Urgensi Kultur Sekolah Terhadap Mutu Pendidikan

Oleh: Hendro Widodo, M. Pd

Pembenahan pendidikan di sekolah melalui kultur sekolah, belum banyak diperhatikan dan dikembangkan. Sasaran peningkatan mutu pendidikan dipandang tidak cukup hanya pada aspek proses pembelajaran, kepemimpinan dan manajemen, kendatipun ketiga aspek tersebut pada dasarnya memberikan kotribusi yang sangat signifikan terhadap mutu sekolah. Namun satu aspek yang tidak dapat diabaikan sebagai penentu keberhasilan penyelanggaraan proses pendidikan di sekolah adalah kultur sekolah. Kultur sekolah yang baik diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan yang tidak hanya memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif. Anwar Hasnun (2010) mengemukakan bahwa kegagalan kepala sekolah dalam mengelola sekolah dikarenakan kegagalan memanej kultur sekolah dengan baik.

Hubungan kultur sekolah dengan mutu pendidikan terlihat dari hasil The Third International Math and Science Study (TIMSS) bahwa faktor penentu kualitas pendidikan bukan hanya menekankan faktor fisik saja, seperti kebedaraan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga dalam wujud non fisik, yakni berupa kultur sekolah (Zamroni, 2000). Kultur sekolah adalah karakter atau pandangan hidup yang merefleksikan keyakinan, nilai, norma, simbol dan kebiasaan yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah. Kultur sekolah bersifat bottom-up, bahwa asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan dibangun atas kesadaran dan kehendak dari warga sekolah sehingga merupakan suatu kesepakatan bersama yang diyakini sebagai instrument dan pendorong  semangat untuk mencapai yang terbaik terhadap efektifitas pengelolaan sekolah sehingga diharapkan semakin kondusif kultur sekolah maka makin berkembang atau efektiflah peningkatan mutu sekolah yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah.

Kultur sekolah ada yang bersifat postitif, negatif, dan netral. Kultur yang bersifat positif adalah kultur yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, seperti menjalin networking dalam mencapai prestasi akademik dan non akademik, adanya subsidi silang antar sekolah, memberi penghargaan terhadap yang berprestasi, komitmen dalam belajar, saling percaya antar warga sekolah, dan se bagainya. Kultur yang bersifat negatif adalah kultur yang menghambat peningkatan mutu pendidikan, seperti banyak jam pelajaran yang kosong, siswa takut berbuat salah, siswa takut bertanya/mengemukakan pendapat, kompetisi yang tidak sehat di antara para siswa, perkelahian antar siswa atau antar sekolah dan sebagainya. Sedangkan kultur yang bersifat netral adalah kultur yang tidak mendukung peningkatan mutu pendidikan, seperti arisan keluarga sekolah, seragam guru dan karyawan, dan sebagainya.

Pengembangan kultur sekolah harus menjadi prioritas penting. Semua warga sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kultur sekolah untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. Sekolah yang berhasil membangun dan memberikan kultur yang baik akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi baik akademik maunpun non akademik. Artinya, dalam memperbaiki mutu sekolah tanpa adanya kultur sekolah yang positif maka perbaikan itu tidak akan tercapai, sehingga kultur sekolah harus menjadi komitmen luas bagi warga dan menjadi kepribadian sekolah, serta didukung oleh stakeholder sekolah. Dengan kultur sekolah yang positif dan mewaspadai adanya kultur negatif, maka suasana kebersamaan, kolaborasi, semangat untuk maju dan berkembang, dorongan bekerja keras dan kultur belajar mengajar yang bermutu akan dapat diciptakan.

Penulis adalah Dosen PGSD UAD

 

UAD Buka Penerimaan Mahasiswa Baru 2014

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) membuka Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) periode 2014/2015. Proses penerimaan akan dibantu oleh 27 Student Employment (SE) untuk melayani dan menjawab pertanyaan proses pendaftaran.

