Karyawan UAD Kembali Dipercaya sebagai Penerjemah Pemerintah Jepang

 

Nurun Isnaeni, karyawan Kantor Urusan Internasional Universitas Ahmad Dahlan (KUI-UAD) kembali dipercaya sebagai salah satu penerjemah oleh pemerintah Jepang dalam acara tahunan  “Study In Japan Fair 2015”.

Acara yang diselenggarakan oleh Japan Student Service Organization (JASSO) telah dua kali memberikan kepercayaan kepada UAD sebagai penerjemah. Tahun lalu, Nurun juga diminta untuk menjadi penerjemah di acara yang sama. JASSO menyelenggarakan acara tersebut di dua kota besar di Indonesia, The Square Ballroom Surabaya dan Jakarta Convention Center Jakarta.

“Tahun ini saya menjadi penerjemah di Shinjuku Japanese Language Institute, Tokyo, Jepang,” kata Nurun dalam laporan ke UAD.

Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 14 November 2015 tersebut diadakan di Surabaya. “Acara itu diikuti oleh 58 peserta dari universitas-universitas, sekolah bahasa Jepang, dan institusi-institusi dari Jepang,” lanjutnya.

Para pengunjung yang hadir pada acara tersebut berasal dari latar belakang pendidikan beragam. Mulai dari mahasiswa, pelajar SMA, hingga pelajar SMP. Sementara itu, pada tanggal 15 November 2015 di acara yang sama, juga diadakan di Jakarta Convention Centre diikuti oleh 82 peserta.

“Umumnya para pengunjung menanyakan tentang gaya hidup di Jepang, bagaimana cara mendapatkan makanan halal di sana, dan lain-lain.”

Lebih lanjut ia menambahkan bahwa ia harus menerjemahkan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara rinci seperti menjelaskan tentang pengalamannya selama belajar di Jepang. Nurun sendiri sudah pernah belajar di negara Sakura tersebut selama dua tahun sebelum bekerja di Kantor Urusan Internasional UAD. 

Asyiknya Obrolan Angkringan Kamada UAD

Diketuai Purnomo, Keluarga Alumni Universitas Ahmad Dahlan yang biasa disingkat Kamada Yogyakarta pada Sabtu, (20/11/2015) mengadakan acara diskusi perdana di jalan Veteran 120 UH IV Veteran 120 UH IV. Diskusi yang diberi judul Obrolan Angkringan Kamada mengangkat tema “Network dan Berani Berwirausaha, Siapa takut”.

“Ini adalah acara perdana sekaligus untuk mensosialisasikan kepada alumni Universitas Ahmad Dahlan (UAD) agar tahu bahwa ada wadah bagi alumni jika ingin sharing berbagai hal,” kata  Purnomo dalam sambutannya.

Pada kesempatan tersebut, hadir Azwar Abbas, S.Pd. M. Hum. (Pengusaha Tour and Travel), Seliawati S. Pd. (Owner Bunda Laundry & Pengusaha Mainan Bayi) dan Sugeng Handoko, S.T. (Sosial Prenership).

Selain itu, hadir pula Wakil Rektor III Dr. Fadlil. M.T. dan Triantoro Safaria, S.Psi., Ph.D.  kepala Career Development Center (CDC) sekaligus alumni UAD, alumni yang sudah menjadi dosen di UAD, dan beberapa yang berwirausaha.

Selain temu kangen, dan dapat ilmu tentang kewirausahaan, juga ada dua angkringan gratis. Ahid Maulana berharap acara seperti ini berjalan dengan lancar dan rencananya acara tersebut akan diadakan setiap bulan sekali.

Bagi teman-teman alumni yang ingin ikut silakan hadir dan kunjungi sekretariat Kamada di alamat jalan Veteran 120 UH IV-Yogyakarta, dekat rumah sakit Hidayatullah.

