MABA FTI 2013 Lakukan Bakti Sosial

Mahasiswa baru Fakultas Teknologi Industri (FTI) UAD telah selesai menjalani kegiatan Program Pengenalan Kampus (P2K). Sebagai kegiatan penutup, mereka melakukan kegiatan bakti sosial. Tahun ini, bakti sosial disalurkan ke SD Muhammadiyah Dukuh Widaran, Bantul pada hari Ahad (15/9).

            Sekitar 290 mahasiswa baru FTI UAD melakukan bakti sosial tersebut guna meningkatkan rasa solidaritas pada sesama. Pengumpulan bakti sosial telah dilakukan saat berlangsung acara P2K pada 2–7 September 2013 lalu. Hasilnya, sejumlah alat tulis dan uang tunai.

Acara penyerahan bakti sosial dilakukan di Kampus III. Hadir dalam acara tersebut, Wakil Dekan FTI, Endah Sulistiawati S.T., M.T., Gubernur BEM-FTI, Ketua HMPS, panitia, pendamping P2K FTI, dan mahasiswa baru FTI serta Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Dukuh Widaran Bapak Jumair, S.Pd., M.Pd. yang sekaligus menarima secara simbolis.(Doc)

Profesor dari Prancis Isi Kuliah Umum Astronomi UAD

Program sarjana dan pascasarjana Pendidikan Fisika UAD menyelenggarakan kuliah umum dengan tema Understanding the Universe: Introduction to Astronomy. Hadir sebagai pemateri dalam kuliah umum tersebut, Prof. Michel Dennefeld dari Institute  d’astrophysique de Paris. Pemateri menyampaikan pengenalan astronomi di ruang sidang Kampus I pada hari Senin (16/9).

Menurut Muhammad Taufik Raisal, S.Pd., kuliah umum ini sangat penting. Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim, sangat membutuhkan perhitungan astronomi. Semisal, penentuan waktu shalat dan awal bulan. Penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal masih menjadi polemik perdebatan setiap tahun. “UAD sebagai amal usaha organisasi Muhammadiyah yang notabene adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia membutuhkan pengetahuan ini,” terangnya.

Ia berharap kuliah umum dapat meningkatkan minat dan pengetahuan mahasiswa tentang astronomi. Lebih jauh lagi, diharapkan dapat memicu semangat mahasiswa untuk menjadi ahli-ahli astronomi Indonesia di masa mendatang.(Doc)

Indonesia di Ambang Kehancuran

Oleh: Wajiran, S.S., M.A.

(Dosen Ilmu Budaya Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

 

Ciri-ciri indonesia di ambang kehancuran sudah semakin jelas. Negeri yang subur makmur ini menjadi incaran banyak negara. Ancaman dari luar dan dari dalam semakin terasa. Krisis multi dimensi ini sulit disembuhkan; penguasaan aset-aset negara oleh asing semakin merajalela, serangan ideologis, politis dan ekonomis oleh negara lain terasa semakin gencar, hilangnya identitas bangsa dengan semakin pudarnya rasa nasionalisme masyarakat di negeri ini, juga gurita korupsi yang semakin akut.

Ironisnya, masyarakat seolah semakin menikmati adanya gempuran yang bertubi-tubi ini. Tanpa merasa terancam, masyarakat dengan senang hati lebih memilih produk luar negeri dibandingkan produk sendiri. Masyarakat lebih membanggakan identitas budaya lain ketimbang budaya sendiri. Sikap hedonisme menjadi panutan semua kalangan di negeri ini. Lebih memprihatinkan lagi, penguasa negeri ini tanpa merasa berdosa memeras rakyatnya sendiri dengan dalih kesejahteraan, menjual aset-aset negeri ini kepada fihak asing. Tidak jarang penguasa memperkosa rakyat dengan menjual jasa perusahaan dalam negeri kepada rakyatnya dengan harga yang sangat mahal. Penguasa negeri ini telah menyalahgunakan kekuasaan untuk memeras rakyatnya sendiri.

Kondisi memprihatinkan ini jika dibiarkan tentu akan mengancam eksistensi bangsa ini. Kejayaan bangsa ini akan segera pudar seiring dengan memudarnya rasa nasionalisme masyarakat bangsa ini. Saat ini kecenderungan untuk bergantung kepada negara lain sudah sangat jelas. Seperti misal, pengadaan bahan makanan kita sudah sedemikian tergantungnya dengan orang lain. Sekedar persoalan kedelai dan daging sapi, yang seharusnya menjadi produk andalan negeri agraris ini, malah  yang terjadi sebaliknya. Dua komoditas ini menyadarkan betapa bodoh dan lemahnya bangsa kita dibandingkan dengan bangsa lain. Negara yang gemah ripah loh jinawi, justru kebutuhan kedelainya bergantung pada Amerika Serikat yang notabene memiliki iklim yang tidak lebih baik dari kita.

