengan tema-tema sufisme juga semarak, terutama penyair-penyair yang lahir dan tumbuh di lingkaran kampus UIN Sunan Kalijaga. Untuk yang disebut terakhir, sidang musyawarah bisa melacaknya di buku Oposisi Sastra Sufi (2004) anggitan Aprinus Salam,” terangnya.
Sebagai orang yang bersinggungan dengan puisi, Ridho berpendapat bahwa puisi “Doa” karya Chairil Anwar adalah salah satu contoh perjumpaan yang intim antara agama dan sastra. Dua entitas itu lebur dan menyatu.
“Itu adalah salah satu puncak religiusitas seorang Chairil yang berdoa tanpa ratapan dan menghayati cinta kepada Tuhan tanpa umpama, tanpa sebab atau karena. Dan biarkan puisi yang mengharu biru ini menutup catatan kecil pada musyawarah sastra kali ini. Semoga Allah memaafkan saya,” ucapnya.
DOA
Tuhanku
dalam termangu
aku masih menyebut namaMu
biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling