Pelatihan PKM Fakultas Farmasi: Kreativitas tanpa Batas

      Departemen Keilmuan dan Pengembangan Farmasi (KPF) BEM Fakultas Farmasi berkerjasama dengan Pharmatech mengadakan pelatihan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada hari Minggu (6/10). Acara berlangsung dengan model diskusi panel di ruang 203 Fakultas Farmasi.

      Pelatihan yang mengusung tema “Kreativitas tanpa Batas” ini bertujuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa Farmasi tentang seluk beluk PKM. Hadir Dr. Laela Hayu Nurani, M.Si., Apt , Dr. rer. net. Endang Darmawan, M.Si dan Aziz Ikhsanuddin, M.Sc.,Apt. sebagai dosen pembicara. Dari mahasiswa, hadir empat pemenang PKM dari berbagai bidang. Mereka hadir Mary Fatriyah (PKM-P), Ferry Yusmiyato S.T (PKM-KC), Dinan Yulianto (PKM-T) dan Edwin Daru Anggoro, S.Farm.,Apt (PKM-M). Para pemenang PKM membagi pengalaman mereka agar mahasiswa lain ikut termotivasi mengikuti PKM selanjutnya.

      “Semoga setelah pelatihan ini semakin banyak mahasiswa Farmasi yang mengikuti PKM sehingga peluang untuk lolos PKM DIKTI dan lolos PIMNAS semakin lebar untuk Fakultas Farmasi,” ungkap Dr. Nining Sugihartini, M.Si., Apt selalu Wakil Dekan Fakultas Farmasi. Baiq Lenysia Puspita Anjani sebagai Ketua Panitia Pelaksana berharap pelatihan ini dapat bermanfaat sebagai batu loncatan mahasiswa untuk termotivasi mengerjakan PKM untuk mengharumkan nama Fakultas Farmasi UAD di kancah nasional.

      Program kerja terakhir dari Departemen KPF kali ini mencapai target peserta sebanyak 150 mahasiswa yang diikuti oleh mahasiswa seluruh angkatan dari angkatan 2010-2013. Iqlima, seorang mahasiswa peserta, menyatakan bahwa pelatihan tersebut membuat dirinya dapat menyusun proposal PKM dan juga skripsi dengan lebih baik.(Doc)

 

Kurikulum Berbasis Genre, Mungkinkah?

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UAD Yogyakarta

Beberapa waktu lalu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Prof Dr Mahsun menyatakan, pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 berubah arah dengan paradigma bahasa sebagai sarana berpikir. Untuk itu, kata Mahsun, Kurikulum 2013 membelajarkan Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre. Pertanyaannya, apa dan bagaimana pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre dari jenjang SD sampai SMA diterapkan?

Pernyataan Prof Dr Mahsun yang juga Guru Besar Linguistik Universitas Mataram itu, penting untuk digarisbawahi. Apa pasal? Praktisi bahasa dan terutama guru Bahasa Indonesia saat ini masih kebingungan dengan adanya pengintegrasian materi pelajaran sains (IPA) dengan Bahasa Indonesia. Hal itu, saya kira suatu hal yang wajar, mengingat para guru Bahasa Indonesia, terutama SD belum terlatih/terbiasa dengan pendekatan tematik-integratif.

Selain itu, para guru Bahasa Indonesia masih bingung akan pengertian teks atau genre. Dalam benak mereka, teks atau genre itu hanyalah bersifat bacaan, seperti buku, majalah, dan jurnal. Padahal, teks atau genre yang dibelajarkan dalam Kurikulum 2013 mencakup teks tulis dan lisan. Apabila ingin menargetkan siswa mampu memiliki keterampilan menyimak berita, maka teks atau genre yang dibelajarkan ialah bahan simakan berupa pembacaan berita.

Meski demikian, model pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre juga mengandung persoalan. Selain faktor guru yang belum memahami model pembelajaran tersebut, faktor evaluasi pembelajaran juga belum jelas. Misalnya, pelajaran Bahasa Indonesia digabungkan dengan pelajaran sains (IPA) di SD. Penggabungan kedua pelajaran itu, suka atau tidak, akan menyebabkan terjadinya penghilangan target-target kompetensi yang hendak dievaluasi guru.

Sebagai contoh, target kompetensi berbahasa siswa adalah berbicara. Sementara itu, target pengetahuan sains siswa adalah manfaat air hujan bagi kehidupan sehari-hari. Jika posisi Anda sebagai guru Bahasa Indonesia, lantas apa yang dapat diukur dari dua target tersebut, yang keduanya sama-sama akan dijadikan sebagai standar kompetensi lulusan? Solusinya sederhana: ujian bahasa untuk menilai kompetensi berbahasa, demikian pula ujian sains.

