Seribu Takjil Disediakan di Islamic Center UAD

Menjelang Maghrib, seperti Ramadan sebelumnya, Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Jl. Ringroad Selatan, Baguntapan, Bantul, dipenuhi pengunjung. Ada yang khusus untuk foto-foto di depan masjid, ada yang shalat dan ngaji, ada pula yang menunggu buka bersama.

Selama Ramadan, UAD menyediakan takjil. Sohaibun Febrianto, salah satu panitia mengatakan bahwa sejak hari pertama, 1000 takjil yang disediakan panitia selalu habis. Kegiatan ini merupakan salah satu agenda Ramadan di Kampus (RDK) yang diselenggarakan oleh Islamic Center UAD.

Alhamdulillah, sejak hari pertama Ramadan, pengunjung selalu penuh sampai di teras masjid. Sebanyak 1000 takjil, bahkan biasanya kami lebihkan, selalu habis,” jelas pria yang akrab dipanggil Sohaib itu saat ditemui di Islamic Center Senin (29/05/2017).

Pria yang juga anggota IMM tersebut menambahkan, 1000 takjil gratis ini disediakan tidak hanya untuk mahasiswa UAD saja, tetapi juga untuk khalayak umum.

“Bagi yang ingin bergabung, bisa datang sebelum jam lima. Lebih dari jam segitu, biasanya takjil tinggal sedikit,” himbau Sohaib.

Setiono, salah satu pengunjung berkomentar bahwa kegiatan ini menyenangkan dan sangat bermanfaat.

“Sebagai mahasiswa rantau, saya cukup senang dengan kegiatan ini. Karena selain mendapat takjil, saya juga mendengarkan taushiyah menjelang berbuka,” terang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UAD yang sedang menempuh skripsi tersebut. (stt)    

 

 

 

16 Program Kreativitas Mahasiswa UAD Didanai Kemenristek Dikti

Tahun 2017, sebanyak 16 Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mendapat dana hibah dari Kemenristek Dikti. Total dana yang diterima sekitar 142 juta.

Menurut keterangan Drs. Hendro Setyono, S.E.,M.Sc., Kepala Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa), dari 16 PKM tersebut akan diseleksi lagi beberapa yang layak untuk diikutkan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas).

“Tahun ini, PKM dari UAD yang didanai Kemenristek Dikti cenderung menurun dari tahun sebelumnya. Tetapi, secara kualitas lebih bagus. Hal ini mungkin disebabkan adanya pemangkasan hibah dana penelitian dari Kemenristek Dikti,” ujar Hendro.

Sejak 2016, setiap program studi di UAD diberikan kebebasan untuk melaksanakan klinik proposal PKM kepada mahasiswa. Langkah ini diambil sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas PKM.

“Pengadaan klinik ini sangat membantu mahasiswa dalam proses penyusunan PKM. Dosen pembimbing menjadi reviewer dan bisa memberikan masukan serta mengoreksi kesalahan-kesalahan mendasar yang biasanya dilakukan mahasiswa,” jelas Hendro ketika ditemui di Kantor Bimawa Selasa (20/5/2017).

Dari penjelasan Hendro, rencananya ada 5 PKM yang akan diikutkan dalam Pimnas 2017. Setiap tahun, rata-rata ada 3 PKM UAD lolos ke Pimnas. Sebagai universitas yang aktif mengikuti Pimnas, UAD terus berbenah untuk meningkatkan kuantitas serta kualitas penelitian mahasiswanya. (ard)

Mahasiswa UAD Ciptakan Alat Pendeteksi Defisiensi Nitrogen pada Tanaman Padi

Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang tergabung dalam kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Karya Cipta (PKM-KC) berhasil menciptakan alat pendeteksi defisiensi nitrogen pada tanaman padi.

Alat yang diberi nama Easy Leaf Analyses Nitrogen (ELANG) diprakarsai oleh tiga mahasiswa Program Studi Teknik Elektro UAD. Mereka adalah Bintang Akbar Pratama sebagai ketua tim, Bimo Gusti Pangestu, dan Cahya Utama Purwanegara. Tim ini dibimbing oleh Aditha Sri Prabakusuma, S.P.,M.Sc., dosen Teknik Pangan UAD.

Tujuan diciptakannya ELANG untuk mendeteksi defisiensi nutrisi nitrogen yang ada pada daun padi. Pendeteksian ini guna mempermudah petani dalam pengendalian pemupukan yang biasanya dilakukan berdasarkan feeling. Untuk mendapatkan hasil panen maksimal, salah satu yang perlu dilakukan adalah takaran penggunaan pupuk, tidak berlebihan dan tidak kekurangan.

