Ijazah Palsu dan Masyarakat Ekonomi ASEAN

Maraknya pemberitaan soal ijazah palsu memiliki dampak tersendiri, yakni audit mutu akademik semakin ketat. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) khususnya, banyak yang berbenah dan mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Kaitannya diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada Desember 2015 mengenai kesetaraan jenjang pendidikan, turut menjadi perhatian perguruan tinggi.

Demikianlah yang ditegaskan Dr. Illah Saillah, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dikti saat menjadi Keynote Speech Workshop Internasionalisasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se-Indonesia di Hotel Arjuna, Jalan Margo Utomo/P Mangkubumi, Sabtu (13/62015).

Kegiatan yang diikuti 177 peserta tersebut berlangsung hingga Minggu (14/6/2915) dan dibuka oleh Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dr. Kasiyarno M.Hum., serta pengantar Ida Puspita, S.S., M.A.Res. selaku Kepala Kantor Urusan Internasional.

Dalam sambutannya, Kasiyarno mengatakan bahwa perguruan tinggi Muhammadiyah wajib internasionalisasi.

“Salah satu cara menghadapi MEA adalah perguruan tinggi tidak boleh gagap kerja sama luar negeri. Bahasa asing perlu dikuasai agar komunikasi lebih baik,” imbuh Ida.

Sementara menurut Illah Sailah, kaitannya dengan gelar, sebenarnya yang dinilai KKNI adalah kualitas dan kompetensinya. “Kurikulum dan mutu akademik juga tercermin di KKNI.”

 

 

Indonesia Hadapi Darurat Pornografi

 

“Perkembangan pornografi di Indonesia semakin mengkhawatirkan seiring dengan kemajuan zaman. Pornografi bermetamorfosis sempurna mengikuti kemajuan teknologi informasi. Daya rusak makin meluas dan tak terkendali. Disadari atau tidak, pornografi bisa menjadi sumber adanya tindak kejahatan-kejahatan yang lain,” kata Mufti Khakim, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (FH-UAD) Yogyakarta, saat mengisi di acara Langkah Pakar di AdiTv Sabtu, (13/6/2015).

Menurutnya, beberapa kejahatan akibat pornografi di antaranya pemerkosaan, pencabulan, pembunuhan, pelecehan seksual, pengrusakan keturunan, perzinaan, kekerasan, dan penelantaran anak.

Kemajuan teknologi informasi cepat ditangkap oleh para pelaku tindak pornografi sebagai peluang bisnis yang cukup menggiurkan dengan keuntungan yang berlipat. Produksi pornografi makin mudah dan biaya murah dengan hasil kualitas bagus. Penyebaran pornografi tidak lagi konvensional seperti zaman dulu dengan memasang leaflet. Kini, poster cukup unduh dan unggah via sosial media, Youtube, Instagram, Path, web, maupun blog, setelah itu sudah tersebar seantero dunia dan bisa dinikmati siapa pun.

“Penikmat pornografi tidak mengenal usia, golongan, dan tidak ada batasan. Selagi tersambung dengan internet, semua bisa menikmati,” terang Mufti.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyebut data yang fantastis, yaitu belanja untuk pornografi tahun 2014 diperkirakan mencapai 50 triliun. Sementara itu, kasus pelecehan seksual di Indonesia berada pada angka 45% melibatkan anak di bawah umur. Bahkan hingga anak usia dini, pornografi pun ikut andil di dalamnya sebagai pemicu terjadinya kejahatan pelecehan seksual atau asusila lainnya.

Seiring dengan pertumbuhan penikmat pornografi yang makin besar, maka situs porno pun tumbuh subur. Mereka mendapatkan keuntungan yang besar dari besarnya jumlah pengunjung yang masuk, membuka, mengklik, mengunduh dari situs yang dibuat. VR-Zone mencatat, dari seluruh situs yang ada, sebanyak 37% adalah situs porno. Hal ini diperoleh dari optenet peneliti web filtering dari Swedia.