Maju dengan Kuasai Ilmu Pengetahuan

“Setiap tahun, Indonesia meluluskan 5 jutaan siswa, dan hanya sekitar 25 persen yang bisa melanjutkan ke perguruan tinggi,” Kata Dr. Kasiyarno. M. Hum. saat memberikan sambutan kepada 300 mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang ikut Achievement Motivation Training Action di Graha Wana Bhakti Yasa, Minggu, (15/11/2015).

“Anda ini adalah generasi beruntung, bisa melanjutkan di perguruan tinggi. Tidak banyak orang yang bernasib seperti Anda. Karena itu, manfaatkanlah selama di bangku kuliah. Indonesia bergantung kepada Anda yang beruntung ini.”

Lebih lanjut, Kasiyarno menghimbau mahasiswa agar mengejar ilmu, seperti dalam sebuah hadits, jika ingin sukses di dunia maka kuasai ilmu pengetahuan. Salah satu untuk bisa memerdekakan Indonesia, belajarlah pengetahuan teknologi. Saat menguasai ilmu pengetahuan, insya Allah kita tidak akan lagi impor dari luar.

Achievement Motivation Training Action merupakan acara susulan dari pengenalan kampus. Mahasiswa yang ikut adalah mahasiswa yang tidak bias ikut pengenalan kampus. “Perguruan Tinggi wajib menyambut mahasiswa baru, Achievement Motivation Training Action adalah cara kami menyambut mahasiswa,” terang Wakil Rektor III Dr. Fadlil. M.T.

UAD sendiri menerima sekitar 5 ribu mahasiswa baru pada periode 2015-2016. Tercatat sekitar 15-16 ribu yang mendaftar, tetapi yang diterima hanya 5 ribuan mahasiswa.

“Anda adalah mahasiswa pilihan. Maka, tunjukkanlah bahwa Anda sekalian adalah mahasiswa terpilih,”  pinta Kasiyarno sebelum mengakhiri sambutannya.

Pada kesempatan tersebut, hadir pula sebagai pembicara adalah Prof. H. Lincolin Arsyad Ph.D. yang berbicara tentang cara menghadapi tantangan global khususnya MEA. Selain itu juga ada Patisina, alumnus UAD yang mengulas salah satu cara menghadapi tantangan global dan MEA, yakni dengan menjadi seorang entrepreneur.

Melihat Prestasi Mahasiswa Asing UAD

 

Tim mahasiswa internasional Universitas Ahmad Dahlan (UAD) berhasil meraih juara 2 Lomba Video Promosi Indonesia dalam International Student Summit yang diselenggarakan oleh Kemenristek Dikti bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Malang pada 15-18 November 2015.

UAD diwakili oleh tiga mahasiswa internasional, yakni Feng Yangming (Reza) asal Tiongkok, Prodi Sastra Indonesia (program reguler); Ali Abdul Raoof (Ali) asal Yaman, Prodi Teknik Kimia (program reguler); dan Liana Snytsar (Liana) asal Ukraina (darmasiswa).

Pada ajang tersebut, Juara 1 diraih UNS dan Juara 3 Atmajaya Yogyakarta. Mereka menyisihkan finalis dari UI, UNDIP, Universitas Parahyangan, UNY, Universitas Negeri Malang, UNPAD, dan UMS.

Video mahasiswa internasional dapat dilihat di youtube di bawah ini. https://www.youtube.com/watch?v=iOOWCpVUSJI&feature=youtu.be

UAD sendiri telah banyak melahirkan mahasiswa asing berprestasi. Tahun lalu pada event yang sama di UGM, mahasiswa UAD dari Tiongkok prodi Ekonomi juga menjadi juara 2 lomba menulis esai bahasa Indonesia.

Beberapa bulan yang lalu, Liana meraih medali perak pada Invitasi Nasional Tapak Suci di UNAIR Surabaya. Ali Yaman bersama tim futsalnya juga menjadi Juara 1 dalam kompetisi futsal dalam rangka Milad Teknik Kimia ke-19.