Dengan menggunakan ELANG, petani diberikan kemudahan dalam pengecekan defisiensi nutrisi nitrogen daun padi. Ini karena saat pengambilan gambar, berjalan secara real time dan langsung menampilkan hasil defisiensi nutrisi nitrogen serta memberikan informasi mengenai rekomendasi pemupukan. Tepatnya ketika obyek daun ditangkap kamera.

Perangkat ini tersusun dari perangkat keras (webcam, minicomputer, LCD screen, mainbox) dan perangkat lunak yang mengaplikasikan Decision Support System (DSS) dan metode Open-CV. DSS memberikan informasi mengenai pemupukan yang akurat dan dapat diakses secara langsung. (ard/doc)

 

 

Raih Juara I Monolog: JAB Rekonstruksi Mindset

Faturrahman Ramadhan, sutradara naskah “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” adaptasi Teater Jaringan Anak Bahasa (JAB) yang dipentaskan pada lomba monolog PSM PTM 2017 lalu, mengemukakan bahwa JAB tengah merekonstruksi mindset dalam berlomba.

“Saya rasa, semuanya, teman-teman perlu mengubah mindset dalam menghadapi perlombaan. Memang tidak mudah mempertahankan peringkat juara, tetapi jangan sampai itu membuat alasan mengikuti lomba hanya untuk mendapat juara. PSM PTM 2017 kemarin, mindset kami sudah bukan lagi pulang bawa piala, tapi lebih dari itu, yakni harus menampilkan yang terbaik. Toh, nanti juri dan penonton dapat menilai,” jelasnya.

Dengan mindset tersebut, tim yang digawangi oleh Faturrahman Ramadhan (sutradara), Rizki Ramdani (aktor), Farid Arifin (lighting), Dwi Rahayu (make-up dan kostum), Dodi Ari Wibodo dan Ahmad Fauzi (setting), berhasil meraih peringkat pertama dalam lomba monolog PSM PTM 2017 lalu. Usaha dalam menyuguhkan penampilan terbaik tidak mereka lakukan secara instan.

Persiapan naskah dilakukan dua bulan sebelum perlombaan. Dari ketiga judul yang menjadi pilihan, tim memilih naskah cerpen Kuntowijoyo yang berjudul “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan. Fatur menjelaskan naskah cerpen tersebut adalah naskah yang paling pas dengan kondisi masyarakat saat ini. Sifatnya yang general sangat pas mengingat isu-isu politik dan agama yang sangat sensitif belakangan ini. Hal tersebut coba mereka sisihkan terlebih dahulu.

Selama dua bulan, Teater JAB mengadaptasi dan mematangkan naskah tersebut. Akhirnya, perbedaan naskah cerpen dan monolog terdapat pada sudut pandang yang digunakan.

“Kalau di cerpen itu, seperti Kuntowijoyo yang bercerita. Nah, dalam adaptasi naskah monolog oleh Teater JAB, kami rekonstruksi menjadi seekor anjing yang bercerita dari dunia anjing. Namun, tentu ciri khas Kuntowijoyo tetap dipertahankan,” jelas Fatur.

Selain naskah, aktor monolog yakni Rizki Ramdani, juga dipersiapkan dengan latihan intensif selama kurang lebih dua bulan. Mahasiswa asal Lombok Tengah itu memiliki kesulitan pada intonasi bicaranya yang khas dengan dialek Lombok. Kemudian hal itu disiasati dengan membiasakan berbicara bahasa Jawa dan mendengarkan lagu-lagu Jawa.

“Saya sudah tiga kali pentas bersama JAB. Pertama saat Studi Pentas, berperan sebagai Pak Bongkok dalam naskah “Ulung Para Pemulung”. Kedua, saat pentas naskah “Yang Maha Binatang”, menjadi tokoh si kambing dan yang ketiga menjadi si anjing dalam naskah “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan”. Dalam mendalami karakter yang dimainkan, saya mengadaptasikan karakter-karakter yang pernah saya pelajari ke dalam monolog,” tutur Rizki. (dev)

Sebelum Lulus, Mahasiswa UAD Diberi Bekal Bisa Ngaji

“Mahasiswa jangan hanya pandai di akademis, tapi juga dapat memahami agama. Apabila diterjunkan ke masyarakat, mereka akan lebih siap,” kata Ustadz Ngisom salah satu pembimbing membaca al-Qur’an sekaligus pengajar di SD Muhammadiyah Karangkajen 04 saat ditemui Rabu (24/05/2017).