Faktor evaluasi pembelajaran, terlebih dalam pelajaran Bahasa Indonesia, lebih banyak dikembangkan lewat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Celakanya, faktor tersebut banyak diabaikan oleh para guru Bahasa Indonesia. Agaknya, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu memikirkan hal tersebut, dengan duduk bersama para pakar evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra. Semoga ini segera terwujud![]

Selamatkan Indonesia

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.

(Dosen Ilmu Budaya Universitas Ahmad Dahlan Yogyakart)

 

            Jika kita membandingkan layanan pemerintah antara negeri kita dengan negeri lain, kita akan merasa iri. Pelayanan umum di negeri lain sangat ramah, murah dan nyaman, ditambah lagi dengan jaminan keselamatan yang sangat memadai. Pelayanan yang disediakan pemerintah dari hasil pembayaran pajak masyarakat benar-benar bisa dirasakan semua kalangan. Kita ambil contoh sederhana saja di Malaysia, di negara yang umurnya lebih muda dari kita ini pelayanan umumnya sangat istimewa. Pelayanan transportasi seumpamanya, infrastruktur jalan sangat bagus, ongkos transportasi sangat murah.  Jika di bandingkan dengan ongkos di negeri kita, dua kali lebih murah dari di negeri kita. Padahal, dari tingkat pendapatan perkapitanya jauh lebih tinggi mereka. 

Hal ini sangat kontras dengan kondisi di negeri ini. Pelayanan umum pemerintah sangat mahal sehingga tidak terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Tidak semua masyarakat dapat menikmati fasilitas layanan pemerintah yang notabene diambil dari pajak rakyat. Jika pun murah pelayanannya sangat tidak memenuhi syarat kenyamanan dan keselamatan.

            Badan Usaha Milik Negera (BUMN) yang umumnya didanai dari pajak rakyat justru di jual kembali lebih mahal kepada rakyat. Rakyat dijadikan sapi perah. Masyarakat dianggap sebagai pasar potensial yang harus membayar mahal fasilitas umum. Pajak yang mereka bayarkan lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki otoritas. Layanan transportasi, komunikasi, kesehatan, pendidikan dan  lainnya dipatok standar harga swasta dengan alasan keseimbangan persaingan atau peningkatan layanan. Padahal seharusnya, layanan pemerintah harus lebih murah dan lebih baik dari swasta.

            Kebijakan seperti ini jika dibiarkan akan menimbulkan kondisi yang tidak baik bagi stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini. Ketidakadilan seperti inilah yang melahirkan banyak kekecewaan masyarakat atas kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, wajar jika lahir gerakan-gerakan spearatis di daerah-daerah tertentu. Gerakan ini lahir karena ketidakpuasan mereka atas kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan golongan tertentu di negeri ini. Tidak adanya pemerataan pembangunan juga menjadi pemicu adanya gerakan-gerakan sparatis yang membahayakan persatuan dan kesatuan negeri ini. 

Untuk bangkit dari keterpurukan, pemerintah harus berani mengambil langkah-langkah progresif untuk bisa mengembalikan kepercayaan rakyat di negeri ini. Pemerintah harus meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Perbaikan  perekonomian negeri ini dari hasil kekayaan negeri ini harus bisa dirasakan setiap golongan. Itu sebabnya perlu diambil langkah-langkah yang dapat menjaga stabilitas sosial, politik dan ekonomi di negeri yang makmur ini.

            Langkah-langkah penting yang perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas negeri ini diantaranya; Pertama, perlu dilakukan pengambilalihan aset-aset bangsa ini dari tangan asing. Gagasan Soekarno untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing di negeri ini nampaknya perlu digalakan kembali. Tindakan itu akan mampu mengembalikan kejayaan bangsa ini untuk menjadi negara yang makmur. Bangsa ini tidak akan pernah bisa berjaya sepanjang masih dalam kekangan  dan intervensi negara lain. Kekayaan alam bumi tercinta ini adalah modal utama untuk membangun bangsa ini.

Kedua, pemerintah harus menggalakan produk dalam negeri. Pemerintah memiliki kewenangan mengatur segala produk yang beredar di negeri ini. Itu sebabnya pengaturan terhadap persebaran produk perlu dikendalikan agar masyarakat tidak terjajah dengan produk-produk asing. Produk dalam negeri harusnya lebih diutamakan agar memberikan kesejahteraan rakyat banyak. Membanjirnya produk-produk luar negeri hanya akan memberi keuntungan pada segelintir orang.

