bedah_buku_bedak_dalam_pasir_di_kampus_2_uad.jpg

Penantian 3 Dekade

 

Forum Apresiasi Sastra (FAS) bekerja sama dengan Masyarakat Poetika Indonesia dan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Univeristas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar launching dan bedah buku Bedak dalam Pasir karya Sule Subaweh. Buku kumpulan cerpen ini merupakan karya pertama Sule selama proses kreatifnya.

 

Hadir sebagai pembedah Joni Ariadinata, Presiden Cerpenis Indonesia. Ia juga merupakan alumnus UAD ketika masih bernama IKIP Muhammadiyah.

 

“Selama hampir 3 dekade saya terus menanti lahirnya cerpenis UAD. Meskipun sudah lepas dari UAD, saya terus mengamati perkembangan kesusastraannya. Saat ini sepertinya lebih banyak lahir penulis puisi (penyair) daripada cerpenis,” ungkap Joni mengawali pembicaraan di hall kampus 2 UAD, Jln. Pramuka 42, Sidikan, Yogyakarta.

 

Berbicara Bedak dalam Pasir, ia menyampakan apresiasinya terhadap Sule yang berani kembali pada konsep cerita realis dan sederhana seperti cerpen terdahulu.

“Penulis sekarang (muda) banyak menghindari penulisan cerita yang sederhana dan realis. Berbeda dengan Sule, ia tidak terbawa kekinian seperti cerpen-cerpen sekarang yang sukar dipahami. Setiap penulis memiliki tanggung jawab terhadap pilihannya.”

 

Lebih lanjut, Joni menjelaskan bahwa Sule pandai membaca realita di masyarakat. Hal-hal paling dekat ditulis menjadi sebuah cerita. Sebut saja cerpen dengan judul “Shaf yang Hilang”, “Wajah Lain Supriana”, dan beberapa lainnya.

 

Pada kesempatan ini, redaktur cerita pendek di salah satu media online ini juga menyambut gembira kemunculan cerpenis seperti Sule di UAD. Pasalnya, sudah 3 dekade sejak kiprah Joni di dunia kesusastraan Indonesa, tidak muncul lagi cerpenis yang diakui secara nasional.

 

Di sesi akhir diskusi, Joni memberikan tips bagi mahasiswa yang ingin menjadi seorang penulis. Syarat utamanya adalah harus terbiasa membaca buku dan menulis.

“Orang pintar di kampus berbeda dengan orang yang pintar sebagai penulis. Menjadi penulis jangan bergantung kepada kampus. Harus banyak berkomunikasi dengan komunitas di luar. Jika ingin menjadi penulis harus memiliki lawan kreatif, semakin banyak semakin baik. Dan yang paling penting adalah rajin ke perpustakaan meninggalkan perkuliahan,” ujarnya berkelakar. (ard)