Drs. Dedi Pramono, M.Hum, kepala Biro Akademik dan Admisi (BAA) menghimbau agar para pegawai untuk berjiwa melayani, bukan minta dilayani. ”Layani mereka dengan senyum dan sapa yang baik. Kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas,” pinta Dedi saat pembukaan PMB di Aula Kampus 1 UAD, Senin (6/1/2014).

Lebih lanjut, Dedi Pramono meminta kepada segenap civitas UAD untuk membantu kelancaran proses PMB yang akan berlansung selama 8 bulan kedepan. ”Bantuan semua pihak akan berpengaruh dalam proses kelancaran PMB tahun ini,” terangnya.

Prof. Drs. Sarbiran, M.Ed., Ph.D mewakili Rektor UAD menyampaikan bahwa bekerja adalah bagian dari amal saleh sebagai dakwah. Maka, sampaikan apa adanya tentang UAD. Untuk itu, SE harus banyak tahu tentang belajar tentang UAD. “Aku pikir, aku rasa, aku bisa, aku sukses,” kata Sarbiran menyemangati.

Selain melayani, Student Employment juga akan diajari membaca tulis Al-Qur’an. “Mereka akan dijadwal dalam proses belajar baca tulis Al-Qur’an. Selain mendapatkan ilmu, mereka juga akan mendapatkan insentif,” terang Dadi Pramono, Dosen Prodi Sastra Indonesia.(Swbh)

Perempuan Dan Tayangan Humor Televisi

Oleh Rendra Widyatama, SIP., M.Si

Dosen Ilmu Komunikasi UAD

 

Dalam siaran televisi, perempuan dapat dilihat pada berbagai program, termasuk acara humor. Penampilan mereka sangat bervariasi, di antaranya sebagai bintang tamu, pemeran utama, pemeran pembantu, maupun sekedar figuran. Umumnya, mereka berasal dari kalangan artis. Namun dalam tayangan humor di televisi kita, justru cenderung merendahkan mereka sebagai wanita.

 

Sebagai Pemanis

Secara fisik, perempuan memang memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi bila perempuan tersebut memiliki wajah ayu, postur tubuh indah, dan suara merdu. Itu sebabnya perempuan selalu mampu mencuri perhatian semua orang, bahkan sesama wanita itu sendiri.

Namun keterlibatan perempuan dalam tayangan humor di televisi tersebut sebenarnya cenderung sebagai pemanis dibanding sebagai pelawak yang umum didominasi laki-laki. Tidak jarang, mereka digunakan hanya sebagai pajangan, pelengkap, penyegar, dan memancing lawan main, serta penyeimbang comedian laki-laki. Masih terlalu sedikit perempuan komedian yang benar-benar bisa melawak. Saya pernah menghitung, dari 24 perempuan yang muncul dalam acara humor, hanya satu yang benar-benar berprofesi sebagai pelawak. Sebagian besar lainnya hanya menonjolkan aspek sensualistas semata.

Kesan menonjolkan fisik dibanding kemampuan melawak juga terlihat dari penampilan yang diperlihatkan. Sebagian besar dari mereka datang dari perempuan berparas ayu dan glamour. Payahnya, mereka yang tak mengandalkan tampilan fisik, lebih memilih menampilkan perilaku norak, konyol dan komedi slapstick dibanding humor cerdas yang mendidik.

Gaya lawakan perempuan juga tidak menonjol. Ada yang terlihat selalu menghafal dan membaca, namun lebih banyak yang sekadar menimpali lawakan yang disampaikan comedian pria.

 

Materi Lawakan

Bila menelisik materi yang dijadikan guyonan, ada fenomena menarik. Dalam tayangan humor, porsi perempuan dalam menyampaikan lawakan tetap lebih sedikit dibanding laki-laki. Data ini membuktikan bahwa perempuan berposisi lebih inferior dibanding pria. Artinya, tudingan kaum hawa sebagai pemanis program lawakan, tampaknya terbukti.