Ketiga, masyarakat bangsa ini telah kehilangan identitas. Nilai-nilai luhur Pancasila yang ditanamkan oleh para Founding Father negeri ini telah luntur seiring dengan membanjirnya arus informasi yang sedemikian terbuka. Globalisasi telah menjadikan rakyat bangsa ini kehilangan arah, bahkan lupa terhadap identitas diri sendiri. Generasi penerus kita lebih bangga dengan produk budaya luar dibandingkan dengan budaya sendiri. Faham ini telah membawa perilaku yang menyimpang bagi sebagian besar generasi muda. Walhasil, negeri ini seolah negeri tidak bertuan, yang menjadi bancaan bagi banyak kekuasaan asing. Itu sebabnya pemerintah harus mengembalikan orientasi budaya masyarakat kepada ideologi bangsa, Pancasila.

Keempat, munculnya ormas-ormas gadungan yang saat ini menjamur di negeri ini akibat lemahnya pengeterapan hukum. Pemerintah harus mengatur dan mengendalikan organisasi-organisasi yang bisa melemahkan persatuan dan kesatuan. Setiap organisasi yang lahir akan membawa faham, pemikiran dan ideologi yang berbeda. Hal ini akan melahirkan kondisi mudahnya masyarakat dipecah belah dan diadudomba. Rakyat akan berperang melawan saudaranya sendiri, masing-masing saling tikam. Walhasil, negeri ini lemah dan rentan terhadap serangan dari negara lain.

Kelima, sudah saatnya bangsa ini mengevaluasi diri akan orientasi demokrasi yang diimplementasikan selama ini. Demokrasi yang kita anut sepertinya telah kebablasan. Kita menganut sistem demokrasi yang digaungkan oleh Amerika Serikat secara membabibuta. Kita sering bangga dicap sebagai negara yang paling demokratis, padahal sesungguhnya kita telah dipecah belah. Barat memuji kita karena telah berhasil memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat bangsa kita.

Keenam, pemerataan pembangunan di negeri ini harus segera direalisasikan. Adanya otonomi daerah merpupakan upaya untuk menyamaratakan hak atas kekayaan negeri ini. Namun hal ini haruslah diikuti kebijikan seimbang yang memberikan kekuatan pemerintah daerah membangun daerah dengan kekakayaan alam yang dimiliki. Pembangunan infrastruktur harus merata karena hal ini akan menjadi modal dasar pembangungan di setiap wilayah di negeri ini.

            Kita berharap pemilihan presiden 2014 akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak sekedar memikirkan kelompok dan golongannya sendiri. Seorang pemimpin yang berani pasang badan memperjuangan kemakmuran rakyat adalah impian atas terselesaikannya persoalan besar bangsa ini. Semoga!

Kreskit Adakan Pelatihan Menulis Inspiratif

Kreativitas Kita (Kreskit) UAD mengadakan sebuah pelatihan jurnalistik pada hari Minggu (29/9).  Organisasi ini mengadakan pelatihan jurnalistik dengan tema “Kupas Jurnalistik dengan Menulis Inspiratif”. Acara dilangsungkan di Auditorium Kampus II UAD dengan menghadirkan pembicara Budi Sardjono selaku cerpenis dan Redaktur Majalah Sastra Sabana. Hadir juga Soeparno selaku Redaktur Kedaulatan Rakyat. Masing-masing membawakan tema penulisan feature dan opini.

Pelatihan tersebut disambut dengan antusias. Sembilan puluh dua mahasiswa yang hadir terlihat bersemangat mengikuti arahan pembicara  untuk menulis sebuah opini dan feature. Minat peserta juga tertantang karena Soeparno sebagai pembicara menghadiahkan buku hasil karyanya untuk mahasiswa dengan tulisan paling menarik.

“Para peserta sangat senang karena selain menyimak materi, mereka juga diberikan hiburan dengan penampilan kelompok teater JAB yang sangat mengesankan,” ungkap Faidzah selaku Ketua Panitia. Ia pun berharap pelatihan jurnalistik kali ini dapat memberikan manfaat dan makin sering diadakan.(Doc/kreskit)

Mahasiswa Baru Psikologi Lakukan Bakti Sosial

Mahasiswa baru (angkatan 2013) Fakultas Psikologi UAD mengadakan acara bakti sosial. Pengumpulan dana bakti sosial telah dilakukan pada acara Program Pengenalan Kampus (P2K) 2-7 September lalu. Dana tersebut diwujudkan dalam paket sembako dan alat-alat tulis.