 

Tanda-tanda kehancuran

Seorang pakar pendidikan karakter dari Amerika mengatakan ciri-ciri kehancuran sebuah negara ditandai dengan adanya ketidakseimbangan masyarakat itu sendiri. 1). Meningkatnya kekerasan remaja, 2). Penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk, 3). Meningkatnya perilaku merusak diri (narkotika, miras, seks bebas dll), 4). Semakin kaburnya pedoman moral, 5). Menurunnya etos kerja, 6). Rendahnya rasa tanggungjawab individu/bagian dari bangsa, 7). Rendahnya rasa hormat pada orang tua/guru, 8). Membudayanya ketidakjujuran, 9). Pengaruh kesetiaan  kelompok remaja yang kuat dalam kekerasan, 10). Meningkatnya rasa curiga dan kebencian terhadap sesama (Ganiem, 2013).

Ciri-ciri kehancuran sebuah negara yang disampaikan oleh Thomas Lickona tersebut nampaknya sudah nyata di depan mata kita. Kekerasan remaja sudah seperti hal biasa di negeri ini. Lahirnya kelompok-kelompok remaja seperti geng motor yang beberapa bulan lalu menghebohkan bangsa ini adalah bukti adanya kecenderungan anak muda pada kekerasan. Tidak ketinggalan golongan tua pun, banyak melahirkan kelompok-kelompok radikal yang lebih mementingkan golongannya sendiri. Kelompok-kelompok ini suka menebarkan isu-isu kebencian terhadap golongan lain.

Masyarakat sudah semakin permisif, masing-masing mementingkan diri sendiri dengan tidak memperdulikan lingkungan disekitarnya. Sikap individualis sudah menjadi panutan di negeri ini. Akibatnya, pergaulan bebas telah mendarah daging di masyarkat. Negeri yang notabene mayoritas muslim ini, telah mengalami penggerusan identitas. Nilai-nilai luhur bangsa dan agama telah dikesampingkan diganti dengan nilai-nilai sekuler, liberal dan individualis. Hal ini merupakan bukti kemengan barat di dalam menanamkan nilai-nilai ideologis mereka pada masyarkat kita.

 

Upaya preventif

Adanya berbagai gejala negatif di ranah sosial dan politik di negeri ini harus segera diselesaikan. Jika masyarakat bangsa ini terlena dengan buaian sanjungan dan pujian negara lain atas sistem demokrasi di negeri ini, kita akan hancur dengan sendirinya. Kita tidak boleh terlena dengan sanjungan yang semu tersebut. Sebaliknya kita harus berhati-hati terhadap setiap nilai dan ideologi yang masuk ke negara ini. Penyaringan terhadap nilai-nilai itu perlu dilakukan karena serangan ideologis lebih berbahaya dibandingkan dengan invasi militer sekalipun. Itu sebabnya kewaspadaan dan kehati-hatian atas pengambilan kebijakan di negeri ini perlu dilakukan.

Pemerintah memiliki peran penting di dalam menjaga keberadaan bangsa ini. Pemerintah selaku penentu aran pembangunan harus mengambil langkah-langkah strategis agar kejayaan bangsa ini tetap diakui oleh bangsa lain. Tidak ada musuh terberat di dunia ini kecuali musuh terhadap diri sendiri. Jaman penjajahan kita telah terbukti berjaya karena telah berhasil mengusir penjajah di negeri ini. Namun sekarang ancamannya bukan penjajahan fisik, tetapi penjajahan ideologis, politis dan ekonomis akan menjadi tangtangan terberat masyarakat bangsa ini.

Itu sebabnya perlu diambil langkah-langkah strategis untuk menjaga eksistensi bangsa ini:

Pertama, perlu dilakukan pengambilalihan aset-aset bangsa ini dari tangan asing. Gagasan Soekarno untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing di negeri ini nampaknya perlu digalakan kembali. Pengambilalihan perusahaan asing di negeri ini akan mampu mengembalikan kekayaan sekaligus kejayaan bangsa ini untuk menjadi negara yang makmur. Bangsa ini tidak akan pernah bisa berjaya sepanjang masih dalam kekangan  dan intervensi negara lain. Salah satu hal yang memgang peranan penting adalah kekayaan alam yang terdapat di bumi tercinta ini.

Kedua, pemerintah harus menggalakan produk dalam negeri. Pemerintah memiliki kewenangan mengatur segala produk yang beredar di negeri ini. Itu sebabnya pengaturan terhadap persebaran produk perlu dikendalikan agar masyarakat tidak terjajah dengan produk-produk luar negeri. Produk dalam negeri harusnya lebih diutamakan agar memberikan kesejahteraan rakyat banyak. Membanjirnya produk-produk luar negeri hanya akan memberi keuntungan pada segelintir orang. Padahal banyaknya produk luar negeri nyata-nyata telah menjadi ancaman vital atas eksistensi negara ini.

