Seminar Nasional: Peran Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi
Senin (2/05/2016), Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan seminar nasional yang mengusung tema “Peran Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi” di ruang auditorium kampus I. Acara ini diselenggarakan berkat bekerja sama Prodi Manajemen FE UAD dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) cabang Yogyakarta dan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Rektor II Drs. M. Safar Nasir, M.Si., Dekan FE Dra. Salamatun Asakdiyah, M.Si., para dosen FE, mahasiswa, dan tamu undangan dari instansi lain, di antaranya BCA, BNI, BPD, Bukopin, Bank Syariah Mandiri, BPR Solo, Asosiasi Program Studi Manajemen, Majelis Ekonomi PWM, Majelis Ekonomi PWA, serta ISEI.
Hadir sebagai pembicara yaitu Arif Budi Santoso (Direktur Bank Indonesia Kantor Perwakilan DIY), Dr. Taufik Hidayat, CFA. (Dosen Prodi Manajemen FE UAD), dan Robby Kusuma Harta (Ketua KADIN DIY). Seminar ini dimoderatori langsung oleh Roni Siyantoro selaku Pemimpin Redaksi Kedaulatan Rakyat Yogyakarta.
Dalam kesempatan pertama, Dr. Taufik Hidayat menyampaikan, dalam investasi, masyarakat Indonesia masih menjadi follower.
“Kalau masih dipertahankan jadi follower maka tidak akan dapat apa-apa, sifat follower tidak pernah untung,” ungkap Taufik.
Taufik juga menambahkan bahwa kondisi investasi di Indonesia masih jauh jika melihat potensi yang dimiliki, seperti asuransi, dana pensiun, dan pasar modal.
Ia melanjutkan, harus ada constraints dalam meningkatkan investasi, seperti Investmen Horizon pendek; pemahaman mengenai fungsi dan bagaimana melakukan investasi; masih rendahnya partisipasi masyarakat pada asuransi, dana pensiun, dan pasar modal; serta program kesejahteraan hari tua masih belum menjadi prioritas.
Sementara itu, Arif Budi Santoso selaku pembicara kedua dalam seminar ini, lebih melihat investasi secara makro khusus di DIY. Ia menjelaskan, sektor yang paling berperan yang mendorong pertumbuhan ekonomi DIY adalah sektor industri sebesar 13%, pertanian 10% , hotel dan restauran 10%, dan konstruksi 9%. Sedangkan untuk pariwisata mencapai 35%. Arif menerangkan alasan pariwisata lebih besar, yakni karena pariwisata dapat menggerakkan berbagai sektor usaha di antaranya, perdagangan, industri pengolahan, transportasi, dan info komunikasi. Ia juga menambahkan bahwa di tahun 2025 akan menjadi kota pariwisata, pendidikan, dan budaya.
Sementara untuk investasi di DIY, pada tahun 2015 akan mengalami penurunan 1,44% di banding tahun 2014. Pada tahun 2015 sebesar 4,34% dan tahun 2014 5,78%. Arif menjelaskan ada beberapa penghambat untuk investasi di DIY seperti mismatch (tenaga kerja, kualifikasi supply dan demand tidak sesuai), keterbatasan infrastruktur, dan kesulitan untuk memperoleh lahan. Arif juga menyarankan, jika berinvestasi di DIY sebaiknya yang berbentuk padat karya.
Dalam kesempatan yang sama, Robby menambahkan, kekuatan dan prospek yang dimiliki di DIY adalah di sektor pariwisata. Ia menjelaskan lima kekuatan yang dimiliki seperti, keris, batik, historis dan kultur, region spirituality, serta continually dan natural beauty. (doc)