Setiap hari Senin sampai Sabtu pukul 07.00-16.30 WIB, Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jl. Ringroad Selatan, Banguntapan, Bantul, selalu dipenuhi oleh aktivitas mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan mengaji atau Tahsin. Kegiatan rutin yang digagas oleh Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) UAD tersebut merupakan upaya UAD untuk memberikan bekal kepada mahasiswa.

Triyono salah satu peserta bimbingan mengatakan senang dengan kegiatan ini. Ia mengaku awalnya sedikit terpaksa dan hanya tertuntut urusan akademis.

“Tapi setelah dijalani, tidak begitu berat. Mulanya saya tidak bisa, kini pelan-pelan sudah mulai dapat membaca al-Qur’an,” terang mahasiswa Prodi Manajemen itu. (stt)

Workshop Make Up dan Ajang Silaturahmi Teater Kampus se-Yogyakarta

Teater Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menjadi tuan rumah workshop make up Omah Teater Jogja (Omtejo) di kampus 2 UAD Jl. Pramuka 42 Yogyakarta, Kamis (25/05/17).  Workshop ini dimulai pukul 10.00 s/d 15.00 WIB. Dhani Brain selaku pemateri memberikan tiga pengenalan teknik make up teater, yaitu make up realis, non-realis, dan special effect.

Acara ini terselenggara atas kerja sama teater UAD yang meliputi Teater Jaringan Anak Bahasa (JAB), Teater Pebei, dan Teater 42, dengan Omtejo.

Ramadan, selaku koordinator Omtejo menerangkan bahwa saat ini sudah ada tiga puluhan teater kampus yang bergabung dengan Omtejo.

“Kurang lebih sudah ada tiga puluhan lebih teater kampus yang bergabung dengan Omtejo. Itu pun sifatnya fleksibel. Sebagai ruang diskusi, kami tidak mengikat anggota,” jelas Ramadan yang juga merupakan anggota Teater Eska UIN Sunan Kalijaga ini.

Nurmansyah selaku koordinator acara menambahkan, acara ini merupakan rangkaian agenda workshop Omtejo.

“Acara ini merupakan agenda workshop Omtejo, kebetulan saat ini bertempat di UAD,” terang anggota Teater JAB dan mahasiswa PBSI itu.

Ia berharap, workshop yang diselenggarakan dapat menambah ilmu di khazanah teater sekaligus mempererat silaturahmi teater kampus se-Yogyakarta.

Selain dari regional Yogyakarta, workshop kali ini juga diikuti oleh perwakilan kelompok dari Purwokerto dan Solo. (Stt)

Mahasiswa Sasindo UAD Luncurkan Antologi Cerpen

Sastra adalah ilmu tentang alam semesta. Bacalah banyak karya, bukan hanya karya sastra.

Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia (Sasindo) meluncurkan antologi cerpen berjudul Duduk Meraut Ranjau, Tegak Meninjau Jarak (2017). Peluncuran tersebut dilaksanakan pada acara Forum Apresiasi Sastra (FAS), Rabu (24/5/2017) di hall kampus 2 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

FAS merupakan diskusi rutin perihal kesusastraan yang diselenggarakan atas kerja sama Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah dan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UAD.

Selain peluncuran, pada acara ini juga ada diskusi terbuka terkait cerpen-cerpen yang ada di dalam antologi. Hadir sebagai pembicara Latief S. Nugraha, M.A., sekaligus kurator buku antologi ini.

Menurut koordinator pembuatan antologi cerpen, Agnes Liemanda, pembuatan buku Duduk Meraut Ranjau, Tegak Meninjau Jarak berawal dari tugas matakuliah. Tidak berhenti sampai di situ, mahasiswa Sasindo semester 4 ini memiliki inisiasi untuk mendokumentasikan karya mereka menjadi sebuah buku.

“Awalnya cerpen di dalam buku ini adalah tugas kuliah, tetapi kami punya inisiasi untuk membukukannya. Selain itu, antologi cerpen yang kami terbitkan merupakan salah satu aplikasi dari pembelajaran sastra yang kami lakukan,” jelas Agnes.

Latief S. Nugraha dalam diskusi tersebut menjelaskan tentang pentingnya tradisi kepenulisan dan pendokumentasian karya, khususnya bagi mahasiswa yang sedang belajar menulis di UAD. Sebagai bentuk apresiasi, ia menyarankan kepada para mahasiswa Sasindo untuk lebih giat membaca buku dan menggali ide-ide dari wacana maupun informasi yang ada.