Ketiga, masyarakat bangsa ini telah kehilangan identitas. Nilai-nilai luhur Pancasila yang ditanamkan oleh para Founding Father negeri ini telah luntur seiring dengan membanjirnya arus informasi yang sedemikian terbuka. Globalisasi telah menjadikan rakyat bangsa ini kehilangan arah, bahkan lupa terhadap identitas diri sendiri. Pancasila dianggap barang aneh dan asing bagi generasi muda di negeri ini. Generasi penerus kita lebih bangga dengan produk budaya luar negeri dibandingkan dengan budaya sendiri. Faham ini telah membawa perilaku yang menyimpang bagi sebagian besar generasi muda. Walhasil, negeri ini seolah negeri tidak bertuan, yang menjadi bancaan bagi banyak kekuasaan asing. Itu sebabnya pemerintah harus mengembalikan orientasi budaya masyarakat kepada ideologi bangsa, pancasila.

Pembatasan terhadap faham-faham sekuler dan faham apapun yang dapat mengancam identitas bangsa perlu dikendalikan. Pengendalian ini penting dilakukan mengingat derasnya arus informasi telah menjadikan masyarakat negeri ini kehilangan arah. Ideologi pancasila seolah tidak berdaya, bahkan dianggap sudah hilan ditelan bumi. Terbukti banyak masyarakat kita yang tidak faham falsafah negara ini. Negara-negera kuat adalah mereka yang dengan sagala daya upaya mempertahankan identitas bangsanya. Negara-negara seperti Cina, Jepang, Korea dan Amerika adalah negara-negara yang komit terhadap identitas bangsanya. Tidak jarang negara-negara tersebut tidak malu-malu menunjukan lambang negaranya dimana pun mereka berada. Tetapi bagaimana dengan khasus masyarakat kita. Lambang negara hanya keluar setahun sekali, itupun dengan pemahaman nilai yang sangat kering.

Keempat, munculnya ormas-ormas gadungan yang saat ini menjamur di negeri ini akibat lemahnya pengeterapan hukum. Pemerintah harus mengatur dan mengendalikan organisasi-organisasi yang bisa melemahkan persatuan dan kesatuan. Setiap organisasi yang lahir akan membawa faham, pemikiran dan ideologi yang berbeda. Hal ini akan melahirkan kondisi mudahnya masyarakat dipecah belah dan diadudomba. Rakyat akan berperang melawan saudaranya sendiri, masing-masing saling tikam dengan teman sendiri. Walhasil, negeri ini lemah dan rentan terhadap serangan dari negara lain.

Kelima, sudah saatnya bangsa ini mengevaluasi diri akan orientasi demokrasi yang diimplementasikan selama ini. Demokrasi yang kita anut sekarang ini sepertinya telah kebablasan. Kita menganut sistem demokrasi yang digaungkan oleh Amerika Serikat secara membabibuta. Kita sering bangga dicap sebagai negara yang paling demokratis, padahal sesungguhnya kita telah dipecahbelah. Barat memuji kita karena meraka telah berhasil memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat bangsa kita.

Siapapun yang memimpin negara ini kiranya perlu mempertimbangkan kembali sistem demokrasi kita yang telah salah arah ini. Lahirnya banyak partai yang begitu menjamur di negeri ini nyata-nyata telah menyulitkan kita sendiri. Kondisi ini semakin melemahkan ikatan emosional sesama masyarakat. Bukan hanya itu, lahirnya multi partai juga semakin memboroskan anggaran di pemerintahan kita. Sistem kepemimpinan kita semakin lemah dimana komando dari atas  kebawah semakin lemah. Walhasil, budaya korupsi merajalela dari Sabang sampai Meroke. Kondisi ini juga semkain mempersulit penyelesaian masalah di negeri ini.

Kita hanya berharap mudah-mudahan pertolongan Tuhan hadir kembali pada rakyat bangsa ini. Di jaman penjajahan, kekuatan persatuan dan kesatuan umat telah mampu mengobarkan semangat mengusir penjajah di negeri ini. Anugrah Tuhan telah menyatukan umat manusia yang ada di negeri ini bersatu padu membentuk sebuah kekuatan yang tidak terkalahkan oleh senjata-senjata super canggih.  Itu sebabnya kita berharap uluran tangan Tuhan datang kembali kepada bangsa ini, sebelum bangsa ini benar-benar berada dalam kehancuran. Semoga!