Tahun 2011, survei Kominfo lebih mencengangkan lagi, yaitu tiap detik ada 30 ribu halaman situs porno yang diakses oleh pengguna internet di Indonesia. Pada 2009, ada 400 juta situs porno di dunia maya.

Korban-korban pornografi mulai berjatuhan, yang paling miris adalah berita terbaru ada anak siswi SMP di Palembang digilir oleh 10 orang remaja SMA sampai pingsan, dan 2 siswi SMP lainnya sedang melayani 15 orang. Saat ditelisik, ternyata mereka rupanya gemar menikmati pornografi.

“Negara hadir untuk mengendalikan tindak pidana pornografi dengan membuat dan memberlakukan Undang-undang No. 44  tahun 2008 tentang Pornografi. Pembentukan undang-undang pornografi cukup menguras tenaga dan pikiran. Sepuluh tahun diperlukan untuk membahas undang-undang ini. Undang-undang pornografi tidak sekadar sebagai undang-undang yang akan mengatur tentang pornografi, tetapi juga dibentuk dalam rangka melindungi nilai-nilai kesusilaan, nilai moral dan nilai kehormatan sebagai bagian dari nilai kemanusiaan,” ucap Mufti.

Selama ini, Indonesia dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai moral, etika, akhlak mulia, kepribadian luhur bangsa, beriman, bertakwa, dan berkewajiban untuk menjaga harkat serta martabat setiap warga negaranya. “Pornografi dianggap sebagai  bahaya besar yang mengancam kehidupan dan tatanan sosial masyarakat Indonesia menjadi pertimbangan mendasar pembentukan undang-undang pornografi,” tambahnya.

Pro dan kontra tentang pengaturan pornografi mewarnai dinamika pembentukannya. Hal ini tidak terlepas dari pelibatan kekuatan massa untuk menekan dan mendukung pendapat masing-masing kubu. Bagi pihak yang pro berpendapat, negara harus hadir untuk melakukan penyelamatan nilai moral, akhlak, dan martabat kemanusiaan Indonesia yang berpegang teguh pada nilai ketuhanan.

Sementara itu, pihak yang kontra berpendapat bahwa negara tidak usah ikut campur dalam urusan moral privasi warga negaranya. Negara lebih baik memikirkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Maka, kebijakan politik hukum harus diambil untuk mengatasi pro dan kontra yang semakin meruncing. Bila dibiarkan, dapat mengakibatkan konflik sosial. Akhirnya, negara dengan kebijakan politik hukumnya memutuskan untuk memberlakukan undang-undang pornografi.   

Dalam KUHP, memang sudah diatur tentang tidak pidana kesusilaan, tetapi hanya dalam ruang lingkup yang cukup sempit, yaitu dengan objek berupa, gambar, tulisan dan benda. Di lain pihak, undang-undang pornografi memiliki ruang lingkup yang lebih luas, yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya, melalui berbagai bentuk media komunikasi. Objek yang diperluas tentang pornografi diharapkan dapat berisi tentang undang-undang yang bersifat antisipatif terhadap kemajuan teknologi.

Lebih lanjut Mufti mengatakan, ada dua sifat yang melekat pada objek pornografi, yaitu isinya mengandung kecabulan, eksploitasi seksual, serta melanggar norma kesusilaan. Sanksi pidana yang dikenakan cukup berat, yakni dengan hukuman kumulatif alternatif. Pelaku dapat dikenai sanksi penjara dan denda sekaligus. Bahkan dalam pengenaan sanksi, dikenal juga sanksi minimal khusus.

“Mestinya dengan undang-undang ini, penegak hukum dan masyarakat mampu untuk mengendalikan laju pertumbuhan pornografi dan kerusakan yang ditimbulkan,” tukasnya.