Dari lawakan yang diperlihatkan oleh perempuan, juga terdapat fenomena menarik. Perempuan yang selama ini dicitrakan lemah lembut, dalam humor justru mulai ditampilkan keras, kasar, dan nakal. Image seperti itu adalah citra maskulin, yang selama ini dilekatkan pada laki-laki. Bahkan dari pengamatan atas nilai-nilai sosial yang diperlihatkan dalam humor, perempuan juga andil dalam mengekplorasi lawakan anti sosial. Yaitu candaan yang menampilkan nilai-nilai yang tidak mendukung kebaikan, misalnya mengolok-olok, merendahkan dan melecehan orang lain, melakukan kekerasan fisik maupun verbal, menyampaikan ucapan jorok dan perilaku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya (misalnya pria berpenampilan wanita, atau sebaliknya); egois dan ingin menang sendiri; tidak menghargai orang lain; dan sebagainya. Rupanya, berbagai tampilan perempuan dalam humor semacam itu seolah sedang melakukan reposisi atas citranya selama ini. Yaitu pergeseran citra yang lembut ke gambaran yang keras dan kasar.

Memang tidak ada yang salah dalam keterlibatan perempuan dalam program humor di televisi. Namun, ada baiknya keterlibatan tersebut karena kemampuan membangkitkan tawa secara cerdas, bukan karena menonjolkan sisi kecantikan fisik, menampilkan sensualitas atau kekonyolannya. Sungguh sayang bila perempuan yang kita jaga sebagai sosok yang mulia, terhormat dan dihormati, akhirnya terlibat dalam lawakan yang penuh dengan kekonyolan, kasar, dan nakal. Karena penampilan-penampilan seperti itu, hanya akan merendahkan kedudukan perempuan itu sendiri.

Pusaran Korupsi Sektor Kesehatan

 

Oleh : Ahmad Ahid Mudayana

Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Pembangunan kesehatan masyarakat saat ini menjadi salah satu prioritas penting dalam program pemerintah. Hal ini bisa dilihat dari jumlah anggaran di Kementerian Kesehatan yang termasuk dalam jajaran 5 besar kementerian/lembaga yang mendapat jatah APBN terbesar. Program-program dalam meningkatkan derajat sehat masyarakat pun saat ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan saja, akan tetapi juga dilakukan oleh kementerian/lembaga yang lain terutama dalam hal meningkatkan kesejahteraan dibidang kesehatan. Besarnya anggaran yang dimiliki oleh Kemeterian Kesehatan menjadikan adanya peluang untuk disalahgunakan serta diselewengkan apabila tidak ada pengawasan yang ketat dari Kementerian Kesehatan sendiri atau dari lembaga lain.  Peluang korupsi semakin besar apabila kita melihat program-program kesehatan saat ini memiliki pos anggaran yang cukup besar seperti program pengadaan alat kesehatan, pengadaan obat, program penanggulang dan pencegahan penyakit dan sebagainya.

Tindak pidana korupsi disektor kesehatan juga melibatkan oknum pejabat pemerintah pusat dan daerah. Seperti kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di kementerian kesehatan saat dipimpin oleh Siti Fadilah Supari. Kasus ini masih ditangani oleh KPK dan belum ada perkembangannya sampai sekarang. Tertangkapnya Wawan oleh KPK yang merupakan adik dari gubernur Banten juga terkait korupsi alat kesehatan. Dan Gubernur Banten Ratu Atut Chasiyah yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan korupsi diantaranya korupsi pengadaan alat kesehatan.