Baca artikel lain di www.wajiran.com

Gerbong Kereta Argo Wilis Eksekutif no 1 C1, 17 Sep. 13

Pentingnya Emosi Anak Dikendalikan

Alif Mu’arifah

Program Studi PGPAUD

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Berbicara tentang emosi seringkali berkaitan dengan kemarahan, padahal tidaklah demikian. Emosi merupakan ekspresi dari pada perasaan yang dinampakkan dari berbagai bentuk perilaku, antara lain gembira atau senang, sedih, mangkel, marah, malu, bingun takut dan lain sebagainya. Bagi orangtua, guru pemerhati anak, pengasuh bahkan para pembantu yang ada di rumah sebagai asisten orang tua yang banyak kegiatan di luar, harusnya memiliki kepandaian dalam memahami emosi.

Emosi bukanlah sesuatu yang sederhana, melainkan melibatkan aspek dan dinamika yang kompleks, selain bersifat genetis, juga dipengaruhi oleh lingkungan serta budaya dimana mereka berada. Pernyatan emosi tidak semuanya muncul secara ekspresif melainkan ada yang diungkapkan melalui simbol. Simbol untuk menilai emosi positif dan negative tentu saja berbeda. Ada gejala yang diekspresikan melalui gerakan tubuh, pancaran muka bahkan berkaitan dengan kardiovasculer (detak jantung, keluarnya keringat dingin), BAB dab BAK dsb. Kita telah paham bahwa  senyuman, mata berbinar, wajahnya ceria, merupakan ekspresi emosi positif. Bagi yang negative dapat dikenali dengan gejala, keluarnya keringat dingin, BAB dan BAK, wajah cemberut, menutup diri, menangis, menghentak-hentakkkan kaki, memukul, bahkan dapat tergambarkan melalui tulisan puisi atau nyanyian yang dikumandangkan. Yang paling penting adalah respon kita ketika menghadapai ungkapan emosi tersebut.

 Semakin tambah usia, pernyataan yang berkaitan dengan ungkapan emosi tentu berbeda, tambah usia berarti tambah berkembang pikirannya, maka ia akan semakin pandai dalam mengungkap isi hatinya. Respon positif maupun negative akan membentuk prototype atau gambaran yang akan disimpan dalam memorinya dan akan dipakai untuk  merespon balik terhadap lingkungan. Jika anak diperlakukan positif, maka ia akan berlaku positif , jika negative dia akan negative. Bahkan, jika orang tua ragu dan tidak konsisten merespon balik, anakpun demikian. Sebagai orang tua, guru, pemerhati anak bahkan calon orang tua atau para remaja yang nantinya akan menjadi orang tua, sejak awal harus belajar untuk memahami mula awal perkembangan emsosi. Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Sehingga, tidak menganggap remeh dan lebih menyiapkan diri.  Dari sinilah bermula anak belajar sejarah mengenai diri, mengapa sulit mengendalikan diri, mengapa ia menjadi anak yang suka menuntut, mengapa sulit dikendalikan atau bahkan menyimpang dari norma.

Awal perkembangan (khususnya masa bayi), pernyataan emosi anak lebih banyak berkaitan dengan kondisi fisik yang tidak mengenakkan. Misalanya badan sakit, lapar, panas/gerah dll. Anak belum dapat memahami secara langsung kondisi lingkungan dan apa yang perlu ia lakukan. Benar-benar lingkungan eksternal atau orang dewasa yang mesti harus paham apa yang harus dilakukannya. Jangan sekali-kali mengira bahwa perkembangan emosi pada usia dini adalah tidak penting, anak dianggap masih kecil dan bisa diperlakukan seenaknya sendiri. Inilah yang sangat berbahaya. Sebab tanda-tanda yang diekspresikan melalui simbol-simbol di atas jika tidak direspon atau diremehkan bahkan diabaikan memiliki efek psikologis yang berbahaya bagi perkembangan anak. Seringkali orang tua hanya menilai bahwa ketika usianya semakin berkembang, perilaku yang tidak menyenangkan dianggap munculnya secara mendadak, yang tidak berkaitan dengan masa lalunya di mana ia bermula mengenal lingkungan. Seringkali orang dewasa tidak mau memahami sehingg semua dikembalikan kepada anak lagi. Efek inilah yang menjadikan permasalah-permasalah bagi perkembangan perilaku anak. Yang akhirnya seringkali memunculkan berbagai penyimpang dengan berbagai bentuk, kemarahan yang susah dikendalikan, suka berkelahi, perilaku bullying, suka ngambeg, mudah terpancing atau mogok sekolah dll.