“Mahasiswa internasional tahun ini cukup aktif pada kegiatan ekstrakurikuler di UAD, termasuk menjadi anggota beberapa UKM,” terang Kepala Kantor Urusan Internasional, Ida Puspita.  

Lebih lanjut, Ida menjelaskan bahwa mahasiswa dari Korea Selatan, Kim Soo Yoen, aktif dalam UKM Lensa dan Liana di UKM Tapak Suci.

 

Perguruan Muhammadiyah Terus Berbenah

Diikuti sekitar 72 peserta, utusan Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTM/A) se-Indonesia mengikuti seminar yang berteman “Pembekalan dan Penjelasan tentang Perubahan Prosedur Pendirian, Perubahan, Penggabungan Perguruan Tinggi” di Hotel Sargede Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Rabu, (18/11/2015).

Acara yang diadakan oleh Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah bekerja sama dengan UAD ini disambut langsung oleh Rektor UAD, Dr. Kasiyarno. M. Hum. Menurutnya, acara ini menjadi media untuk memperbaiki dan memberi jalan untuk memperlancar proses Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah yang ingin berkembang.

“Kami sangat berterima kasih kepada majelis dikti yang terus mempercayai UAD untuk mengadakan kegiatan. Apa lagi berbicara tentang pengelolaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan untuk perkembangan PTM/PTA ke depan,” ucap Kasiyarno

“Ada 23 perguruan tinggi yang sudah siap, dan sudah 12 yang sudah proses. Adanya proses yang belum berstandar membuat prosesnya mengalami kendala. Di sini, kita akan menjaring apa saja yang menjadi kendala agar nanti ketemu jalan keluarnya,” terang Muhammad Samsudin,. S.Ag M.Pd. perwakilan majelis dikti.

Selain usulan perubahan penggabungan dan prosedur, juga ada beberapa yang sedang mengajukan prodi. UAD sendiri sedang mengajukan beberapa prodi. Psikologi S-3. Pendidikan Matematika S-2. Teknik Informasi S-2. dan beberapa prodi S-2.

Tantangan Mahasiswa dan Perguruan Tinggi dalam Perkembangan Dunia Global

“Mempersiapkan diri dengan nilai lebih untuk menghadapi tantangan global khususnya MEA. Hanya lulusan yang sudah memiliki sertifikat kompetensi yang nantinya bisa bertebaran dalam bursa kerja Asean,” ujar Prof. H. Lincolin Arsyad Ph.D. saat mengisi kuliah umum pada acara Achievement Motivation Training Action di Graha Wana Bhakti Yasa, Minggu, (15/11/2015).

Menurutnya, tenaga asing di Indonesia sudah sangat banyak dan meningkat setiap tahunnya, baik di sektor perdagangan, keuangan, perfilman, kontraktor, dll.

“Orang asing merasa nyaman tinggal di Indonesia dengan biaya hidup yang murah, tetapi gajinya tinggi. Sudah selayaknya karena mereka merupakan tenaga ahli di negara kita,” lanjut Direktur Program MEP UGM sekaligus Ketua Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang Pengurus Pusat Muhammadiyah.

Ia menambahkan bahwa orang pintar dari negara berkembang akan mencari negara maju untuk bekerja. Salah satu contohnya adalah India yang mendapat julukan sebagai negara berjuta doktor. Karena banyak sekali doktor dan tenaga ahli yang berasal dari India.

“Arus perpindahan tenaga kerja terampil akan terjadi dari negara yang lebih miskin ke negara yang lebih maju. Sehingga akan menyebabkan kekosongan (hollow-out) tenaga kerja terampil di negara yang lebih miskin,” paparnya.

“Jika dilihat dari aspek sumber daya alam (SDA) dan posisi Indonesia yang sedang dalam proses menuju negara maju, sudah sangat pasti Indonesia ke depan akan banyak membutuhkan tenaga ahli profesional. Indonesia memang memiliki banyak sekali lulusan perguruan tinggi, tetapi untuk tenaga ahli yang profesional masih minim.”