Dari kasus diatas sudah jelas terbukti bahwa sektor kesehatan telah masuk dalam pusaran korupsi. Masuknya sektor kesehatan dalam pusaran korupsi dapat menghambat pemerintah dalam upayanya memperbaiki mutu pelayanan kesehatan. Sudah menjadi rahasia umum jika mutu pelayanan kesehatan di Indonesia belum begitu baik. Hal ini akan menambah berat tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu. Di sisi lain, juga berdampak pada semakin sulitnya mencapai derajat sehat masyarakat yang optimal. Akibat dari maraknya kasus korupsi disektor kesehatan. Sehingga banyak program yang tidak berjalan secara optimal.

Agar kasus korupsi disektor kesehatan tidak meluas maka perlu dibuat sistem pengawasan program. Sistem pengawasan ini harus mampu menjalankan peran-peran manajemen dengan baik. Peran yang baik akan menghasilkan program yang efektif dan efisien. Selain sistem pengawasan juga diperlukan evaluasi pelaksanaan program. Selama ini setiap program yang dibuat oelh pemerintah sangat jarang dilakukan evaluasi. Kalaupun ada itu sangat sederhana dan terkesan hanya sebatas formalitas. Padahal adanya evaluasi sangat penting untuk menciptakan sistem birokrasi yang efektif dan efisien. Maka, peluang untuk melakukan korupsi akan semakin sempit karena ketatnya pengawasan serta adanya evaluasi.

Bagaimanapun juga sektor kesehatan memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa. Salah satu indikator bangsa yang maju dilihat dari kesehatan masyarakatnya. Sudah seharusnya budaya korupsi disemua sektor termasuk sektor kesehatan harus diberantas. Peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk ikut mengawasi serta mengevaluasi setiap program disektor kesehatan. Supaya tujuan menuju Indonesia sehat cepat tercapai.

Tali Kasih Bertambah, Purnatugas Bentuk Paguyuban Baru

“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah” Bung Karno

Begitulah kira-kira wasiat yang tersirat dalam acara yang dibuka oleh Wakil Rektor 1 Dr. Muchlas, M.T., sekaligus penyerahan tali kasih secara simbolis kepada purnatugas.

                Sebanyak 23 purnatugas hadir dalam acara bertajuk “Sarasehan dan Pembentukan Pengurus Purnatugas Karyawan UAD.” Zarkoni mantan Kepala Bagian Kerumahtanggaan di kampus 2 mengungkapkan, sudah mendapatkan tali kasih selama 3 kali  berturut-turut “Setiap tahunnya bertambah, walaupun sedikit, tapi saya sudah senang. Ini tidak sekedar tali kasih, tapi juga penghomatan” terangnya saat ditemui pada acara berlangsung Sabtu, (13/12) di Hall Kampus 2.

                Wihandriati, S.H., C.N., selaku koordinator acara menjelaskan. Para purnatugas diberikan tali kasih berupa sembako dan uang tunai. “Jumlah tali kasih yang diberikan bertambah dari tahun sebelumnya” terang Wihandriati.

                Lebih lanjut, Wihandriati, dosen Fakultas Hukum tersebut menjelaskan bahwa acara seperti ini sudah menjadi agenda rutin setiap tahun, saat milad UAD. Kali ini acara yang diselenggarakan nampak berbeda. Bukan hanya sarasehan dan pemberian tali kasih saja, tetapi juga pembentukan paguyuban terhadap purnatugas.

                Ia juga menjelaskan, “Dalam paguyuban tersebut juga sudah ditentukan koordinator guna mengoordinasi agenda-agenda yang akan dilaksanakan nantinya.” Paguyuban dibentuk sebagai sarana untuk mempertemukan, menyatukan pendapat, serta merencanakan semua hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh purnatugas UAD.