Anak adalah asset, yang kelak akan menajadi penerus keluarga, menjadi pejuang tangguh yang akan membawa bangsa menjadi beradab. Oleh sebab itu, pernyataan emosi ketika masih bayi atau usia balita perlu diperhatikan dan direspon dengan sebaik-baiknya. Jangan mengabaikan sedikitpun pada usia emas ini. Waktu tidak akan dapat diulang atau diputar kembali, sehingga golden age adalah dasar dalam membentuk karakter dasar dalam mengembangkan semua kecerdasan yang dapat dioptimalkan setelahnya.

 Banyak ahli telah melakukan riset dari berbagai Negara dengan ras, budaya yang berbeda, hasil temuanya hampir semuanya mendukung pentingnya masa balita. Di mana keterlibatan orang tua dan lingkungan bagi perkembangan psikologis anak merupakan aspek yang sangat penting. Di antaranya dengan memberikan respon terhadap semua emosi anak dengan cara yang baik dan tidak berlebihan. Misalnya ketika anak memberontak, menangis dan berteriak, cobalah dipahami faktor penyebabnya, jangan langsung bereaksi dengan kemarahan sehingga tidak akan mencapai titik temu. Ajaklah anak mendiskusikan permasalahan yang dihadapi meskipun anak belum memahami, terangkan dengan penuh kesabaran serta kasih sayang yang tulus, di mana letak masalahnya. Dengan mengajak dialog interaktif, meski anak belum paham, membelai anak dengan kelembutan. Semua itu  akan membuat perasaan anak menjadi tenang sehingga ia terasa nyaman dan bahagia. Pengalaman yang membahagiakan inilah yang melandasi bagaimana ia akan berinteraksi atau mersespon orang lain atau lingkungannya. Berikan maaf ketika ia keliru sehingga ia akan belajar memafkan orang lain. Ajarilah ia menerima kesalahan dengan tulus, maka ia akan dapat menerima kesalahan orang lain dengan tulus pula. Biarkan anak merenungi kesalahannya sehingga ia akan menemukan kebenaran. Memeluk, mengelus kepala anak ketika sedang marah dapat meredakan emosinya. Berikan support pada anak yang perilakunya positif, dengan cara menyanjung, memberi hadiah ciuman, acungan jempol atau hal lain yang bisa dimengerti oleh anak sangat disarankan sehingga akan terjadi pengulangan terhadap perilaku tersebut.

Hal lain yang sangat bermanfaat dalam mengarahkan emosi anak adalah dengan metode mendongeng. Selain dapat meningkatkan daya imaginasi, manfaat dongeng yang lain adalah dapat mengarahkan emosi anak menjadi lebih baik. Bagi balita dongeng tentang binatang yang memiliki pesan moral sangatlah bagus. Jika orang tua, guru dan pemerhati anak dapat mengamati karakter hewan dan merubahnya menjadi dongeng yang menarik dan rajin disampaikan menjelang tidur maka berbagai reaksi emosi negative anak akan dapat diatasi. Yang paling penting adalah bagaimana agar dapat tercita keuletan, kesabaran, ketulusan serta hati yang bersih dalam mendidik anak. Sebab ketulusan akan melahirkan kelembutan, cinta serta kasih sayang.

DEPRESIASI RUPIAH vs HARGA TEMPE

 

Dini Yuniarti, S.E., M.Si

Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan

Pengusaha tempe berhenti berproduksi,  Pengusaha Tahu Kelimpungan, pengusaha tempe dan tahu minta bea masuk kedelai dihapus, harga kedelai naik pengrajin tempe naikkan harga.  Itu beberapa judul tulisan di media akhir-akhir ini. Tulisan-tulisan tersebut sebagai respon naiknya harga kedelai impor. Gonjang-ganjing melemahnya  nilai tukar rupiah akhir-akhir dipicu kenaikan harga kedelai impor. Rupiah mengalami pelemahan bahkan sempat menembus di atas  Rp. 11.000.  Keadaan  depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ini terjadi karena adanya desakan faktor eksternal maupun internal. Rencana The Fed untuk mengurangi stimulus moneternya menyebabkan menguatnya mata uang dolar Amerika Serikat terhadap rupiah dan beberapa mata uang lainnya. Selain itu, dari sisi internal transaksi berjalan Indonesia turut  mendorong kondisi ini, seperti  dilaporkan Bank Indonesia selama tahun 2012 transakasi berjalan kita mengalami defisit di mana kondisi tersebut terus berlanjut di tahun 2013 ini.

Pelemahan rupiah ini membawa pengaruh bagi perekonomian Indonesia bahkan langsung menyentuh kehidupan masyarakat. Depresiasi nilai tukar rupiah harus dibayar dengan meningkatnya harga-harga barang impor. Fenomena pengusaha tempe dan tahu merupakan gambaran nyata pengaruh langsung depresiasi rupiah tersebut di mana harga kedelai  impor  mengalami kenaikan. Sebagai contoh adalah harga kedelai di tingkat pasar tradisional Yogyakarta seperti dilansir Republika Online yang mengalami kenaikan dari Rp 8.000,00-Rp.9.000 menjadi Rp. 10.000, atau ada kenaikan  harga 10-20 persen.  Demikian pula dengan daerah lainnya mengalami  hal yang serupa. Imbasnya adalah pada produsen dan pada akhirnya konsumen.