Berbeda dengan bakti sosial pada umumnya, kali ini para panitia dan mahasiswa Fakultas Psikologi mengundang 40 anak dari rumah singgah Indriyananti. Mereka diundang untuk menerima paket bantuan di Green Hall Kampus 1 UAD pada hari Minggu (15/9). Selain itu, paket sembako dan alat tulis juga didistribusikan di tiga tempat berbeda yaitu TBM Pelangi Umbulharjo, Panti Asuhan Bina Siwi Pajangan, dan Yayasan Satu Umat Magelang pada tanggal 21 dan 22 September.

Sekitar 300 mahasiswa baru Fakultas Psikolog turut serta dalam acara tersebut. Rizal selaku Ketua kegiatan bakti sosial mengatakan, “Kegiatan bakti sosial sengaja dibuat berbeda karena ingin melibatkan seluruh panitia dan mahasiswa baru, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya melibatkan perwakilan panitia dan mahasiswa baru saja.” Hadir pula dalam acara tersebut Rektor UAD, Dr. Kasiyarno, M.Hum. yang menutup acara dan foto bersama dengan anak-anak dari rumah singgah Indriyananti. (FT)

 

 

Mendampingi Anak pada Awal Masuk Sekolah

 

Tahun ajaran baru merupakan saat yang menggembirakan sekaligus menakutkan bagi sebagian anak, khususnya anak usia dini di mana ia mulai belajar melepaskan diri dari ketergantungan bersama orang tuanya. Masa yang menegangkan ketika ia harus bergabung dengan teman baru yang jumlahnya lebih banyak dari kelompok bermainnya. Berbagai perasaan bahagia muncul manakala anak melihat banyaknya mainan dan seragam warna-warni yang dikenakan oleh kawan-kawan yang belum ia kenal, guru-guru  yang belum pernah  pernah ia dijumpai. Ada perasaan cemas, apakah sekolahku juga sebaik rumahku? Apakah guruku juga sebaik ibu bapakku? Kecemasan seperti itu seringkali terjadi pada anak ketika awal masuk sekolah. Sehingga suasana sekolah, perangai guru, teman sebaya, alat permaianan, metode mengajar sangat menentukan keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri pada tahap pertama masuk sekolah. Jangan pernah mengabaikan masa ini, sebab sangat menentukan perjalanan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan sekolahnya. Kegagalan awal masuk sekolah dapat berakibat panjang sehingga memunculkan phobia terhadap sekolah (School phobia).

Kebiasaan yang ada di rumah, urutan kelahiran, suasana rumah, interakasi yang terjalin dalam keluarga, teman bermain dalam lingkungannya sangat berperan penting yang menyumbang bagi adaptasi anak dalam lingkungan baru. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga harmonis, dengan jalinan interaksi dua arah dan terbuka, perhatian dan kasih sayang yang tulus dari orang tua menjadikan anak berfikiran positif seperti apa yang dialaminya, sehingga memandang lingkunga baru terasa nyaman seperti yang ada di dalam rumahnya. Ia memiliki keyakinan bahwa teman-temannya baik, guru-gurunya juga baik seperti bapak ibunya, meski perasaan cemas apada awal masuk sekolah terjadi, namun bagi anak yang dibesarkan oleh situasi demikian akan mudah dalam merubah suasana negatif menjadi positif seperti pengalaman yang pernah dialami bersama keluarganya. Sebab pengalaman akan membentuk skema berfikir yang mempengaruhi suasana hati dan perilaku. Demikian sebaliknya jika pengalaman bersama keluarga penuh negatif dan kebencian, kurangnya kasih sayang, banyak tekanan serta rendahnya penghargaan terhadap anak. Pengalaman tersebut juga akan membentuk skema berfikir yang negative, skeptic dan penuh kecurigaan sehingga menjadikan anak kecemasannya lebih tinggi dan takut dengan lingkungan baru yang akan dimasukinya. Ia berfikiran bahwa teman, gurunya juga sama dengan apa yang didapatkan dalam hidupnya.

Anak bukanlah manusia dewasa yang bertubuh kecil, melainkan ia adalah makhluk yang baru tumbuh dan belajar mengenal diri dan lingkungannya. Maka jadikan mereka anak-anak yang nantinya tumbuh dan berkembang menjadi pribadi mandiri dan bertanggung jawab. Untuk itu, peran orang tua sebagai figure dalam mengukir masa depan adalah sangat menentukan. Keluarga bagi anak adalah surga, taman bermain pertama yang mengukir kenangan indah. Orang tua adalah guru pertama bagi anak yang dapat meyakinkan anak dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal selanjutnya.