Perlunya Buku Pedoman bagi Mahasiswa Asing PTM

“Internasionalisasi kampus ini sudah tidak bisa dielakkan lagi. Karenanya,  kami Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan Perguruan Tinggi Aisyiyah (PTA) di Indonesia berkumpul untuk membahas hal tersebut,” ujar Kepala Kantor Urusan Internasional (KUI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Ida Puspita, S.S., M.A.Res., Sabtu (13/6/2015).

PTM dan PTA se-Indonesia berkumpul di Yogyakarta untuk menyusun buku pedoman dan buku panduan bagi mahasiswa asing dan perguruan tinggi muhammadiyah. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya internasionalisasi perguruan tinggi.

Menurut Ida, ini merupakan pertemuan rutin tahunan. Kali ini, pertemuan membahas tentang internasionalisasi kampus, yang dihadiri  oleh 66 pemimpin perguruan tinggi dari 53 PTM dan PTA di Indonesia.

“Selama ini sudah banyak PTM dan PTA yang membuka kelas internasional dan melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi di luar negeri, termasuk UAD. Kerja sama yang dilakukan antara lain pertukaran mahasiswa, dosen, visiting profesor, double degree, hingga penelitian dan penuliaan karya ilmiah maupun publikasi bersama,” ujar Ida.

Akan tetapi, masih banyak kendala yang dihadapi dalam implementasi internasionalisasi kampus tersebut. Kendala ini antara lain terkait mahasiswa asing di Indonesia. “Ini membutuhkan standar yang sama sehingga dibutuhkan buku pegangan dan panduan bagi mahasiswa asing saat kuliah di PTM dan PTA,” tambahnya.

Selain penyusunan buku panduan dan pegangan bagi mahasiswa asing, pertemuan tersebut juga menggelar sharing atau tukar pengalaman terkait program internasionalisasi kampus antar.

Ida berharap, pertemuan rutin tersebut dapat memberikan pengalaman bagi perguruan tinggi yang masih belum berpengalaman melakukan kerja sama luar negeri.

PKBH UAD Adakan Karya Pelatihan Hukum

Dalam rangka peningkatan kemampuan praktis mahasiswa Fakultas Hukum (FH), Pusat Konsultasi Bantuan Hukum Universitas Ahmad Dahlan (PKBH UAD) mengadakan Karya Pelatihan Hukum (KARTIKUM). Acara yang diselenggarakan di kampus II Jl. Pramuka Umbulharjo Yogyakarta pada Jum’at-Sabtu, (12-13/6/2015) ini mengusung tema “Mewujudkan Penegakan Hukum yang Mengutamakan Integritas Moral Intelektual”.

“Mahasiswa Fakultas Hukum diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan intelektual, tetapi harus diimbangi dengan kemampuan praktik di bidang hukum,” ungkap Direktur PKBH UAD, Fanny Dian Sanjaya, S.H. dalam sambutannya.

KARTIKUM  ini juga dilatih oleh para pemateri yang andal di bidangnya. Di antaranya dari Polresta Yogyakarta, Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta Sumedi, S.H., Hakim Pengadilan Agama Yogyakarta Dra. Syamsiah., M.H., advokat senior Hamzal Wahyudin, S.H., Heny Astiyanto, S.H, Pengadilan Tata Usaha Negara, Direktur Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Dr. Sari Murti Widyastuti, S.H., M.Hum., juga akademisi Rahmat Muhajir Nugroho, S.H., M.H.

Fanny juga mengungkapkan bahwa saat ini PKBH UAD sedang menangani 12 kasus terdiri atas kasus pidana dan perdata. Selain itu, PKBH menjalin kerja sama dengan seluruh Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam bentuk membuat Pos Bantuan Hukum. Keberadaan mahasiswa sebagai volunter sangat diharapkan karena dapat membantu PKBH dan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa di bidang penyelesaian kasus-kasus hukum.

Selama ini, PKBH UAD termasuk salah satu Organisasi Bantuan Hukum yang sudah terakreditasi. Perannya selama ini dalam rangka bagian dari FH untuk mengabdi kepada masyarakat dan membantu masyarakat yang memiliki persoalan hukum.