“Antologi ini mengangkat beragam cerita yang memiliki karakter berbeda-beda. Buku ini menghimpun kumpulan cerita pendek yang pendek,” ujarnya berkelakar. (ard)

 

Kerja Sama dengan Perpus Kota, Mahasiswa UAD Ajarkan Astronomi pada Siswa Berkebutuhan Khusus

Bertempat di Arsip dan Perpustakaan Kota Yogyakarta, Rabu (24/5/2017), mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta kembali menyelenggarakan pembelajaran inklusi tentang astronomi menggunakan buku Mentari. Mahasiswa tersebut tergabung dalam salah satu kelompok PKM-M UAD yang dibimbing Yudhiakto Pramudya, Ph.D.

Pada pembelajaran inklusi kali ini, peserta yang dilibatkan lebih banyak daripada pembelajaran sebelumnya, total ada sekitar 14 siswa. Pembelajarannya masih sama, siswa diajari tentang matahari, bumi, saturnus dan komet, sekaligus membuat gambar tactile benda ruang angkasa tersebut.

Kepala Arsip dan Perpustakaan Kota Yogyakarta, Wahyu Hendratmoko, S.E.,M.M., sangat mengapresiasi pembelajaran inklusi yang digagas mahasiswa UAD ini. Menurutnya, apa yang dilakukan mahasiswa UAD anti mainstream, tidak seperti pembelajaran pada umumnya. Sebelumnya, di Arsip dan Perpustakaan Kota Yogyakarta belum ada pembelajaran semacam ini.

“Pendidikan bukan hanya milik yang ‘awas’ saja, tetapi milik semua warga Indonesia. Dengan kerja sama ini, semoga pembelajaran inklusi akan semakin gencar,” papar Wahyu.

Sependapat dengan Wahyu, Yudhiakto menjelaskan pembelajaran inklusi yang dilaksanakan di Arsip dan Perpustakaan Kota Yogyakarta merupakan diseminasi pendidikan.

“Semua orang berhak untuk belajar, apa pun kondisinya dan di mana pun tempatnya. Astronomi untuk semuanya, ilmu pengetahuan untuk semuanya. Kegiatan ini didukung penuh oleh Pusat Studi Astronoi UAD dan International Astronomical Union (IAU),” pungkas Yudhiakto. (ard)

UAD FC Kalah Tipis saat Uji Coba Lawan PSIM

Di tengah masa rehat setelah putaran pertama Liga 3 (Liga Nusantara), Universitas Ahmad Dahlan Football Club (UAD FC) melakukan pertandingan uji coba melawan Perserikatan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM). Pertandingan digelar di lapangan Potorono, Selasa (23/5/2017).

 

Dari penjelasan Sudarmaji, pelatih UAD FC, pertandingan uji coba ini untuk mengasah skil, mental, dan menjaga fisik anak asuhnya. UAD FC harus mengakui keunggulan PSIM lewat satu-satunya gol yang dicetak di babak pertama.

 

Di babak kedua, UAD FC mencoba menurunkan skuat intinya. Bermainnya beberapa pilar inti di lini tengah dan belakang membuat anak asuh Sudarmaji bisa sedikit mengimbangi permainan PSIM.

 

“Saya lihat, sore ini anak-anak bisa main lepas, tidak ada beban. Itu yang sebenarnya saya cari di kompetisi Liga 3. Kami belum punya mental seperti itu ketika bermain di kompetisi resmi, jadi ini salah satu latihan yang bagus,” ungkapnya.

 

Pada pertandingan ini, ada beberapa pemain baru di UAD FC yang akan diproyeksikan untuk mengikuti putaran 2 Liga 3. Sudarmaji menegaskan, tidak semua pemain baru bisa masuk skuat timnya. Ada pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk merekrut pemain baru. (ard)

Melia Tri Pamungkas : Berlatih Untuk Bisa, Berdoa Agar Dimudahkan

“Sastra membantu saya mendapatkan gagasan, ide dan juga sebagai literasi. Karena bagi saya tidak cukup dengan perkara teknis, tanpa literasi yang cukup sebuah karya terkadang menjadi hambar,” jelas Melia Tri Pamungkas.