Sekolah merupakan taman bermain kedua setelah di rumah  bersama orang tunya, sehingga guru di sekolah adalah ibu pengganti orang tua, sehingga figure seorang guru harus mencerminkan ibu yang penuh pengasuhan terhadap anak. Jika kedua taman indah berjalan seiring maka akan tumbuh dan berkembang berbagai potensi anak secara maksimal. Bagi orang tua yang bertanggung jawab, mempersiapkan anak pada tahun awal sekolah bukanlah sesuatu yang instan, melainkan penuh rancangan serta pemikiran yang kritis serta hati-hati. Mulai dari memilih sekolah, pilihlah sekolah dengan mempertimbangkan visi luarannya, melihat pengasuh atau gurunya, pengalaman dan metode mengajarnya, lingkungan sekitarnya serta jangan lupa melihat karakter anak sendiri. Pilih sekolah yang tepat sesuai dengan karakter anak, bukan keinginan orang tua. Banyak orang tua memasukkan sekolah anak karena kinginan dirinya sehingga yang muncul adalah anak yang bermasalah bagi perkembangan psikologisnya. Anak merasa tertekan, tidak nyaman sehingga terhambat dalam melakukan adaptasi. Bantulah anak dalam penyesuaian diri di awal masuk lingkungan baru. Amati dulu keberanian anak dalam beradaptasi dengan teman, guru serta lingkungan sehingga merasa nyaman.

Setelah itu sedikit demi sedikit ditinggal. Jika memang belum memiliki keberanian, temani dahulu beberapa saat sehingga tumbuh keyakinan. Beri informasi positif mengenai teman bermain, guru serta suasana yang menyenangkan di sekolah sehingga anak semakin nyaman dan merindukannya. Menanyakan suasana sekolah, apa yang diajarkan oleh gurunya adalah penting. Di sinilah anak merasa dihargai di samping mengajarkan anak untuk menguatkan ingatan serta kemampuan konsentrasi. Memberikan support serta reward merupakan penguat yang disarankan agar anak dapat mengulang perilaku positif  yang telah diajarkan oleh gurunya.

Penguat positif sangat diperlukan bagi anak yang masih dini usianya, penghargaan bagi anak adalah prestasi yang mendatangkan kegembiraan, meskipun hanya berupa pujian, acungan jempol, ciuman kasih sayang serta menempel hasil karya di sudut kamar atau ruang yang bisa dilihat orang banyak. Menyimpan atau mendokumentasikan hasil karya anak adalah sangat positif, kelak jika dewasa ia akan melihat kembali karya indah yang pernah dibuatnya, ia akan mengenang kembali masa kecilnya yang penuh ukiran kelembutan serta kasih sayang yang tulus dari orang-orang yang didambakannya. Yakni orang tua dan gurunya.

 

Alif Mu’arifah

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

 

 

 

Perguruan Tinggi, Korupsi, dan Akreditasi

Oleh Rendra Widyatama, SIP., M.Si

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UAD

 

Mengikuti berita-berita korupsi terutama yang ditangani oleh KPK, memperlihatkan pada kita sejumlah fakta bahwa sebagian pelaku ternyata lulusan perguruan tinggi. Tentu fakta tersebut memunculkan gugatan atas keseriusan perguruan tinggi dalam menghasilkan lulusan yang anti korupsi.

Bila direnungkan, sebenarnya ada sepercik harapan yang mungkin bisa dilakukan untuk memagari perguruan tinggi dari korupsi. Harapan tersebut datang dari pengaturan instrument akreditasi. Pengelola kampus terlebih para asesor BAN, pasti mengetahui bahwa salah satu borang akreditasi memusatkan perhatian pada alumni. Menurut hemat penulis, item inilah yang bisa dimanfaatkan bagi rekayasa system untuk menjaga kampus dari korupsi. Bila ada alumni yang korupsi, maka akan menjadi factor pengurang nilai akreditasi.

Ada dua syarat yang perlu dilakukan agar instrument akreditasi dapat mendukung tujuan ini. Pertama, perlu penyeragaman instrument evaluasi penelusuran alumni dalam mengungkap bagaimana respon pengguna pada lulusan dan integritas alumni.

Dalam standar 3 item 3.3.1.c borang akreditasi, ditanyakan tentang kualitas alumni. Pada item tersebut perlu ditambahkan item yang mengungkap data ada atau tidak adanya alumni yang berbuat korupsi. Bila ada alumni yang terbukti korupsi, maka otomatis akan mengurangi nilai akreditasi, dengan rumus tertentu. System nilai akreditasi perlu diatur secara terbuka yang dapat berubah sepanjang waktu, agar memberikan ruang control bagi kampus.

Prasyarat kedua, perlu adanya integrasi data base dan system komunikasi online yang baik minimal antara 4 pihak, yaitu kampus, Dikti, Badan Akreditasi Nasional, dan penegak hokum, termasuk KPK. Dengan system seperti ini, maka bila penegak hukum mencatat ada lulusan perguruan tinggi yang melakukan korupsi, data tersebut akan otomatis terhubung dengan BAN, DIKTI, dan perguruan tinggi yang bersangkutan. System seperti ini membuat kampus tidak akan bisa menutupi fakta alumninya yang berbuat korupsi.