Di lain pihak, Dekan FH Muhajir Nugroho, S.H., M.H.  menyambut baik acara KARTIKUM, bahkan ia berharap acara seperti ini bisa dilaksanakan secara berkesinambungan.

“Lulusan peserta diharapkan dapat direkrut menjadi volunter di PKHB UAD. Peningkatan kemampuan mahasiswa Fakultas Hukum di wilayah praktis perlu diasah dengan pelatihan-pelatihan keterampilan bidang hukum, salah satunya KARTIKUM,” tutupnya.

Perguruan Tinggi Muhammadiyah Wajib Internasionalisasi

Internasionalisasi Perguruan Tinggi saat ini telah menjadi tren global. Batas antarnegara yang semakin tidak tampak, juga semakin mudahnya transportasi telah membuat mobilitas dosen dan mahasiswa lintas negara semakin bertambah. Hal ini tentunya akan menyebabkan tingkat persaingan antarnegara di sektor pendidikan menjadi semakin terbuka.

“Untuk menghadapi tingkat persaingan antar-Perguruan Tinggi di luar batas wilayah negara, sangatlah penting bagi PT di bawah naungan Muhammadiyah untuk meningkatkan daya saing global di tingkat internasional,” terang Ida Puspita, M.A.Res., Ketua Pelaksana Workshop Internasionalisasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah Sabtu, (13/6/2015) di Hotel Arjuna.

Menurutnya, meningkatnya daya saing global menuntut PT, khususnya yang berada di bawah naungan Muhammadiyah untuk mampu bersaing di tingkat global.

Workshop yang diadakan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta bekerja sama dengan Majelis Dikti PP Muhammadiyah merupakan salah satu cara memberikan pemahaman tentang KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) dan kesetaraan jenjang pendidikan di ASEAN (dari sisi internationally recognized curriculum).

Acara ini menginformasikan akreditasi AUN QA (Quality Assurance of Higher Education Institutions in ASEAN) tentang ASEAN recognized accreditation.  Selain itu juga memberikan pemahaman tentang metode pengembangan pembelajaran bahasa Inggris bagi mahasiswa sebagai bekal menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).

Beberapa PT Muhammadiyah telah melakukan langkah-langkah aktif dalam meningkatkan daya saing global. Tidak terkecuali UAD. Sejak tahun 2007, UAD sudah melakukan kerja sama kemitraan dengan institusi luar negeri, membuka program double degree maupun alih kredit dengan mitra luar negeri, melakukan penerimaan mahasiswa asing, dan mengikuti program pemeringkatan perguruan tinggi di tingkat internasional.

“Ada 68 negara yang menjadi patner UAD saat ini. Wilayah Asia, Eropa, Australia, dan Selandia Baru yang telah menjalin kerja sama,” jelas Ida.

Pada kesempatan tersebut, hadir pembicara dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, yakni Dr. Illah Sailah. Perwakilan dari AUN QA, Dr. Andri Cahyo Kumoro, (Universitas Diponegoro) dan British Council, Director English for Education Systems Indonesia, yaitu Damian Ross.

Hasil pembahasan workshop rencananya akan dijadikan buku. Nantinya, buku tersebut akan dijadikan buku panduan. “Dengan adanya buku, akan mempermudah mereka yang ingin belajar,” tutup Ida yang merupakan Kepala Kantor Urusan Internasional (KUI) UAD tersebut.

 

Membaca Muatan Karakter dan Nilai Moral dalam Buku Lebah Lebay di Taman Larangan

Forum Apresiasi Sastra (FAS) ke-47 kali ini menghadirkan buku kumpulan cerita anak yang berjudul Lebah Lebay di Taman Larangan karya Dr. Rina Ratih. Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Dra. Sugihastuti, M. S.