                Sarasehan dan pembentukan paguyuban purnatugas karyawan ini diharapkan mampu menjaga hubungan emosional antara universitas dan purnatugas. “Semoga acara tersebut akan terus ada karena sarasehan seperti ini dapat mempererat tali silaturahmi antar karyawan purnatugas satu sama lain serta purnatugas dengan UAD,” pungkasnya.(Yy)

Hubungan Debu dan Muhammadiyah

 

Vokalis Debu, Mustafa mungkin tidak begitu mengenal Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Tapi, siapa sangka jauh sebelum itu personel Debu tersebut sudah mengenal Muhammadiyah. “Ketua Muhammadiyah pernah menjadi penolong saat saya ingin migrasi ke indonesia” katanya saat ditemui sebelum pentas.

Saat tahu UAD adalah bagian dari Muhammadiyah dia langsung merespon dan menerima tawaran untuk tampil di UAD pada Milad yang bertajuk Konser dan Dakwah di kampus 3, Sabtu (21/12) malam.

Grup yang sudah menelurkan enam album sejak 2001 lalu itu, sangat bangga dengan pemikiran generasi muda Indonesia, Khususnya generasi Muhammadiyah. Mereka tidak terkotak-kotak oleh komunitasnya namun bisa memiliki wawasan dan pengetahuan yang terbuka luas.

Hal itu berbeda dengan yang mereka temui di sejumlah negara lain. Keberagaman Indonesia dimungkinkan menjadi salah satu contoh positif tentang keterbukaan wawasan dan pola pikir generasi mudanya.

"Mahasiswa di sini (Indonesia) lebih terbuka wawasannya, berbeda dari negara lain saat kami temui," tandasnya.

Debu yang digawangi oleh Kumayl Mustafa Daood, membawakan 15 lagu dalam konser tersebut. Empat lagu diantaranya merupakan lagu baru mereka yang belum dirilis seperti 'Sudut di Surga', 'Majenun', "Tetap Bersembahyang' serta 'Shalawat'. (tr)

Dosen Yang Mendidik

Lina Handayani, SKM, MKes, Ph.D

Dosen FKM UAD, Yogyakarta

 

Dulu saya mengira bahwa menjadi dosen cukup hanya mengajar saja. Menyampaikan mata kuliah apa adanya. Saya kira mahasiswa adalah orang yang sudah dewasa sehingga mereka sudah tahu harus bagaimana menjalani hidup dan dunia perkuliahan.

Dulu saya juga mengira bahwa mudah saja menjadi dosen itu. Yang penting punya ijazah, punya SK mengajar maka sahlah seseorang untuk mendapat label dosen. Dulu, ya dulu saya mengira begitu.

Namun seiring waktu, saya temui banyak cerita, aneka peristiwa dan berbagai macam mahasiswa. Kadang kala ada yang baik, cerdas, sopan santun dan murah senyum. Ada juga yang cerdas, namun tidak percaya diri. Pernah juga saya jumpai mahasiswa yang kebingungan tidak tahu harus bagaimana.

Hingga pada suatu ketika, saya menyimpulkan sendiri, bahwa menjadi dosen itu juga pendidik, bukan sekedar pengajar. Walau begitu banyak teori tentang pengajaran, namun bagi saya, mahasiswa adalah seperti putra putri sendiri. Tentu saja, dalam mendidik mereka diperlukan cinta, cita, rasa, asa, karsa dan masa. Tidak boleh sekedarnya, apalagi dilakukan dengan terpaksa. Satu hal lagi, yaitu keteladanan; terkait akhlak, tutur kata, roman muka dan kemauan untuk terus belajar.

Sejatinya, dosen yang pendidik juga dosen yang mau belajar. Perkembangan ilmu berlari dengan kencang. Teknologi pesat maju melesat begitu dahsyat. Jangan sampai, seorang dosen menjadi makhluk jadul yang membosankan dan merasa pintar sendiri. Apalagi, menjadi dosen seram nan menakutkan.