Melia Tri Pamungkas berhasil menyabet peringkat pertama dalam tangkai lomba kaligrafi pada Pekan Seni Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PSM PTM) 2017. Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tersebut mengaku mendapatkan pengalaman berharga ketika berproses mengenal kaligrafi saat perlombaan. Sebelum dan selama perlombaan, ia mempersiapkan diri dan menjaga kesehatan serta konsep ide yang akan digunakan sebagai tampilan dasar karya lukisnya. Meli, begitu ia biasa disapa, menggunakan kanvas ukuran 100 cm x 100 cm sebagai medium lukis serta beberapa jenis cat dan kuas berbagai ukuran. Teknik lukis yang ia gunakan adalah teknik yang memanfaatkan tekstur kuas untuk membuat pola di atas kanvas. Lukisan kaligrafi tersebut ia buat dengan kombinasi warna gelap sebagai dasar dan warna-warna dasar yang lebih terang untuk memunculkan kaligrafi. Materi yang dilukis dalam lukisan tersebut ia kutip dari kata mutiara ثَمَر  بِلاَ كَالشَّجَرِ عَمَلٍ بِلاَ العِلْمُ (al'ilmu bila 'amalin kassyajari bila tsamarin) dengan arti, Ilmu yang tidak diamalkan, bagaikan pohon tidak berbuah.

“Seorang manusia tentu berlomba-lomba mendapatkan ilmu yang baik dan bermanfaat. Tetapi, pertanyaannya akan bagaimana ketika ilmu tersebut apabila sudah didapatkan. Oleh karena itu, kata mutiara tersebut menjelaskan. Hendaklah, mengamalkan ilmu yang dimiliki. Karena, bukanlah menjadi sia-sia atau bahkan berkurang, justru akan berlipat pahala dan ilmunya akan terus terasah. Materi tersebut dipilih berdasarkan kecocokan tema dalam lomba yaitu Ilmu dan amal soleh, jalan dekat menuju Tuhan. Oleh sebab itu, lukis kaligrafi ini sesungguhnya dapat dijadikan sebagai salah satu media dakwah,” jelas gadis kelahiran Purbalingga 12 Mei 1994 tersebut.

Kendati berkuliah di bidang bahasadan sastra, Meli yang belajar menggambar dan melukis secara otodidak ini memandang melukis sebagai hobi. Ia mengaku lewat sastra ia mendapatkan banyak ide dan gagasan.

Talenta Meli sebagai pelukis tidak lagi meragukan. Ia pernah menjuarai berbagai lomba antara lain juara 2 lomba melukis tingkat SMP, juara 1 lomba karikatur dalam acara Rising Orange 2015, Participation of Internasional Semarang Sketchwalk 2016, juara 1 lomba lukis dalam acara Amazing Orange 2016, dan juara 1 tingkat nasional dalam acara PSM PTM III 2017. Selain itu ia juga aktif mengikuti berbagai pameran antara lain,“Drawing Nusantara” di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada tahun 2015, pameran “Nandur Srawung” di (TBY) tahun 2015, pameran “Lupa Rupa” di Jogja Nasional Museum (JNM) tahun 2016, pameran “Drawing Wayang” di TBY tahun 2016, pameran “Nationfest 2016 Visual Art Exhibition” di Kendal.

Meli tidak selalu berjuang sendiri. Ia mengaku selalu ditemani, didorong dan diberi semangat oleh banyak orang sekitar. Kemudian muncul nama-nama seperti Pak Mujo, Babe, Mbak Ido, Mbak Oci, Mas Ibenk, Mas Sule, Mas Iqbal, Redi, Barzen, Mas Totok, Pak Robert Nasrulloh, Mbak Widya dan Mas Wahyu. Nama-nama tersebut yang kemudian ia sebut sebagai “orang-orang yang akan terus diingat” karena memberikan banyak motivasi sekaligus sumber inspirasi baginya.

Daftar prestasi Meli ternyata tidak berhenti sampai di situ. Karya-karyanya banyak muncul menghiasi beberapa antologi baik sebagai ilustrasi maupun sampul depan, baik sebagai ilustrator tunggal maupun kolaborasi. Antologi-antologi tersebut antara lain Obituari Rindu dan Dendam (2013), Rumah Penyair 2 (2014), Bawa Laksana (2014), Rindu Maestro Sastra (2014), Rumah Penyair 3 (2015), Rampak (2015), Oranye (2015), Pilar Puisi 2 (2015), Rumah Penyair 4 (2016), dan Palka (2017).

Bagi Meli, melukis adalah proses menggauli medium menjadikannya satu dengan raga, rasa dan pikiran. (dev)