Menurut Suguhastuti, setelah membaca buku kumpulan cerita anak tersebut, banyak ditemukan nilai pendidikan moral, pendidikan karakter, dan pendidikan budi pekerti.

“Cerita anak di dalam buku kumpulan cerpen Lebah Lebay di Taman Larangan banyak mengandung nilai pendidikan karakter. Hal itu dimaknai pembaca sebagai upaya pengarang dalam rangka menyampaikan pesan,” terangnya.

Rina Ratih sebagai penulis dinilai sangat lihai dalam mentransformasikan dan membudayakan nilai-nilai moral dasar. Ada sejumlah nilai karakter atau akhlak mulia yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui kumpulan cerita anak ini. Jika muatan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dapat direalisasikan dalam kehidupan anak-anak atau pembacanya, maka akan dihasilkan karakter manusia yang bermartabat.

Sugihastuti menambahkan, “Rina Ratih termasuk salah satu penulis yang aktif dan produktif. Ia selalu meluncurkan buku-buku barunya setiap tahun, biasanya di bulan April sesuai dengan bulan kelahirannya.”

Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu contoh bagi penulis lain, khususnya untuk mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) agar lebih produktif dan terus menghasilkan karya.

Sementara itu, Rina Ratih mengungkapkan bahwa kegiatan dan kebiasaan menulis memang perlu dilestarikan sebagai sarana mengekspresikan diri.

Menulis cerita anak tidak mudah, hal yang harus banyak diperhatikan adalah mengenai gaya bahasa, diksi. Bahasa yang digunakan harus mudah dan umum supaya anak-anak paham.

“Membaca dan menulis itu memang harus dipaksa, karena akan membentuk karakter orang menjadi pribadi yang lebih unggul, memiliki kreasi dan kreatif, serta imajinasi lebih dibandingkan orang lain,” kata Sugihastuti.

“Sesuai dengan pembahasan, buku ini lebih cocok diberikan kepada anak sekolah dasar,” tutupnya dalam acara yang berlangsung pada Rabu, (11/6/2013) di hall kampus II UAD, Yogyakarta.

.

Swasembada Pangan Indonesia Masih Sulit

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengatakan, sangat sulit bagi Indonesia dalam waktu dekat ini bisa melakukan swasembada pangan. Bahkan, hal itu sangat tidak mungkin karena penyusutan lahan pertanian terus terjadi di Indonesia.

“Kerusakan saluran irigasi dan waduk juga terus terjadi. Boleh saja, kita saat ini berteriak tak perlu lagi impor pangan. Namun kenyataannya, komoditas beras, gandum, gula, kedelai, dan bahan pangan lain, hingga sekarang pun masih impor,” ucap Zulkifli saat menjadi pembicara dalam seminar “Kedaulatan Pangan untuk Kemandirian Bangsa, dari Yogya untuk Indonesia”, di kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Rabu (10/6/2015).

Seminar ini digelar atas  kerja sama Majelis  Pemberdayaan Masyarakat (MPM),  Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY dengan UAD.

Zulkifli melanjutkan, “Sulit untuk berbicara peningkatan produktivitas pangan jika setiap tahun lahan pertanian menyusut. Begitu pula pembangunan infrastruktur irigasi. Memang, sudah direncanakan pembangunan sejumlah waduk. Namun sementara ini, yang kita dengar justru kerusakan waduk atau penyusutan fungsi irigasi. Jadi, sekali lagi, swasembada pangan masih sangat jauh.”

Dari sisi distribusi pupuk ke petani pun masih belum beres. Kepemilikan lahan pertanian saat ini rata-rata hanya 0,3 hektar per KK (kepala keluarga). Bibit unggul juga belum ditemukan secara baik sehingga mustahil bagi para petani dengan lahan sempit, akan berani melakukan inovasi. Bahkan karena tidak menguntungkan lagi, lahan mereka justru dijual. Akhirnya, dikonversi untuk kepentingan lain di luar pertanian.

Kondisi inilah yang membuat Zulkifli pesimis Indonesia bisa melakukan swasembada pangan dalam waktu dekat.