Naiknya harga kedelai tersebut menyebabkan produsen tempe dan tahu mengalami kesulitan, bahkan beberapa melakukan mogok produksi. Kenaikan harga kedelai menyebabkan produsen kesulitan menghadapi  kenaikan biaya produksi, padahal di sisi lain untuk menutupi kenaikan biaya tersebut tidaklah mudah dengan menaikkan harga jual tempe dan tahu karena berkaitan dengan daya beli masyarakat. Meskipun ada yang menaikan harga,  produsen yang lain mensiasatinya dengan memperkecil ukuran dengan harga jual yang sama. Tidak naiknya harga namun dengan ukuran yang lebih kecil pada hakekatnya sama saja dengan lebih mahalnya harga tempe atau tahu tersebut. Dari ilustrasi tersebut terlihat bahwa depresiasi rupiah berhadap-hadapan langsung dengan harga tempe.

Komoditas tempe dan tahu merupakan bahan pangan yang dekat dengan keseharian masyarakat,  di mana pemenuhan protein yang terjangkau berasal dari komoditas ini. Namun apabila harga tempe dan tahu saja turut naik bagaimana masyarakat akan memenuhi kebutuhan proteinnya. Keadaan ini tentunya sungguh memprihatinkan.  Padahal kedelai hanya satu dari beberapa komoditas pangan yang masih diimpor oleh Negara kita. Beberapa komoditi tersebut seperti beras, jagung, biji gandum, tepung terigu, garam, minyak goreng, susu, bawang merah, daging sapi, gula dan lainnya pun sebagian masih impor. Bisa dibayangkan jika komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan harga, masyarakat tentunya akan bertambah sulit apalagi setelah deraan kenaikan harga BBM dan tarikan harga karena Lebaran yang lalu. Depresiasi  rupiah akan menyebabkan harga-harga komoditas impor tersebut akan naik dan pada akhirnya akan mempengaruhi harga-harga domestik dan memberatkan masyarakat.

Sebenarnya sebagian besar dari komoditas impor tersebut dapat diproduksi di Indonesia. Namun dengan alasan pasokan yang belum memenuhi, maka impor bahan pokok atau pangan masih menjadi pilihan. Padahal apa jadinya bila perekonomian kita terutama pangan mengandalkan komoditas-komoditas dari impor. Tentunya pemenuhan pangan akan menjadi rentan akan tarikan-tarikan eksternal dan mendorong perekonomian kita tidak sustain. Padahal pangan merupakan pemenuhan  yang mendasar bagi setiap warganegara.

Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika saat ini semoga menjadi trigger bagi pemerintah untuk meningkatkan prioritas pada swasembada pangan selain penguatan sector keuangan  dalam hal ini nilai tukar rupiah tentunya.  Bila dilihat dari mayoritas komoditas impor pangan tersebut, sebagian besar sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri, di mana komoditas kedelai termasuk di dalamnya. Ada angin segar yang datang dari Timur Indonesia untuk kedelai, di mana Provinsi Papua Barat telah berhasil menanam kedelai dan mengalami panen Raya bulan Juli  2012 lalu di mana panen raya perdana sebesar 1,5 ton per hectare melebihi perhitungan nasional sebesar 1,3 ton per hektar. Di tahun 2013 ini Provinsi Papua Barat rencananya menyiapkan lahan seluas 4.600 hektar seperti dilansir Tempo.com. Artinya dengan  perencanaan dan dukungan program, dan manajemen yang serius produksi kedelai itu bisa diwujudkan. Semoga mimpi swasembada pangan bisa terwujud, sehingga turbulensi ekonomi global terutama nilai tukar tidak akan langsung berpengaruh kepada  perekonomian khususnya sektor pangan kita dan harga tempe tidak harus berhadap-hadapan langsung dengan depresiasi rupiah.

 

Kuliah Umum Dosen Universitas Leiden

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UAD mengadakan kuliah umum pada hari Rabu, 11 September 2013 bertempat di ruang audit Kampus III UAD. Kuliah umum diberikan oleh Solita Sarwono M.A., M.P.H., Ph.D., pengajar sekaligus peneliti di Universitas  Leiden, Belanda dan guru besar Universitas Kyoto, Jepang. Solita Sarwono yang pernah aktif mengelola FKM Universitas Indonesia (UI) ini memaparkan materi kesehatan reproduksi dan kekerasan dalam rumah tangga.