Banyak orang yang tidak sadar diri, tidak mau mengenali diri sendiri dan orang lain. Sehingga, banyak sifat yang tiba-tiba membuat orang kanan kiri menyingkir, atau malah tidak mau mendengarkan pelajar di kelas yang monoton, padahal hal tersebut penting. Akibatnya tanduk bertengger di kepala dengan wajah merah menyala. Lagi-lagi mahasiswa yang salah. Bukankah kesalahan murid atau mahasiswa adalah kesalahan guru atau dosenya. Kejadian seperti itu akan selalu terjadi selama satu sama lain tidak saling mengenal, memahami dan memberi pengertian.

Sebaiknya, dosen mau juga jadi pembantu. Membantu mahasiswa untuk mengenali dirinya, sehingga tahu harus bagaimana bila menemui kesulitan atau masalah. Membantu mahasiswa merasa percaya diri, membantu mahasiswa untuk jadi orang cerdas yang jujur. Membantu mahasiswa untuk jadi orang pintar yang berahlak mulia.

Sembari mengakhiri tulisan ringan ini, saya bertanya pada hati nurani: sudahkan saya menjadi dosen yang mendidik? Sembari juga berharap bahwa saya tidak menjadi dosen sok pintar yang menyeramkan. Semoga saya dan mahasiswa mampu menjadi pembelajar tangguh dalam porsi kami masing-masing.

Arah-Baru Pelajaran Bahasa

 

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UAD Yogyakarta;

Penulis Buku Guru Cerdas (2012)

 

Pelajaran Bahasa Indonesia memiliki arah-baru dalam Kurikulum 2013. Dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 membelajarkan Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre. Melalui teks atau genre, diharapkan Bahasa Indonesia dapat digunakan untuk membangun kemampuan cara berpikir siswa. Pertanyaannya, apa implikasi dari perubahan arah pelajaran Bahasa Indonesia tersebut bagi guru dan siswa?

Hemat saya, ada dua implikasi dari perubahan arah pelajaran Bahasa Indonesia dengan membelajarkan Bahasa Indonesia berbasis teks atau genre. Pertama, bergesernya filosofi pembelajaran bahasa. Selama ini, seperti dikeluhkan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Mahsun (2013), pembelajaran Bahasa Indonesia tidak dipakai untuk membentuk cara berpikir. Tak heran, lanjutnya, jika kita lemah dalam membaca dan menulis.

Kelemahan siswa kita dalam hal membaca dan menulis, saya kira merupakan akibat dari terlalu banyaknya teori kebahasaan yang dipelajari di kelas. Toh begitu, saya tak hendak mengatakan bahwa teori kebahasaan tidak penting untuk dipelajari. Teori kebahasaan tetap penting dipelajari; namun yang tak kalah penting, menurut saya, ialah penggunaan teori tersebut untuk menunjang siswa agar senang membaca dan menulis.

Kedua, bergesernya peran guru Bahasa Indonesia. Dalam bayangan ideal saya, guru Bahasa Indonesia seyogianya menjadi “model peran” (role model) bagi siswanya di sekolah. Artinya, guru Bahasa Indonesia harus menguasai dan menerapkan ilmu yang dimilikinya. Sebelum siswa disuruh membaca novel Negeri 5 Menara, misalnya, guru harus terlebih dulu membaca novel karya A. Fuady tersebut. Begitu pula dalam pembelajaran menulis.

Alih-alih menjadi “model peran”, tak sedikit guru Bahasa Indonesia yang sukanya menyuruh siswa untuk belajar ini-itu, tanpa mau memberikan contoh terlebih dulu. Dengan membelajarkan teks atau genre, guru Bahasa Indonesia “dipaksa secara ikhlas” untuk lebih giat membaca dan menulis. Saya percaya, siswa kita akan menjadi lebih senang membaca dan menulis setelah mereka melihat gurunya juga melakukan hal serupa.