Sementara itu, Ketua MPM PWM DIY, Dwi Kuswantoro mengatakan, banyak hal ironis di negeri ini menyangkut swasembada maupun kedaulatan pangan. “Sungguh suatu ironi jika kita bicara swasembada pangan yang hanya diartikan sebagai bebas dari impor beras. Padahal, kita saat ini masih seratus persen mengimpor gandum. Begitu pula dengan bahan pangan yang lain.”

Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah mengurangi ketergantungan pada beras. “Dengan kata lain, kita harus melakukan diversifikasi pangan. Harus mulai dilirik bahan pangan nonberas maupun gandum,” lanjut Dwi.

Menurutnya, singkong bisa menjadi salah satu alternatif yang bisa dipilih. Terutama untuk kabupaten Gunungkidul DIY, tanaman ini sangat mudah diperoleh dan murah. Pihaknya juga mengungkapkan bahwa telah melakukan  kerja sama dengan petani di Gunungkidul sejak 2012 lalu, untuk pengembangan dan peningkatan bahan olahan pangan dari singkong.

“Ternyata, banyak hal yang bisa dilakukan dari bahan baku singkong dan ini harus terus kita kembangkan,” pungkasnya.

 

Ketua MPR Zulkifli Hasan: Melihat Kreativitas Olahan Singkong di UAD

“Singkong selama ini hanya menjadi gaplek. Namun, di sini bisa jadi kue cokelat, siomay, nugget, cendol, dan brownis,” ucap Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan, saat meninjau pameran pangan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta, Rabu (9/6/2015).

“Saya apresiasi pemberdayaan masyarakat dengan menciptakan pangan alternatif,” sambungnya.

Di dalam kesempatan yang sama, ketua panitia sekaligus Ketua Majelis  Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Dwi Kuswantoro mengatakan, langkah untuk membuat makanan alternatif seharusnya menjadi gerakan nasional. Ia berharap agar pemerintah mendukung langkah MPM Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) dalam menciptakan alternatif pangan agar bisa mengurangi import pangan. 

“Ini adalah pembaruan dalam berpikir sehingga harus menjadi gerakan nasional. Perlu payung hukum untuk mengurangi impor dan perlu dianggarkan dana karena petani butuh insentif untuk mengembangkan pangan alternatif,” ucap Dwi.

Pilihan menggunakan singkong sebagai bahan dasar juga dinilai menarik. Sebab, singkong sangat mudah ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia, termasuk di pegunungan Papua.

“Sementara ini, yang sering diadakan pelatihan pengolahan singkong adalah di Gunungkidul, Wonosari, dan sekitar Yogyakarta.” terang Sudarmini, salah satu anggota MPM PWM yang juga dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UAD.

Sebagaimana ditunjukkan ibu-ibu anggota MPM Pimpinan Wilayah DIY bekerja sama dengan Pemkab. Gunungkidul, mereka dapat menyulap tepung singkong menjadi aneka makanan siap saji.

Singkong rupanya dapat diolah jadi berbagai makanan lezat dan bernilai jual tinggi. Hasil kreativitas warga dalam bidang kuliner seperti ini patut terus dikembangkan sebagai bagian kedaulatan pangan.

 

Proses Belajar Mengajar Belum Menyenangkan

 

Dari 20.575 sekolah dasar (SD) di Indonesia, baru 148.175 yang bermutu dengan akreditasi A. Sebanyak 77.000 terakreditasi B, dan 29.000 terakreditasi C. Sekolah yang bermutu adalah yang mempunyai Proses Belajar Mengajar (PBM) sehat dan menyenangkan. Namun kenyataannya, masih banyak PBM kurang menyenangkan.

Demikian ditegaskan Prof. Ibrahim Bafadal, Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat membuka work shop internasional di Islamic Center Masjid kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Jalan Kolektor Ring Road Selatan Tamanan Bantul, Selasa (9/6/2015).