Indonesia ibarat gula dan pekerja sebagai semutnya. Bahwa Indonesia merupakan negara favorit bagi ekspatriat untuk mencari kerja. Indonesia masuk pada peringkat enam dunia setelah Swiss, Tiongkok, dan Qatar.

“Masalah kenegaraan Indonesia masih sangat kompleks, sehingga memang sulit untuk mengembangkan SDA dan SDM.”

Berdasarkan beberapa lembaga survei, tingkatan Indonesia berada di bawah negara anggota Asean terkait daya saing kerja dan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.

 

“Kita masih membutuhkan sangat banyak profesor dan guru besar agar kualitas pendidikan bisa terus dikembangkan. Selain itu, masalah akreditasi perguruan tinggi juga belum merata di Indonesia. Jadi tidak salah jika Indonesia berada di bawah negara anggota Asean di bidang pendidikan,” tambahnya.

Hal lain yang dibahas dalam acara Program Pengenalan Kampus Susulan (P2K Susulan) adalah kemampuan berbahasa Inggris.

“Kemampuan olah bahasa Inggris orang Indonesia rata-ratanya memang meningkat, tetapi di tingkat Asean kita turun. Itu artinya bahwa perkembangan kita sangat lambat.”

Menurutnya, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menaikkan standar syarat tes bahasa Inggris untuk kelulusan menjadi 450 di setiap universitas.

“Indonesia hampir kalah pada semua bidang dengan negara-negara anggota Asean. Ini merupakan hal yang perlu dipikirkan oleh setiap individu, terlebih untuk menghadapi MEA pada 2016 nanti.”

Hal yang mesti diperhatikan untuk menjadi lebih maju adalah bekerja keras dan menghilangkan kemalasan.

“IPK tinggi memang penting, tetapi itu saja tidak cukup. Soft skills dan pengalaman organisasi juga perlu. Karena hal tersebut akan menjadi nilai lebih ketika terjun dalam dunia kerja,” ujarnya lagi.

Untuk bisa bersaing dalam MEA maka perguruan-perguruan tinggi di Indonesia perlu meluluskan lulusan yang berdaya saing tinggi dan memiliki keahlian profesional dalam bidangnya. Dari pihak kampus sendiri peningkatan sarana dan prasarana serta mutu kurikulum pendidikan harus terus dipompa.

 “Mahasiswa harus banyak belajar berorganisasi agar terbiasa dengan masalah dan pemecahannya. Selain itu belajar diskusi, menghargai pendapat orang, serta bekerja sama. Menteri pendidikan sekarang Anies Baswedan contohnya. Ia dahulu aktivis kampus saat masih menjadi mahasiswa saya,” jelas Lincolin.

Orang Indonesia memang pandai berbicara, tetapi kurang produktif dalam bekerja. Contohnya saja dalam penulisan. Ketika kita produktif sekalipun dalam menulis, setidaknya akan ada penghasilan yang masuk, saat itu kesejahteraan akan datang dan pertumbuhan ekonomi negara akan meningkat. (Ard)

Jalan Alternatif Menuju MEA

 

 “Salah satu cara menghadapi tantangan global dan MEA adalah menjadi seorang entrepreneur,” ujar Patisina alumnus Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang sekarang sukses menjadi wirausahawan.

Menurutnya, untuk menjadi seorang entrepreneur ada rumusnya, antara lain adalah outcome jelas, action, panca indera, fleksibelitas, dan rapport (kedekatan).

“Untuk membawa Indonesia menjadi negara yang maju, kewirausahaan merupakan salah satu alternatif jalan keluarnya. Jika setiap orang sadar maka masalah pengangguran, kemiskinan, dan kemelaratan bisa diatasi,” lanjutnya.

Selain itu, seorang wirausahawan bebas mewujudkan impian atau ambisinya, tidak terikat, dan peluangnya sangat besar karena jarang orang yang melakukannya.