System seperti ini sangat mungkin dijalankan. Dipastikan, system ini mampu mendorong kampus menyusun pakta integritas yang lebih keras bagi alumninya. Selama ini, jabatan akademik professor dan kesarjanaan dapat dicabut bila seseorang terbukti melakukan plagiarisme. Mekanisme seperti ini bisa diperluas bagi kasus alumni yang korupsi, misalnya kampus mencopot gelar kesarjanaan alumni sehingga berbagai hak terkait dengan kesarjanaan tersebut hilang. Tindakan keras seperti ini diharapkan mampu memberi efek kejut yang signifikan bagi semua cititas akademika, termasuk alumni.

System seperti ini, diyakini akan membuat perguruan tinggi berupaya mengatur diri makin keras, termasuk membuat aturan untuk memaksa agar alumni menjaga integritasnya. Kampus bisa saja meniru organisasi Ikatan Dokter yang dapat mencabut hak dan legalitas praktek bila ada dokter yang melakukan kesalahan.

Luas diketahui, akreditasi merupakan status sangat penting bagi institusi kampus. Kredibilitas institusi akan tercermin melalui status akreditasi. Bila dianalogikan sebagai tubuh manusia, perguruan tinggi merupakan organ hati. Organ vital ini akan memompa darah ke seluruh tubuh. Manakala organ ini rusak, peredaran darah juga terganggu, dan membuat kesehatan tubuh bermasalah. Sebaliknya bila hati sehat, ada harapan, tubuh akan sehat. Dengan demikian, perguruan tinggi perlu dijaga kesehatannya agar tidak menghasilkan alumni yang gampang tergoda pada korupsi. Ingat, kampus akan menghasilkan lulusan yang akan menjadi para pemimpin masyarakat, sehingga selayaknya ia dijaga ketat agar tak dekat-dekat dengan korupsi, termasuk lulusannya.

Pembunuhan Karakter Anak oleh Orang Tua dan Guru yang Jarang Disadari

Dra. Alif Muarifah., S.Psi., M.Si

Dosen Universitas Ahmad Dahlan

Setiap anak yang lahir di dunia merupakan amanah yang dibekali dengan berbagai potensi hebat berupa kepekaan, kecerdasan, penglihatan serta pendengaran yang luar biasa bagusnya. Jika sejak dini sampai masa anak-anak berlangsung disadari dan dikembangkan  dengan cara yang kondusif, akan terbentuk anak hebat yang sangat mengagumkan.  Namun pada kenyataannya, banyak orang tua dan guru tidak memahami akan potensi tersebut sehingga dalam proses  belajarnya salah dan menyimpang.

Jika kita melihat pendidikan yang berlangsung di Negara yang telah maju dan sadar terhadap potensi besar tersebut, maka anak merupakan asset yang harus diperhatikan dan dibina se awal mungkin dalam proses pembelajarannya, sehingga ia menjadi pribadi yang mandiri, cerdas serta bercharacter. Kesadaran orang tua dalam pendidikan, peran guru dalam pembelajaran, system pemerintahan yang mendukung  serta keikutsertaan masyarakat mempunyai andil besar untuk mewujudkan impian tersebut. Seringkali beberapa aspek tersebut tidak konsisten dalam menjalankan tanggungjawab  atau malah saling bertolak belakang.

Manusia adalah makhluk edukandum yang mampu dididik dan diarahkan serta dikembangkan melebihi kehebatan computer secanggih apapun. Sebab otak manusia merupakan organ yang membantu untuk berfikir serta menyimpan berbagai informasi yang didapatkan melalui semua indera dan disimpan dalam memory dengan daya simpan yang basa bertahan  lama bahkan seumur hidupnya.  Diantara  masa bayi sampai pada kisaran 10 tahun, sel otak pada anak memiliki fleksibilitas yang tinggi, sehingga dengan bermain dengan suasana yang menyenangkan dapat mengembangkan imaginasi serta kreativitas yang begitu tinggi. Sebab bagi anak, bermain merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan sehingga banyak kegiatan belajar yang dilakukan dalam suasana tersebut mampu merubah kejenuhan dan kebisanan anak sehingga menumbuhkan semangat kembali. Selain dapat  dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh anak, dengan bermain yang menyenangkan  dapat dipakai untuk melatih daya konsentrasi anak sehingga ia dapat terfokus terhadap kegiatan tertentu. Konsentrasi merupakan sesuatu yang esensi dalam kehidupan, terutama bagi anak yang akan memasuki dunia sekolah sehingga ia lebih siap untuk mendapatkan materi yang lebih meningkat dari jenjang sebelumnya. Melalui bermain anak akan belajar mendapatkan pengalaman, 30 % dari apa yang didengar, 40 dari yang dilihat, 60 % dari yang dilakukan dan 90 % dari yang dilihat, didengar dan dilakukan.