Acara ini juga menghadirkan narasumber dr. Kristiantini Dewi Sp.A.  yang merupakan Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia, diberi pengantar oleh Muhammad Faizal Ph.D. selaku Pimpinan Perhimpunan Indonesia Mengajar, serta dibuka Rektor UAD, Dr. Kasiyarno M.Hum.

Menurut Ibrahim, sekolah yang kurang menyenangkan PBM-nya dari waktu ke waktu, akan mengalami stagnasi dan menegangkan hubungan guru dengan siswa. “Siswa menjadi tidak kerasan di sekolah,” ucapnya.

Sementara itu, Kasiyarno mengatakan, kegiatan ini sangat inspiratif karena mengkritisi dan membangun dinamika pembelajaran positif sebagai wahana implementasi sekolah yang menyenangkan. “Sekolah yang menyenangkan diharapkan dapat menjadi virus positif, sekaligus gerakan yang dinamis yang dapat diaplikasikan,” ujarnya.

Ia menambahkan, UAD juga memiliki Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) dan Pendidikan Guru SD (PGSD). Oleh karena itu, sedari awal sudah UAD akan menyiapkan mahasiswanya dengan baik dan kompeten di bidangnya. “Sebab, sekolah yang baik selalu diawali dari pendidikan guru-guru yang berkualitas,” tandasnya.(Doc)

Tim Robot UAD Raih Tiga Gelar di Kontes Robot Indonesia

Tim robot Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta sukses membawa pulang tiga gelar dari Kontes Robot Indonesia (KRI) Regional III Jateng-DIY, di auditorium Ir. Widjatmoko Universitas Semarang (USM) pada (14-16/5/2015) pekan lalu.

“Kami terjunkan lima tim, tetapi hanya dua tim yang mendapat gelar. Untuk tim R-Scuad berhasil mempersembahkan juara dua untuk Kontes Robot Seni Indonesia (KRSI). Sementara tim Lanange Jagad yang turun di Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) mendapatkan dua gelar,” jelas Humas Fakultas Teknik dan Industri (FTI) Mochammad Aziz di kampus III UAD, Jum’at (29/5/2015).

“Tim Fire- X, Sagotra, dan al-Jazari yang belum beruntung di kontes robot tersebut. Saya berharap mereka tidak berkecil hati. Masih ada event lainnya untuk berprestasi,” tambahnya.

Nuryono Satya Widodo, Kaprodi Elektrik Teknik sekaligus dosen pembimbing mengatakan bahwa tantangan yang dialami tim KRSI adalah pada gerakan cakilnya yang patah-patah sehingga harus ada keselerasan antara sistem yang sudah ter-setting dengan lagu pengiring.

Sementara itu, Ketua tim R-Scuad, Teuku Makmur Tsani, mengaku kemampuan robot yang dipakai tim saat ini lebih baik dibanding tahun lalu. “Itu terbukti ketika robot kami berebut bola dengan robot dari dua tim lain, robot tim lain itu terpental,” tandasnya.

Di samping itu, pencapaian tim robot UAD menjadi modal awal dan semangat juang bagi para mahasiswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Apalagi, dalam waktu dekat ini UAD akan kembali mengirimkan wakilnya ke kontes robot yang lain.

Aziz menjelaskan, KRSBI merupakan kontes robot yang menjadi ajang kualifikasi nasional untuk mewakili Indonesia dalam RoboCup, yakni kompetisi robot sepak bola resmi tingkat dunia di bawah organisasi RoboCup. Jika di dunia sepak bola, ini semacam FIFA.

Adapun kontes KRSI merupakan kompetisi perancangan dan pembuatan robot yang disertai dengan unsur seni dan budaya bangsa. Setiap tahun, KRSI mengambil tema berbeda, seperti Tari Jaipong (2009), Pendet (2010), Kelono Topeng (2011), Piring (2012), Anoman Duto (2013), dan Bambangan Cakil (2014).