“Orang enggan berwirausaha karena masalah modal, pelanggan, ide, pengelolaan, keterampilan, dan pengetahuan. Sebenarnya, modal terpenting dalam berwirausaha adalah kekayaan mental, sekalipun materi juga penting.”

Hal lain yang dibahas adalah mengenai pemimpin terdahulu seperti nabi Muhammad Saw., sahabat nabi Umar dan Usman. Mereka mengawali kesuksesan juga salah satu caranya dengan bisnis dan dagang.

“Ketika menjalankan sebuah bisnis, maka harus fokus pada satu hal, dan yang paling perlu diingat sekalipun nekat tetapi harus ada perencanaan yang sangat matang.”

Bukan hal mudah mengawali bisnis, jika gagal maka hal yang perlu dilakukan adalah introspeksi diri. Selain itu doa dan restu orang tua adalah hal yang juga tidak boleh dilupakan.

“Saat ini persentase wirausahawan di Indonesia adalah 0,5% dari total penduduk Indonesia. Jika angka ini bisa dinaikkan pada posisi minimal 5%, sudah barang tentu Indonesia akan menjadi salah satu negara yang maju,” tutupnya. (Ard)

UAD Kunjungi 5 Universitas di Korea

 

Selama sepuluh hari dari tangga 21-31 Oktober 2015, empat universitas dari Indonesia, yaitu Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Unimus, STT Telkom Purwokerto, dan UIB Batam melakukan kunjungan ke lima universitas yang ada di Korea. Di antaranya adalah Daegu University, Sunmoon University, Dongseo University, Yeungnam University, dan Keimyung University. Pada kesempatan tersebut, UAD melakukan MoU dengan Sunmoon University, Korea.

Selain menjalin kerja sama dengan Sunmoon University, di Dongseo, staf Kantor Urusan Internasional (KUI) UAD juga secara langsung bertemu direktur dan beberapa profesor. Sunmoon juga memberi fasilitas kunjungan ke pabrik mobil Hyundai.  

Sementara di Keimyung, pihak UAD bertemu dengan Director Center for Intl Affairs.

“UAD berkunjung ke di Daegu University untuk bertemu dengan manager dan asisten manager office of intel affairs. Kalau di Yeungnam, kami bertemu dengan vice president office of external cooperation dan general manager intel cooperation & intel student services,” terang Nurun, salah satu staf UAD.

Menurutnya, jika untuk bidang pendidikan S1, pilihannya lebih banyak ke Daegu University. Di Sunmoon University, hanya ada bahasa Inggris.  Jika ingin belajar tentang robotic, baiknya ke Dongseo University. Sementara untuk belajar teknologi ke Yeungnam University.

“Yeungnam University merupakan perguruan tinggi terbesar kedua di Korea. Tapi yang paling indah kampusnya adalah Keimyung University,” tutup Nurun.

 

Menapaki Kembali Mata Rantai Sejarah yang Terputus

 

“Membaca novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum S. Rais dan Ranga Almahendra, seperti diajak kembali menapaki kisah sejarah Islam dalam sudut pandang yang berbeda,” ujar Abidah El Khalieqy di hadapan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Selasa, (10/11/2015) dalam serangkaian acara milad Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ke 34.

Acara bedah novel ini berlangsung di ruang auditorium kampus II Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Tema milad PBSI yang diangkat adalah “Satu Buku Selamatkan Moral Bangsa”.

“Ini merupakan buku yang istimewa, karena isinya dikumpulkan dari kisah perjalanan penulis sendiri yang notabene merupakan seorang jurnalis,” lanjut penulis buku best seller Perempuan Berkalung Surban ini.

Ia menambahkan bahwa sebenarnya ini bukan novel fiksi, karena tidak ada unsur novel di dalamnya. Seperti tidak adanya tokoh antagonis dan protagonis. Tidak adanya narasi cerita, serta alur yang digunakan bukan alur karya fiksi.