Anak akan melakukan hal-hal  sesuai dengan apa yang di lihat dan dicontohkannya, sehingga jika diberikan  pelatihan secara continue dan berulang  dapat  menimbulkan habit akan berpengaruh terhadap perkembangan kognisi selanjutnya, yakni memperkuat relasi antar neuron kemampuan akademik yang memiliki keguanaan pada perkembangan di masa yang akan datang. Sebab pada usia dini otak anak belum terisi oleh banyaknya persoalan hidup sehingga daya kemampuan untuk menangkap informasi serta daya simpan dalam memory begitu tajam. Banyaknya latihan bicara yang diberikan akan memperkuat keterampilan berbahasa. Anak yang dilatih dengan kelembutan, kesungguhan, kedisiplinan memiliki pengaruh dalam perkembangan social, kognisi serta keperibadian.  Belajar harus berfokus pada kontektual, bukan tekstual, sehingga mengajarkan kepada anak harus  konsisten dan penuh kesungguhan sehingga akan menumbuhkan character yang kuat.  

 

Namun kenyataan banyak yang didapati anak dalam proses belajar tidak semulus harapnnya, banyak dari mereka mendapatkan perlakuan yang tidak layak dengan berbagai pembunuhan character yakni pemunculan kalimat negative, kelemahan serta kekurangan yang dimiliki anak. Sejak dulu, manusia seringkali dipandang sebagai makhluk yang bermasalah. Lebih-lebih aliran behavioristik yang memandang manusia sebagai sesuatu mekanik yang penuh dengan berbagai masalah. Juga pandangan aliran klasik psikoanalisis yang selalu  melihat kenangan masa lalu sebagai penyebab penderitaan yang ada saat ini. Mereka lebih banyak mengedepankan  kekurangan dibandingkan dengan kelebihan yang ada pada manusia Sehingga pembelajaran yang seringkali dilakukan kebanyakan berorientasi kepada pandangan-pandangan yang dapat merusak bahkan membunuh character atau potensi alamiah yang diberikan oleh Tuhan dengan berjuta kebaikan.

Pada  kenyatannya  setiap anak manusia selalu mendambakan kebahagiaan serta  terbebas dari masalah yang menghimpitnya. Mereka memiliki keinginan untuk dihargai, disanjung, dikasihsayangi, dimiliki, humor, optimism  serta dimunculkan nilai-nilai kebaikan  lainnya sehingga menjadikannya berarti dan bermakna. Mengedepankan nilai positif tidak hanya bermanfaat untuk meningkat kemampuan serta mengembangkan kreativitas anak, melainkan juga dapat digunakan untuk menyembuhkan stress dan gangguan mental lainnya. Sebab pengobatan bukan hanya memperbaiki yang rusak; pengobatan juga berarti mengembangkan apa yang terbaik yang ada dalam diri kita.” (Seligman). Untuk membangun character maka lebih berfokus pada kelebihan manusia bukan pathogenesis. Pathogenisis akan membuat manusia semkin terpuruk dan jauh dari potensi dasar yang sebenarnya. Sebagai orangtua, guru serta anggota masyarakat kita dapat memahami mengapa hal-hal yang positif  susah dikembangkan atau sering diabaikan? Sebab emosi negatif lebih memiliki efek serta pengaruh yang kuat terhadap perasaan nyaman yang subyektif dalam beradaptasi dibandingkan emosi positif. Kesedihan, penderitaan, sakit hati lebih berkesan dibanding rasa bahagia. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli didapatkan bahwa  marah adalah emosi yang dipelajari, yang dapat  menurunkan ketegangan serta menimbulkan kepuasan, sehingga ada kecenderungan untuk mengulangi hal yang dirasa nyaman. Padahal jika dianalisis secara mendalam atas dampak yang dilakukan sangatlah tinggi, baik ditinjau dari aspek fisik maupun psikologis.