Rangkaian kuliah umum tidak hanya diikuti mahasiswa tetapi juga para dosen FKM. Selain menambah wawasan bagi para mahasiswa, kuliah umum dapat meningkatan jaringan internasional FKM. Wakil Dekan FKM, Yuniar Wardani S.K.M., M.P.H. mengungkapkan, “Kuliah umum diharapkan dapat meningkatkan akreditasi dan membuat FKM UAD lebih dikenal mancanegara.” Kegiatan ini juga bermanfat bagi civitas akademik untuk meningkatkan kualitas pengetahuan tentang kesehatan masyarakat. Terlebih lagi, belum ada kerja sama dengan universitas di Belanda. “Ini kesempatan yang baik untuk melebarkan sayap hingga ke mancanegara,” pungkasnya. (TS)

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto: Supervisi Pendidikan Belum Sesuai Harapan

Senin (9/9/2013), program studi S2 Manajemen Pendidikan (MP) UAD menyelenggarakan kuliah perdana di ruang sidang Kampus I. Kuliah bertemakan “Supervisi dan Perbaikan Kinerja Mutu Pendidikan”. Hadir sebagai pemateri Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, pakar pendidikan yang juga dosen S2 MP UAD dan Susi Anto, M.Pd. sebagai wakil Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) DIY. Kuliah perdana diikuti oleh 13 dosen dan 67 mahasiswa, diantaranya 20 mahasiswa baru dan 3 mahasiswa asing.

Supervisi merupakan kegiatan pengawasan, bukan untuk mencari kesalahan namun mengandung unsur pembinaan agar kekurangan yang ada dapat diperbaiki. Supervisi bukan semata-mata melihat hal yang salah tapi juga untuk menunjukkan hal-hal yang harus diperbaiki. Secara umum, pembinaan merupakan bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan. Lebih khusus lagi, peningkatan mutu mengajar dan belajar.

Suharsimi menyampaikan tentang model supervisi klinis. Supervisi dianalogikan dengan klinik dalam bidang kedokteran. Ia mencontohkan, orang sakit datang ke klinik atas kemauan sendiri, tidak ada dokter meminta pasien untuk berobat ke klinik. Demikian pula guru. Guru yang menghadapi permasalah diharapkan datang ke pengawas untuk dibimbing sehingga pengawas dapat memberikan bantuan sesuai yang dibutuhkan oleh guru tersebut.

Model supervisi klinis berikutnya dicontohkan dengan pasien yang didiagnosa berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil laboratorium tersebut akan menunjukkan jenis penyakit. Demikian halnya, pengawas mengumpulkan data dari laboratorium supervisi dengan mengambil informasi tentang guru melalui kunjungan kelas, wawancara dengan siswa, mengamati kegiatan, mencermati dokumen, dan diskusi terfokus.

Kenyataannya, masih banyak guru yang tidak datang ke pengawas. Hal ini disebabkan pengawas lebih sering menempatkan diri sebagai sosok yang menakutkan karena kedudukannya yang lebih tinggi. Banyak guru merasa khawatir dengan kekurangan yang dimiliki. Bahkan, menyembunyikan masalah agar tidak diketahui pengawas. Selain itu, jumlah pertemuan antara pengawas dan guru terbatas karena pengawas jarang datang ke sekolah.

Berbagai hasil penelitian, pengamatan, dan pengalaman menyatakan bahwa supervisi pendidikan belum sesuai dengan harapan dan tujuan diselenggarakannya program. Susi Anto mengatakan, “Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas belum berhasil. Supervisi tidak maksimal, kehilangan ruhnya.” Supervisi yang dilakukan tidak menghasilkan informasi dan data yang sebenarnya. “Jarang dilakukan inspeksi secara mendadak, apalagi diam-diam. Lazimnya, sudah ada pemberitahuan terlebih dahulu satu hari sebelumnya,” tambah Susi Anto.

Susi Anto mencontohkan keberhasilan supervisi di SMP N 4 Pakem, Sleman. Kepala Sekolah melakukan pengawasan secara intens, berkomunikasi baik dengan pengawas, serta menjaga hubungan baik dengan guru dan murid. Pembinaan dan pendampingan juga dilakukan bagi guru-guru yang masih memiliki kekurangan dalam mengajar sehingga dapat meningkatkan berbagai prestasi sekolah tersebut. Salah satunya, menjadi sekolah dengan nilai Ujian Nasional (UN) tertinggi di DIY. Cerita tersebut seperti membuktikan ungkapan Suharsimi, “Supervisi pendidikan yang baik dan benar akan meningkatkan mutu pendidikan.” (dan’s)

 

Rektor UAD Sambut 9 Mahasiswa dari Malaysia

Kamis (12/9/2013) Dr. Kasiyarno, M.Hum. menyambut kedatangan 9 Mahasiswa dari Universitas Malaya (UM) Malaysia. Sembilan mahasiswa tersebut akan melanjutkan studi  di Jurusan Bahasa Arab UAD. Pertemuan yang berlangsung di ruang rektor tersebut juga dihadiri Abdul Mukhlis, S.Ag. selaku Ketua Prodi Bahasa dan Sastra Arab dan Wakil Rektor IV (Bidang Kerja Sama dan Urusan Internasional) Prof. Dr. Sarbiran, Ph.D.