Sebagai penutup, saya nukilkan kata-kata Dr. Stephen D. Krashen yang dikutip oleh Hernowo (2004). Krashen berkata, “Apabila anak-anak sekolah dapat membaca buku dengan rasa senang, mereka akan memperoleh hampir semua hal yang disebut sebagai ‘keterampilan kebahasaan’”. “Keterampilan kebahasaan” itu antara lain, mencakup keterampilan membaca yang andal dan mengembangkan kemampuan untuk menggunakan susunan kalimat yang tertata. Setujukah Anda?[]

Ratusan Dosen dan Karyawan UAD Sambut Kenaikan Gaji

Yogyakarta, 28 Desember 2013, Univesitas Ahmad Dahlan (UAD) merayakan milad yang ke-53 di Auditorium Kampus 1. Acara tersebut  dihadiri ratusan dosen, karyawan dan mahasiswa.  Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dr. H.M. Hatta Ali, S.H., M.H yang hadir dalam milad UAD memberikan pidato ilmiahnya mengenai “Implementasi Paradigma Restorative Justice dalam Sistem Peradilan di Indonesia.”

Acara tersebut dibuka oleh rektor UAD Drs. Kasiyarno, M.Hum beserta jajaran civitas akademika UAD dan tamu undangan dari berbagai instansi terkait diantaranya PP Muhammadiyah dan Kopertis wilayah V. Dalam kesempatan tersebut dia menyampaikan pidato tahunan yang berisi laporan kegiatan yang telah dilaksanakan serta pencapaian yang talah diperoleh  UAD selama satu tahun. Rektor UAD juga memberikan pengumuman berupa peningkatan kesejahteraan karyawan dan dosen.

“UAD mempunyai beratus-ratus karyawan dan dosen yang secara kolektif turut membantu jayanya UAD. Untuk itu, dirasa sangat perlu untuk selalu memperhatikan kesejahteraan mereka,” tuturnya di sela penyampaian laporannya. Kasiyarno berharap ke depannya, apa yang dicita-citakan oleh UAD mendapatkan berkah dari Allah.

Sebelum ditutup dengan doa,  Kasiyarno selaku rektor memberikan kenang-kenangan dan penghargaan kepada karyawan yang telah berdedikasi tinggi terhadap UAD. Selain karyawan, UAD juga memberikan penghargaan kepada SMA N 1 Sedayu, karena selama tiga tahun terakhir menjadi penyumbang terbanyak mahasiswa di UAD.  (idj)

Pelatihan PKM Prodi PG-PAUD

 

Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini mengadakan lokakarya Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada hari Minggu (22/ 12/ 2013) lalu. Acara berlangsung di ruang 101 Kampus 5.

Kegiatan ini adalah lokakarya kedua yang dilaksanakan oleh Prodi PG-PAUD.  Lokakarya kali ini ditekankan pada PKM Artikel Ilmiah (AI) dan PKM Gagasan Tertulis (GT). Meskipun baru dilangsungkan di tahun depan, namun PG-PAUD merasa perlu untuk mendorong semangat berkarya para mahasiswa. Lokakarya ini memang bertujuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa PG-PAUD secara mendalam tentang PKM khususnya dua jenis PKM tersebut.

“Sebagai calon pendidik mulai sekarang berlatih membuat karya tulis. Salah satunya, untuk menulis di PKM Artikel Ilmiah (AI) dan PKM Gagasan Tertulis (GT) sehingga nantinya dapat mengirimkan karya yang dihasilkan,” ungkap Wahyu Widyaningsih, M.Si., Apt. selaku dosen Fakultas Farmasi.

Hana Fatmasari, M.Psi. sebagai ketua pelaksana berharap lokakarya ini bermanfaat bagi mahasiswa PG-PAUD agar termotivasi untuk mengikuti PKM dan bisa maju ke tingkat nasional. Target untuk PKM AI dan GT yakni semester 1 mengirimkan 10 karya dan semester 3 mengirimkan 35 karya. Tita, seorang peserta mahasiswa mengatakan bahwa lokakarya ini memberikan pengetahuan baru tentang PKM terutama PKM AI dan GT.