“Buku ini lebih tepat dikatakan sebagai ‘fiksi pengetahuan’, karena penulis benar-benar mengkonstruksi ulang sejarah peradaban Islam di Eropa yang sebelumnya terasa seperti mata rantai terputus.”

“Di dalam buku ini banyak menceritakan tentang transfer kebudayaan Islam di Eropa, atau lebih tepatnya pengaruh budaya Islam di Eropa. Saat itu Eropa berada pada masa kegelapan, tetapi orang lebih mengenal dengan sebutan abad pertengahan. Bahwa sesungguhnya teknologi yang ada di Eropa berasal dari ilmu dan kebudayaan Islam,” imbuhnya.

Ia juga menegaskan bahwa penulis merupakan orang yang cerdas memaknai zaman. Dengan merekonstruksi ulang sejarah dan menuliskannya kembali, orang bisa lebih mudah memahami.

“Bahasa yang digunakan dalam novel ini tidak menggunakan bahasa naratif (menceritakan) seperti pada karya-karya novel umumnya. Tetapi pada buku ini cenderung menggunakan bahasa yang deskriptif (menjelaskan). Sementara itu, alur dari pencarian sejarahnya pun benar-benar linier mulai dari awal hingga akhir. Di mana segala sesuatu yang dilahirkan akan mengalami kematian. Akhirnya juga akan kembali pada titik asal di mana mereka diciptakan.”

Di akhir acara, Abidah menambahkan bahwa, ketika sebuah buku atau novel difilmkan (ekranisasi/ alih wahana) akan memiliki dunia dan kesepakatan yang berbeda pula. Bisa jadi saat menjadi film ada yang ditambah atau dikurangi. Hal tersebut sah-sah saja karena film dan karya sastra sudah berbeda ranah. Begitu pula dengan buku dan film “99 Cahaya di Langit Eropa”. Keduanya memang sama secara judul, tetapi media penyampainya berbeda.

Ia sempat berpesan kepada para peserta yang hadir bahwa untuk bisa menjadi bangsa yang dihargai, maka harus dimulai dengan membaca. Hal itu ia utarakan sesuai dengan tema yang diangkat pada acara tersebut. (Ard)

 

“Hilang”-nya Kemanusiaan

 

Terinspirasi dari konflik Rohingya, Komunitas Teater 42 mementaskan drama “Hilang” karya Ilham Gabrial di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta, Rabu (10/11/2015).

Menurutnya Ilham, penulis naskah sekaligus sutradara, konflik Rohingya banyak memberikan inspirasi dalam naskah “Hilang”. Bukan konflik agama, melainkan telah hilangnya rasa kemanusiaan yang banyak terjadi saat ini.

“Selain hilangnya rasa kemanusiaan, hilangnya hati nurani, hilangnya rasa kasih sayang, hilangnya harapan, juga ditampilkan dalam pementasan tersebut,” tutur pria yang pernah menjadi ketua Teater 42 ini.

Cerita yang menggunakan setting gua ini dimulai dengan konflik hilangnya rasa kemanusiaan seorang tokoh yang memiliki makanan. Namun, pelit untuk berbagi pada yang lain. Setting pementasan banyak menggunakan simbol. Salah satunya yaitu simbol lubang di atas gua sebagai satu-satunya harapan bagi manusia karena tidak ada pintu masuk maupun keluar di dalam gua.

Ilham mengaku bahwa naskah yang dibuatnya ini lebih tragis. Pria yang telah berkecimpung dalam dunia teater selama 4 tahun ini juga menilai jika sebuah teater ingin menampilkan kesakitan, maka tampilkanlah kesakitan yang sebenarnya. Selama ini menurutnya, teater menceritakan beberapa permasalahan tetapi selalu mengandung unsur komedi.

Dalam naskah ini, Ilham tidak memasukkan satu pun adegan lucu, dan ia memang tidak menargetkan penonton untuk tertawa.