Azwan, salah satu mahasiswa UM berharap kerja sama dengan UAD dapat berjalan dengan baik. Lebih lanjut mahasiswa berkaca mata tersebut menuturkan, meskipun Bahasa Indonesia dan Malaysia hampir namun tetap membutuhkan proses adaptasi. “Kami akan belajar lebih keras lagi,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Sarbiran berharap meraka dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. “Gunakan diskusi dengan teman dan dosen. Komunikasi itu penting untuk meningkatkan pengetahuan. Kami terbuka bagi mahasiswa jika ada yang ingin ditanyakan,” ungkap Sarbiran dalam sambutannya.

Sementara itu, tiga mahasiswa UAD juga hendak menuju Malaysia. Adnan, Tukijan, dan Fikih Maisaroh akan berangkat tanggal 17 September. “Mahasiswa dari UAD akan belajar di sana selama satu semester,” terang Abdul Mukhlis.

Sebelumnya, mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UAD mengirimkan mahasiswa untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Mesir. “Jika lancar, kami berencana pada tahun depan akan ada delegasi dari UAD yang akan berangkat ke Saudi,” terang Abdul Mukhlis saat ditemui disela-sela kesibukannya.(Sbwh)

Fakultas Psikologi Raih Juara Umum

Program Pengenalan Kampus (P2K) UAD kali ini mengharumkan nama Keluarga Besar Fakultas Psikologi UAD. Pasalnya, Fakultas Psikologi berhasil memborong empat piala dan  meraih predikat Juara Umum dalam acara penutupan P2K UAD. Acara penutupan yang dilakukan pada 6 September 2013 lalu di Kampus IV menampilkan berbagai perlombaan dan pentas seni.

Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Dekan, Ketua Program Studi (Kaprodi), Sekretaris Kaprodi, dosen Fakultas Psikologi yang memberikan selamat kepada mahasiswa baru dan panitia Fakultas Psikologi. Mereka berharap acara P2K 2013 dapat memberikan dampak yang positif  bagi kehidupan akademik yang akan dijalani para mahasiswa baru.

Fakultas Psikologi tahun ini mengangkat tema“Be Family With Psychology”. Tujuannya adalah sebagai langkah awal menciptakan hubungan kekeluargaan dan keakraban antara mahasiswa baru Fakultas Psikologi 2013. Tak hanya itu, mahasiswa baru diharapkan dapat berbaur, bekerjasama, dan kompak dengan mahasiswa tahun angkatan sebelumnya. (FT)

FKIP UAD Sumbang Rp 82,4.Juta untuk Warga Pulutan Gunungkidul

Program Pengenalan Kampus (P2K) yang dilaksanakan pada 2-7 September, terkumpul dana sebesar Rp 82.400.000.00 dari mahasiswa baru Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan (FKIP-UAD).

Menurut Dholina dana diwujudkan dalam bentuk 1.600 pack sembako yang dibagi kepada warga, Desa Pulutan, Wonosari, Gunungkidul pada hari Minggu (8/9). “Ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa terhadap sesama” terang Dholina Inang Pambudi, M.Pd selaku humas FKIP.

Bantuan secara simbolis diserahkan oleh Wakil Dekan FKIP UAD Dr. Suparman, M. Si, D.EA kepada Bupati Gunungkidul yang diwakili oleh Kepala Dinsosnakertrans Gunung Kidul Drs.Dwiwarno, M.Si, disaksikan Kepala BIMAWA Ir. Tri Budiyanto, M.T beserta warga. Rombongan UAD terdiri dari tiga bus perwakilan mahasiswa, satu bus Dekanat, Kaprodi, Humas,Tim Pemantau Mahasiswa (TPM).

Kedatangan UAD disambut meriah oleh warga setempat. Suasana menjadi semakin hangat ketika mahasiswa dan warga membaur menjadi satu diiringi organ tunggal Karang Taruna Desa Pulutan. Tidak ketinggalan makanan khas tradisional Gunungkidul tersaji di meja untuk menyambut tamu dari UAD.

Acara ini terselenggara berkat dukungan dari organisasi mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpurnan Mahasiswa Program Studi (HMPS), pihak dekanat, Biro Kemahasiswaan & Alumni (BIMAWA), dan sembilan Prodi di FKIP UAD.