Pengusaha Tahu dan Tempe Tidak Perlu Galau

 

Dr.Dwi Suhartanti.,M.Si

Dosen Biologi FMIPA

Kepala Pusat Studi Dinamika Sosial

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

 

Saat ini para perajin tahu dan tempe sedang galau. Galau karena harga kedelai yang sangat mahal dampak dari melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar. Demonstrasi agar pemerintah menurunkan harga kedelai terjadi di Palembang, Jabodetabek, Sukabumi, Yogyakarta dan daerah lainnya. Pemerintah diam seribu basa, tak berdaya. Perajin tahu tempe, mogok nasioanal hari ini. Di Jabodetabek para perajin tahu tempe tak produksi mulai  tanggal 9 September sampai 3 hari ke depan. Di Palembang akan dimulai mogok esok hari dan diikuti didaerah daerah lain di Indonesia. Konsumen jadi ikut galau, tak dapat makan tahu dan tempe.

Sungguh ironis, Indonesia yang merupakan penghasil, penemu tempe, masyarakatnya mayoritas mengkonsumsi tahu dan tempe, saat ini tidak dapat memproduksi dan makan tahu dan tempe. Lebih Ironis dan menyedihkan jika mogok tidak produksi tahu dan tempe berlanjut sampai berkepanjangan, akibat tidak mampunya perajin tahu dan tempe tidak mampu membeli kedelai sebagai bahan baku.  Bisa jadi Indonesia kedepan menjadi negara pengimport tahu dan tempe trerbesar di dunia.  Dan Jepang menjadi negara eksportis tau dan tempe bagi Indonesia. Sungguh sangat memprihatinkan.

Dengan mogoknyap perajin tahu dan tempe, selain konsumen yang rugi, perajinpun rugi, karena tidak ada pemasukan uang untuk keperluan biaya hidup yang saat ini juga sangat tinggi. Angka kemiskinan meningkat, pemgangguran meningkat, maka kriminalitas juga akan meningkat. Apakah tidak ada solusi untuk masalah ini ?. Ada solusi yang bagus. Perajin tempe tidak perlu mogok produksi, konsumen senang dapat makan tahu dan tempe, angka kemeskinan dapat dikendalikan dan kriminilitas dapat teratasi.

Para perajin tahu dan tempe TIDAK PERLU GALAU. Air rebusan tahu dan tempe yang rata rata per 1 kg kedelai menghasilkan SISA AIR REBUSAN 5 liter. Jika produksi tahu dan tempe 1 ton, menghasilkan rata rata 3000 – 5000 liter SISA AIR. Sisa air mari kita olah menjadi berbagai berbagai makanan olahan, dengan cara yang sangat mudah , dan mempunyai prospek penjualan yag tinggi, bahkan jika ditekuni akan menghasilkan keuntungan yang lebih dibanding dengan produksi uatamanya yaitu tahu dan tempe. Para perajin tahu dan tempe dilatih MENGOLAH AIR SISA REBUSAN. Mari kita bahu membahu, mari pemerintah dengan  para akademisi kita bantu para perajin tahu dan tempe agar TIDAK PERLU GALAU. Pusat Studi Dinamika Sosial Universitas Ahmad Dahlan siap membantu.

MP UAD Bergabung APMAPI untuk Penguatan Kualitas dan Perkuat Jaringan

Pada Mukernas I APMAPI di Malang telah terbentuk pengurus inti yaitu: Ketua Umum: Prof. Udin Syaefudin Saud, Ph.D. (UPI), Sekretaris Umum: Dr. Imran Arifin, M.Pd. (UM), Team formatur dari PTN dan PTS. Pengurus dan formatur dipersyaratkan peserta yang memiliki linieritas bidang Manajemen/Administrasi Pendidikan.

Menurut Dr. Dwi Sulisworo delegasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Mukernas bersama Dr. Widodo, Selasa (1/10), memandang Mukernas ini sangat penting karena dapat mendorong pada penguatan kualitas prodi Manajemen Pendidikan (MP), jaringan kerja dengan prodi MP di perguruan tinggi lain, serta program-program kerjasama yang dilakukan dengan fasilitasi APMAPI.

APMAPI adalah Asosiasi Program Studi Manajemen/Adminisrasi Pendidikan Indonesia. Mukernas I  yang diselenggarakn di Universitas Negeri Malang (UM) pada 30 September-3 Oktober 2013 dihadiri oleh hampir seluruh program studi S2 dan S3 se-Indonesia. Target mukernas adalah mematangkan deklarasi APMAPI yang akan dilakukan di UPI Bandung pada Maret 2014.

APMAPI penting dibentuk karena adanya penguatan yang semakin tinggi pada lembaga pendidikan yang berkualitas pada berbagai jenjang pendidikan. Langkah dalam waktu dekat setelah Deklarasi  APMAPI adalah konsolidasi prodi-prodi manajemen/administrasi pendidikan S1, S2, dan S3 agar semakin jelas kompetensi dan kualifikasinya dalam berkontribusi bagi pendidikan Indonesia. (dan’s)